MWB-47. Murid vs Guru

1.6K 156 41
                                    

Kina menggosok-gosok matanya lagi dengan air hangat yang keluar dari kran. Sudah hampir setengah jam dirinya berada di dalam kamar mandi untuk menenangkan diri sekaligus memperbaiki wajahnya yang sembab akibat menangis semalaman. Tapi, rasanya tak ada perubahan yang berarti.

Kantung matanya masih membengkak dan hidungnya masih memerah. Kina menghela nafas frustasi saat melihat pantulan dirinya di cermin. Mudah-mudahan saja ada salah satu skincare mahalnya yang bisa membantu.

Ia kembali duduk di pinggiran bath tube sambil menunggu airnya penuh. Kepalanya terasa pening dan hidungnya sedikit tersumbat. Berendam air panas di pagi-pagi buta seperti ini, semoga bisa memperbaiki suasana hatinya.

Mungkin karena saya suka kamu.

Kata-kata itu sekali lagi terngiang di pikirannya. Kina tersenyum getir karena tahu kenyataannya kata-kata itu hanya sebuah omong kosong belaka. Ah, betapa bodohnya dia. Seorang Dirga yang tampan dan gagah itu sudah pasti jelas tak mungkin menyukainya.

Seharusnya Kina sadar lebih awal. Gurunya itu sudah pasti terlalu tinggi untuk dirinya yang terlalu rendah. Kenapa ia harus percaya pada cerita-cerita romance yang ia baca. Si tampan yang mencintai si jelek. Si kaya yang terpukau pada si miskin. Di kehidupan nyata, itu sangat mustahil terjadi.

Seharusnya ia sadar lebih awal. Semua itu berjalan terlalu cepat dan terlalu mulus, tanpa ada halangan yang berarti. Makan malam yang mereka lalui bersama mungkin hanya bagian dari manuver seorang Dirga untuk mencapai tujuannya. Mengambil hati Kina dan mempermainkannya. Entah dirinya adalah orang ke berapa yang menjadi korban.

Seharusnya ia sadar lebih awal. Dirga yang tampan tak mungkin hanya dirinya yang menyukai. Pasti ada banyak siswa lain yang memiliki rasa yang sama. Dan dia tak tahu apakah mereka juga diperlakukan sama oleh Dirga. Merahasiakan hubungan mereka, diperlakukan seolah-olah hanya satu-satunya, ternyata hanya menjadi bagian dari ambisi bodoh semata.

Seharusnya ia sadar lebih awal. Dirinya terlalu percaya dengan Dirga. Ia bahkan tak pernah ragu dengan latar belakang Dirga. Bukankah seharusnya ia curiga kenapa Dirga mau menjadi guru dengan gaji yang ia tahu tidak seberapa itu. Lagi, Kina tersenyum getir. Bahkan ia sudah memberikan sepenuh hatinya. Hati yang utuh itu malah menjadi porak poranda saat ini.

Bendungan air matanya tak sanggup lagi menahan. Cairan bening itu luluh begitu saja. Pertama kali ia mencintai dan ternyata rasanya patah hati memang sesakit ini.

Jangan jauh-jauh nanti kuliahnya, biar saya bisa deket terus sama kamu.

Kalau setelah lulus, saya ajak kamu ke hubungan yang lebih serius, apa kamu mau? Kalau gak diiket dulu, saya takut kamu diambil orang, Kin.

Kalimat yang dulu telah melambungkan hatinya ke atas langit terasa begitu pahit. Asa yang sudah ia rangkai dengan imajinasi-imajinasi yang sempurna sudah tak berarti lagi. Cinta memang sebuta itu, hingga dia tak berpikir sebelumnya kalau Dirga sangat mungkin hanya membohonginya.

Apa dirinya memang begitu bodoh dan lugu? Ah, mungkin mereka benar. Anak SMA yang sedang dalam masa abg puber sangat mudah dibodohi dan menjadi objek yang sempurna untuk main-main. Kenyataan itu membuat dada Kina sesak, dan sekali lagi ia membekap mulutnya supaya isakannya tak terdengar dari luar.

**

Hayom keluar dari kelasnya lebih awal meskipun jam pelajarannya di kelas belum usai. Ia berjalan cepat meski sebenarnya ingin berlari saja tetapi ia tak mau menjadi pusat perhatian sepanjang koridor kelas yang memungkinkan dirinya akan mendapat teguran dari guru di kelas lain.

Langkahnya yang panjang mengantarkannya pada tempat tujuan lebih cepat. Kantin. Ia mengedarkan pandangan di area kantin dan langsung berjalan tegas menuju sosok Dafa yang sedang menikmati makan siangnya.

MARRIAGE WITH BENEFITWhere stories live. Discover now