20 | Bullying (3)

31 12 2
                                    

Fajar menyingsing dari arah timur. Matahari memancarkan kemilaunya malu-malu di balik kabut awan. Orang-orang sudah berlalu-lalang di jalan raya melakukan rutinitas mereka setiap pagi. Begitupun denganku yang sedang berlari menuju terminal bus.

Aku duduk di salah satu bangku bus, menatap ke luar jendela. Memikirkan kira-kira apa yang akan mereka lakukan padaku pagi ini dan bagaimana cara membalasnya. Apa aku harus berusaha tidak peduli dan bersikap merendahkannya seperti kemarin? Tapi kuakui cara seperti itu memang ampuh membuat mereka emosi.

Sesampainya di depan gerbang sekolah, aku turun dari bus dan melangkahkan kaki ke loker. Seperti sebelumnya, lokerku ditempeli beberapa pos it yang mencemoh harga diriku.

"Ohh ini cewek yang ga tahu diri itu ya?"

3 orang cewek yang sebelumnya datang ke kelasku kini menghampiriku lagi dengan tatapan merendahkan dan senyum menyeringai. Aku terkekeh. Cewek ga tahu diri katanya?

"Bukankah kalian yang ga tahu diri karena mengejek orang? Seolah kalian adalah manusia yang diciptakan sempurna. Jangan sok suci dan bertingkah layaknya princess Disney deh. Kau bukan anak TK lagi. Bukankah bertingkah seperti itu sangat kekanak-kanakan?"

"APA KAU BILANG?" Ia menarik rambutku. Menjambaknya hingga pusing menjalar di kepala.

Aku mengaduh kesakitan dan berusaha melepaskan genggamannya. Namun genggamannya lebih kuat dari yang kuduga. Astaga dia ini cewek atau cowok sih? Sembarangan main tangan. Ganas sekali! Jika aku merendahkannya lagi bisa-bisa ia menjambak makin kencang.

Aku melihat ke sekeliling. Namun siswa-siswi yang lain hanya menatap ngeri dan penasaran layaknya menonton drama ftv secara langsung. Terlalu takut dan malas untuk menolong, atau lebih tepatnya tidak peduli.

Aku berdecak kesal. Tidak adakah seorangpun di antara kalian yang mempunyai hati nurani, sedikit kepedulian dan keberanian untuk menolongku?

"Aakhh—" Aku mengerang, kepalaku berdenyut sakit. Ia tertawa dan segera mendorongku. Aku jatuh tersungkur di tengah-tengah lorong.

"Maaf, sengaja. Ahahaha …." Mereka tertawa. Dan tetap TIDAK ada satupun orang yang berniat mengulurkan tangannya ke arahku. Atau sekedar memarahi si cewek menyebalkan ini. Bukankah kalian terlalu egois?

Ia mendekat ke telinga dan berteriak, "Semoga perbuatanku dapat membuatmu berpikir lebih pintar lagi. Kuterima ucapan terimakasihmu." Ia pun berjalan pergi dengan 2 cewek yang senantiasa mengikutinya di belakang bak pelayan.

Aku menggerutu, dan segera membereskan barang-barangku. Rambut yang kutata rapih sudah berantakan sekarang. Masih pagi namun perlakuan yang kuterima sudah cukup membuatku geram.

Aku menatap mereka yang tadi asik menonton kini membuang muka. Bersikap biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi.  Satu-satu mulai membubarkan diri. Aku segera merapihkan barang-barangku dan berlari ke kamar mandi. Aku marah, malu, sedih, kesal, emosi, dan lelah dengan semua ini.

Pertahananku selama ini akhirnya hancur juga. Air mata yang tertahan di balik senyumanku saat mengancam cewek tadi, saat pura-pura bersikap kuat akhirnya meluncur juga, menetes satu demi satu dari kelopak mata. Aku tidak baik-baik saja. Bahkan terlalu malu untuk menampakkan wajahku di luar.

TOK-TOK-TOK

"FHEA KAU DI DALAM? INI KAMI, ERINA, DHIYA, DAN LYORA!

Aku menghapus air mataku lalu mengambil ponsel, mengaktifkan kamera. Memastikan wajahku tampak baik-baik saja dan tak ada setetes air mata yang membekas di wajahku.

"FHEA BUKA PINTUNYA!"

Aku segera membuka pintu kamar mandi dan mereka menyerbuku layaknya kucing kelaparan yang menemukan seonggok ikan.

Moonlight StealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang