MWB-4

3.3K 168 1
                                    

Kalau ada hari yang paling dia sesali dalam hidupnya mungkin itu terjadi pada hari ini. Hatinya masih kesal akan keputusan sepihak dari orang tuanya. Korban yang kemarin dia tabrak pasti sudah tahu siapa itu Hayom dan keluarganya. Mereka memang jenius, dikasih uang saja tidak mempan dan harus meminta sebuah pernikahan? Dammit! Yang benar saja?!

Kepalanya bergidik membayangkan apa yang akan dilaluinya nanti. Sebuah hubungan pernikahan yang tak dilandasi oleh cinta dan bahkan dia sama sekali tidak tahu siapa calon istrinya. Apa dia pantas bersanding dengannya yang tampan dan rupawan ini? Jangan-jangan ini hanya siasat mereka untuk mengambil harta keluarganya yang kaya raya? Yang ada di dalam otak Hayom sejak tadi hanyalah spekulasi dan konspirasi yang dilakukan oleh mereka terhadap dirinya. Entah kenapa dia merasa kalau saat ini posisinya bukan lagi sebagai tersangka melainkan sebagai korban.

Hayom berjalan di lorong rumah sakit sesuai dengan titah orang tuanya tadi. Sehebat apapun dia menolak gagasan ini, hanya satu jawaban yang pasti akan didapatkannya. Penolakan. Ya apalagi?

Dia menghentikan langkahnya di depan sebuah kamar ICU, setelah sempat mengecek ponselnya tadi ternyata ada notif bahwa Mama dan Papanya tengah makan siang di luar dan memintanya untuk menunggu. Saat pantatnya telah hampir mendarat pada salah satu kursi di sana, pandangannya tertuju pada seorang Gadis yang juga terduduk tak jauh dari posisinya. Gadis itu menunduk sambil memainkan ujung kukunya. Apakah ini gadis yang dimaksud oleh Mama? Si Akina Najwa itu?

"Hai, kamu Akina Najwa?" meskipun sempat ragu, Hayom bertanya juga dan kepala gadis itu mendongak saat mendengar namanya disebut.

"Iya", Hayom mengamati wajah gadis itu sekilas dari ujung rambut hingga ujung kaki dan berlanjut sebaliknya. Tidak ada yang spesial dari gadis di depannya, dia terlalu biasa, tidak jelek dan tidak cantik juga. Wajahnya polos tanpa goresan make up sedikit pun dan karenanya beberapa bercak jerawatnya pun terlihat cukup jelas.

"Jadi lo yang mau nikahin gue?"

Hayom tersentak saat gadis itu membuka suara membuyarkan dirinya yang tengah menilai penampilannya "Lo kenal gue?" tanya Hayom

"Kenal. Lo Hayom kan?"

Hayom mengangguk "Dari mana lo tahu?"

"Kita satu sekolah"

Kaget. Hayom kaget mendengar jawaban itu, ternyata mereka satu sekolah tapi kenapa dia tidak tahu

"Lo kelas berapa?"

"12 sama kaya Lo"

"Kok gue nggak kenal lo sih?" tanya Hayom heran

"Gue emang nggak sepopuler lo, anak badung yang jelalatan dan petakilan yang akhirnya nabrak Ibu gue sampe kritis" Kata Kina sebal

Hayom menggeram meskipun di dalam dirinya juga menyesal mendengar ucapan gadis yang katanya calon istrinya itu "Gue nggak sengaja, sorry, dan gue juga nggak mau sebenarnya harus nikah sama lo gara-gara itu"

"Lo pikir gue mau? Kalau bukan itu wasiat Ibu gue, mending enggak deh" jawab kina kesal, kedua tangannya kini terlipat di dadanya. Sebenarnya sudah sejak kemarin dia mengira-ngira siapa orang yang menabrak Ibunya dan kenapa Budhenya bilang dia harus menikah dengannya karena Ibu telah berwasiat. Tidak menyangka kalau perkiraannya meleset sangat jauh, dia pikir dia harus menikahi pria berumur tapi yang ada dihadapannya saat ini adalah salah satu pentolan sekolahnya yang sudah terkenal berandal.

Kina menghembuskan nafasnya keras, ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi ini semua. Kalau bisa, ia sebenarnya ingin menolak tapi tak berdaya karena posisinya yang serba tidak menguntungkan. Ia tahu ini adalah salah satu cara untuk membuat Budhe dan Pakdhenya tenang dan selain itu ia juga tidak mau lagi menjadi beban mereka karena setelah Ibu dalam kondisi seperti ini cepat atau lambat pasti masalah finansial nanti akan menghampirinya.

"Lho kalian udah ketemu?" Hayom dan Kina kompak menoleh pada sumber suara dan melihat Hayu dan Firman yang berjalan mendekat mereka. Sesungging senyum Kina coba berikan meskipun ia saat ini masih dongkol dengan perasaannya.

"Baguslah kalau begitu. Hayom, udah dihapalin belum ijabnya? Nih kamu ganti baju dulu, nanti habis maghrib penghulunya datang. Kina kamu juga ganti baju ya, ini tadi tante udah beliin", Kina dan Hayom menerima sebuah tas yang berisi pakaian mereka.

"Udah pada makan siang belum?" tanya Hayu lagi

"Udah Ma"

"Udah tante"

Hayom dan Kina menjawab bersamaan. Hayu dan Firman tersenyum mendengar mereka menjawab bersamaan, itu adalah salah satu tanda kalau mereka memang berjodoh bukan?

***

Menjelang maghrib saat semua sudah siap. Penghulu sudah datang, semua wali juga sudah hadir tanpa terkecuali. Hayu juga sudah membelikan mas kawin yang akan digunakan anaknya dalam proses ijab kobul. Seperangkat perhiasan yang harus ia beli dadakan dengan harga yang cukup fantastis. Para pelayan di toko perhiasan tadi bahkan kaget karena ada pembeli yang menghabiskan uangnya hingga puluhan miliar hanya dalam kurun waktu kurang dari satu jam.

Akan tetapi, manusia berencana dan Tuhan yang menentukan. Semua persiapan ini tidak bisa terlaksana sesuai rencana karena tiba-tiba kondisi Fatma – Ibunya Kina – memburuk bahkan sempat kritis. Semua orang merasa kalut bahkan Hayom yang sejak kemarin tidak menaruh rasa iba pada orang yang ditabraknya. Mau tidak mau dia tersentuh akan kejadian ini apalagi melihat Mamanya yang juga seperti kebingungan dalam menghadapi ini. Apalagi Kina, dia hanya bisa menangis sepanjang ibunya kritis. Dia bahkan tidak peduli lagi pada make-up tipis yang sudah Hayu poleskan tadi sore. Gaun selututnya pun kini tampak kusut dan beberapa bagiannya basah karena tetesan air mata dan ingusnya yang keluar terus-menerus.

Akibatnya, proses ijab kobul tertunda selama kurang lebih tiga jam. Namun, akhirnya kondisi Fatma kembali stabil setelah dokter melakukan beberapa tindakan cepat dan tanggap. Para orang tua dan penghulu sepakat untuk melanjutkan rencana mereka segera. Setelah kejadian tadi, entah kenapa semuanya seperti memiliki pikiran dan firasat yang sama. Wasiat itu harus segera dilaksanakan.

Dan setelahnya dapat ditebak, Kina dan Hayom resmi menjadi sepasang suami istri dihadapan penghulu, wali dan juga Fatma yang terbaring lemah di atas brankar. Suasana ijab kobul terlampau sunyi dan mengharukan. Kina sebisa mungkin menahan isakannya dan Hayom tidak pernah lepas menghela nafas atas kejadian yang menurutnya sialan itu.

MARRIAGE WITH BENEFITWhere stories live. Discover now