MWB-30

2.4K 156 15
                                    

Kina hanya melirik sedikit saat pintu kamarnya terbuka. Ia lantas kembali fokus pada kumpulan soal matematika di hadapannya. Bagi sebagian orang, matematika mungkin menjadi momok yang sangat menakutkan. Tapi tidak bagi cewek pintar itu. Matematika selain menyenangkan juga bisa menjadi pelarian. Setidaknya itu yang selalu ia lakukan ketika sedang bad mood atau malas dengan keadaan sekitar. Ia akan mengerjakan banyak soal matematika hanya demi membuat otaknya berpikir pada hal lain dan sejenak melupakan keluh kesahnya.

Jam beker di meja belajar menunjukkan pukul lima sore. Sebentar lagi adzan magrib akan berkumandang. Ternyata Hayom menepati janjinya untuk tidak pulang terlalu malam karena Mama Hayu akan mengadakan makan malam bersama.

"Baru pulang?" pertanyaan basa-basi ia lontarkan saat mendapati sosok Hayom duduk di atas meja belajarnya sendiri di sampingnya.

"Hm."

"Habis dari mana?" Kina merutuki diri sendiri. Kenapa dirinya harus menanyakan hal itu. Bukankah sudah jelas kalau Hayom pasti pergi bersama teman-temannya atau dengan....Dara untuk merayakan kemenangan mereka tadi.

"Cuma makan-makan pizza aja tadi sama anak-anak, sama Dara juga."

Tuh kan. Ya sebenarnya terserah Hayom sih mau pergi dengan siapa. Kan itu bukan urusannya. Sebentar. Kenapa dirinya harus peduli dengan siapa Hayom pergi? Kina menggeleng-gelengkan kepala. Itu memang hak Hayom, ia harusnya tidak peduli sama sekali.

"Gue ada sesuatu buat lo."

Kepala Kina mendongak. Ia mendapati Hayom tengah tersenyum sambil mengulurkan sebuah paper bag.

Dengan malas ia mengambil paper bag itu. "Thanks." Ucapnya datar. Ia lantas kembali pada buku matematika di meja.

"Nggak lo buka?"

Kina menghela nafas dan mengambil paper bag. Dia membukanya asal-asalan, hanya untuk menghormati pemberian dari Hayom. Namun, kemudian mulutnya terbuka dan matanya membeliak tak percaya setelah melihat isinya.

"Ini kan novelnya Matt Haig yang terbaru! Ini beneran buat gue?" tanyanya tak percaya.

Hayom tersenyum. "Iya lah. Tadi gue nggak sengaja lihat itu di display toko buku. Gue punya feeling lo pasti suka soalnya mbaknya bilang itu baru dateng tadi pagi."

Dengan mata berbinar, Kina memeluk buku itu. "Makasih Hayom! Gue kira lo lupa sama gue."

Hayom terkekeh. Ia kemudian mengacak rambut Kina dengan gemas. "Oh jadi ini yang buat lo ngambek daritadi? Nggak mungkinlah gue lupa sama lo. Lo kan yang buat gue nggak grogi."

"Ih dasar mesum!" Kina mencubit perut Hayom.

"Tapi Kin, gue mau tanya satu hal"

"Apa?"

"Soal Dafa..."

"Gue nggak ada hubungan apa pun sama dia."

"Yakin?" tanya Hayom, satu alisnya terangkat. "Dafa itu—dia salah satu temen gue yang paling baik. Jadi gue pikir kalau lo emang masih mau sama Dirga dan nggak suka sama Dafa. Lo—lo harus bilang itu ke Dafa. Jangan buat dia salah paham. Gue nggak mau dia sakit hati."

Kina terdiam. Apa itu berarti Dafa memang memiliki perasaan padanya? Tapi Dafa bahkan tidak pernah bilang apa-apa. Dia menggelengkan kepalanya pelan.

Hayom menghela nafas dan membuka kaosnya. "Gue mau mandi dulu. Siap-siap aja kayanya mbok lastri udah masak banyak di bawah. Jangan ngerjain matematika mulu, gak pusing apa emangnya?" ucapnya sambil berlalu.

Dering ponsel mengagetkan Kina. Dia meraih ponsel itu dan membuka pesan yang masuk.

Dirga: ada acara bedah buku malam minggu besok. Mau datang?

MARRIAGE WITH BENEFITWhere stories live. Discover now