MWB-9

2.5K 156 1
                                    

Langkah kaki kecil itu kini dipercepat mencoba mengejar seseorang yang berjalan tidak jauh dari koridor sekolah. Dengan menenteng sebuah paper bag siswa berparas cantik dan berambut panjang itu tersenyum seraya memanggil nama yang dimaksud.

"Kak Kina!"

Merasa dipanggil, Kina pun membalikkan badannya dan melihat ada orang yang tengah berlari kecil ke arahnya. Ah, ternyata Handara si siswa cantik yang memanggilnya.

"Handara, kamu manggil aku?"

"Iya kak. Mau ngasih ini" Handara menyodorkan sebuah paper bag yang dari tadi ditentengnya.

"Apa ini?" Kina membuka isi paper bag itu yang ternyata di dalamnya berisikan sebuah dompet

"Kak Kina suka nggak? Kemarin aku lihat itu di Mall, terus kepikiran buat Kak Kina"

"Bagus. Ini buat aku?" Handara mengangguk

"Dalam rangka apa nih?"

"Sebagai ucapan terima kasih buat yang kemarin kak" Belum sempat Kina melanjutkan ucapannya ponselnya berdering nyaring dari dalam tasnya.

"Bentar ya, aku angkat telfon dulu" Handara mengangguk dan tetap berdiri di sebelah Kina

"Halo Ma"

"Kamu olimpiadenya hari ini kan?" ucap Mama di seberang sana

"Iya Ma"

"Semoga lancar ya sayang, nanti mau dijemput nggak?"

"Nggak usah ma, kaya biasanya nanti aku pulang sendiri"

"Yakin? Hayom udah di sekolah juga kan?" Kina menajamkan matanya melihat orang yang kini berada di depannya

"Iya, ini di sini"

"Kalau ada apa-apa kamu langsung hubungin Hayom aja, Mama tadi udah pesen sama dia. Yaudah kalau gitu mama tutup ya"

"Iya Ma, makasih ya" Kina menutup ponselnya dan memasukkannya lagi ke dalam tas. Dia kembali melihat dompet yang diberikan oleh Handara tadi.

"Makasih ya Dara, ini bagus banget. Sorry ya aku tinggal dulu, mau ada urusan soalnya" Ucapnya pada Handara yang sepertinya tengah tertunduk malu karena ada Hayom di sebelahnya.

"Iya kak, sama-sama" Jawab Handara

"Lo udah mau berangkat olimpiade?" Kina mengangguk menjawab pertanyaan dari Hayom

Hayom tersenyum dan menepuk bahu Kina "Semoga lancar ya, gue doain biar menang"

Kina melihat tangan Hayom yang kini berada di bahunya, sedetik kemudian tubuhnya melengos tidak menerima sentuhan itu.

"Iya, makasih doanya Yom. Gue ke kantor guru dulu, kayanya udah ditungguin juga. Bye Dara"

"Semoga menang ya Kak"

Kina tersenyum pada dua orang di hadapannya dan kemudian berjalan menuju ruang guru karena hari ini dia harus pergi ke SMA Tarumanegara tempat olimpiade matematika diadakan.

"Kamu ngapain tadi sama Kina?" Tanya Hayom setelah Kina sudah berlalu

"Cuma ngasih sesuatu, kemarin dia nolongin aku Kak"

"Nolongin apa?"

Handara berfikir sejenak, ragu untuk mengatakan yang sebenarnya "Emmm... Girl things"

Hayom mengerutkan dahinya, karena tidak tahu apa yang dimaksud dengan girl things itu. Memang kata itu bermakna banyak juga, "Ohh, Yaudah. Kamu mau ke kelas kan? Yuk aku anter"

Handara mengangguk sambil tersenyum malu, tidak menyangka orang yang baru minggu lalu dia tolak justru masih baik kepadanya. Apa dia mulai menyesali keputusannya untuk menolak pernyataan cinta oleh kakak kelasnya itu?

***

Kina saat ini tengah memandangi papan pengumuman di depannya dan dia masih gelisah melihat secarik kertas yang tertempel di sana. Babak penyisihan tadi sudah berlalu dan saat ini hasilnya sudah keluar.

Dari 60 sekolah yang mengirimkan wakilnya, akan disaring lagi menjadi 15 siswa yang akan melanjutkan ke babak final dan nama Kina ada di urutan ke tiga dari 15 siswa teratas itu. Namun sayangnya Kina tidak puas dengan hasil ini.

Dia mengurut keningnya, bingung karena sepertinya dia sudah mengerjakan soalnya dengan baik namun kenapa dia menjadi urutan ke tiga dan bukannya yang pertama? Ini pasti ada yang salah.

Dirga menepuk pundak Kina yang sedari tadi masih kalut dengan informasi itu padahal seharusnya dia senang karena dirinya sudah berhasil menyisihkan banyak siswa dari sekolah lainnya dan berhasil masuk ke babak final.

"Wah, kamu masuk babak final tuh. Selamat ya,"

Kina menoleh ke arah Dirga yang saat ini tengah tersenyum memandanginya. Tidak seperti tadi pagi yang mana ia begitu exited karena didampingi oleh Dirga, justru sekarang ia khawatir dengan senyuman yang diberikan oleh Dirga. Jangan-jangan konsentrasinya terganggu karena ini dan Kina tidak menyukainya.

"Makasih pak, aku harus belajar dulu buat final"

"Masih dua jam lagi, kita makan siang dulu saja"

"Nggak usah deh pak, aku bawa roti kok. Aku harus belajar dulu pak, posisiku nggak aman"

Kali ini Dirga yang heran pada Kina karena menurutnya menjadi urutan ke tiga sudah sangat bagus apalagi kali ini target dari sekolah hanya tiga besar bukan menjadi juara satu. Namun belum sempat dia mencegah Kina, anak itu sudah pergi menghilang dan masuk ke salah satu kelas di SMA Tarumanegara yang kosong. Dirga menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, bingung menghadapi remaja yang satu ini.

Sambil mengunyah roti yang dibawanya tadi dari rumah, Kina membolak-balikkan buku matematika di depannya. Untung saja Mamanya tadi memaksa Kina untuk membawa roti padahal Kina biasanya tidak membawa bekal apa pun, jadi kali ini dia bisa menghindari Dirga dan juga bisa melihat lagi di mana letak kesalahannya kenapa dia bisa berada di urutan ke tiga.

Kina sebenarnya sadar kalau sekolah tidak menargetkannya untuk mendapatkan juara satu namun menjadi yang teratas adalah harapannya saat ini. Bukan apa-apa, tapi dia ingin mendapatkan beasiswa penuh di universitas negeri nomor satu di negeri ini dan untuk memuluskan hal itu dia harus menjadi yang teratas. Dia tidak mau menjadi beban bagi keluarga Hayom meskipun dia tahu benar kalau mereka akan sukarela membiayai kuliahnya nanti.

Baru saja dia selesai menelan rotinya dan menghela nafas namun dia sudah dikagetkan dengan adanya sendok berisi nasi dan sayur di depan mulutnya. Seketika itu juga Kina menoleh ke samping yang ternyata sudah ada sosok yang sedari tadi mengganggu konsentrasinya dan sialnya orang itu kina tengah tersenyum padanya.

"Kamu kan mau belajar, jadi biar saya yang nyuapin kamu"

Demi apa, Kina saat ini terbengong mendengarnya dan melirik sendok di depannya. Dirga menaikkan alisnya dan memajukan sendok yang penuh nasi itu.

"Tapi pak, biar saya makan sendiri saja"

"Eitss, nggak apa-apa. Ayo haaakk" Tidak ada pilihan lain, Kina pun membuka mulutnya dan menerima sendok itu di dalam mulutnya. Dirga merasa puas karena akhirnya Kina mau membuka mulutnya.

"Good. Abisin ya" Beruntung ini semua terjadi di sekolah lain yang mana tidak ada orang yang mengenali mereka. Diam-diam Kina bersyukur karena bisa memandang gurunya itu lebih dekat tidak seperti biasanya hanya bisa memandang dari jauh. Apalagi saat ini Dirga setia mengarahkan sendok ke arah mulut Kina, lagi dan lagi.

MARRIAGE WITH BENEFITWhere stories live. Discover now