MWB-25

2.8K 157 10
                                    

Kina mencengkeram punggung Hayom kuat saat pelepasannya yang entah sudah ke-berapa kali hampir tiba. Nafasnya tertahan merasakan sesuatu yang hampir keluar di bawah. Dia mendesah pelan dan tertahan takut terdengar dari luar. Bersamaan dengan itu, Hayom menangkup bibirnya yang terbuka. Melumatnya tanpa ampun, mencari lidah dan menghisapnya kuat. Pinggulnya ditekan kuat-kuat oleh Hayom yang menggeram hingga tak sengaja bibirnya tergigit. Sentakan itu begitu kuat dan menyentuh sudut terdalam dirinya yang menimbulkan sensasi melayang. Kina pun ikut menggeram saat merasakan semuanya terlepas, dia terbang jauh sebelum keduanya terhenti bersamaan dengan nafas tak beraturan.

"Shit!" umpat Hayom disela-sela sengalan nafasnya. Tubuhnya masih menyatu dengan Kina yang ada di bawah. Titik-titik keringat jatuh, tapi keduanya tak merasa risih sedikitpun dengan itu. Setelah paru-parunya terisi dengan oksigen dan otaknya sudah kembali bekerja normal, Hayom menarik diri melepaskan tautan mereka.

"It was great, thank you" Hayom mengecup pipi Kina, cewek itu setengah memejamkan mata tapi masih sempat mengangguk pelan.

Lateks yang menempel perlahan dilepas. Beberapa cairan di dalamnya menetes keluar membasahi sprei. Barang bekas itu lantas dimasukkan dibungkus dengan tisu bersama dengan dua lateks lainnya dan dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam. Meskipun sudah ada di tempat sampah tapi tidak menutup kemungkinan ada orang yang melihat makanya dia pastikan untuk membuangnya dengan hati-hati.

Hayom kemudian meraih kolornya yang terdampar di lantai, dia memakainya dan meraih bungkus rokok dan korek api. "Gue mau ngerokok dulu" ucapnya sembari menutup pintu balkon kamar.

Tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan dua batang rokok, barang yang sudah lama tak ia sentuh tapi malam ini sepertinya dia membutuhkan hanya untuk membantu membunuh adrenalin yang berlebih. Jam setengah satu pagi, Hayom melirik ke arah jam dinding di atas meja belajar. Dia memungut beberapa lembar pakaian yang teronggok di lantai, menyampirkan sekenanya di kursi dan naik ke atas ranjang.

Baru saja matanya hendak terpejam, sebuah getaran kecil mengusiknya. Kepalanya menyamping, mungkinkah Kina kedinginan hingga pundaknya menggigil? Tapi dirinya masih bisa melihat sisa-sisa keringat di leher istrinya itu, jadi tidak mungkin AC yang distel terlalu rendah.

Sedikit terbangun, Hayom menepuk pundak Kina namun tak ada balasan apa pun. Ia pun akhirnya memaksa Kina untuk berbalik menghadapnya. Dan pemandangan selanjutnya membuat terdiam sejenak, mata Kina penuh air mata dan bibirnya bergetar pelan menahan isak.

"Lo kenapa nangis? Ada yang sakit?" tanya Hayom cemas. Dia mendekat, mengamati Kina dengan seksama. Tapi yang ditanya hanya menggelengkan kepala sambil meneruskan tangisannya.

"Gue tadi nggak kasar kan?" Kina menggeleng

"Terus kenapa, bilang ke gue"

"Gue Cuma tiba-tiba kangen sama Ibu" ucap Kina lirih

Hayom menghela nafas. Untung saja bukan hal fatal yang membuat Kina menangis.

"Gimana kalo besok kita nengokin Ibu? Sejak Ibu meninggal, kita belum ke sana kan?"

"Iya"

"Yaudah besok sore kita ke sana, kebetulan gue nggak ada jadwal latihan besok"

Kina mengangguk tapi tangisannya belum berhenti. Ini sungguh tak direncanakan, bahkan akhir-akhir ini dia tidak pernah teringat dengan Ibunya, namun baru sekitar sejam yang lalu ingatannya bermuara ke sana.

Tangan Hayom terulur, mengusap air mata yang mengalir ke pipi. Dengan posisi yang masih terbaring, dia menggeser tubuhnya mendekat dan merengkuh Kina dengan hati-hati.

"Ya ampun Kin, gue kira lo kenapa. Udahan dong nangisnya" tangannya mengusap rambut Kina pelan. Dia tidak pernah bersinggungan dengan perempuan yang sedang menangis kecuali Mamanya yang menangis karena dipanggil guru untuk ke sekian kali ke sekolah dan Papanya lah yang selalu membantu Mama tenang. Tapi sekarang, dia tidak tahu harus berbuat apa. Jadi, dia hanya terdiam beberapa saat sambil mengusap Kina pelan berharap hal itu bisa menenangkan meskipun ia tidak yakin.

MARRIAGE WITH BENEFITWhere stories live. Discover now