Tiga Puluh Sembilan

1.5K 197 15
                                    

Author's POV

Jake langsung ambruk ke aspal ketika Addo menendang pinggangnya dari samping. Laki-laki berambut keriting itu mengerang, mencoba bangun dengan menumpukan tangan pada aspal, tapi pinggangnya luar biasa sakit sehingga ia kembali jatuh telungkup tak berdaya.

"Kau!" Jason menggeram pada Addo. "Bangsat! Kenapa kau ikut-ikutan urusan kami, hah?!"

"Aku tidak ikut campur," Addo menepuk tangan selayaknya sedang membersihkan noda, lalu menaruh kedua tangannya ke dalam saku celana. "Aku tidak berkelahi untuk keparat ini," Addo menggeleng ke arah Carol yang masih terbaring dibelakangnya. "Tapi kau ingat urusan kita ketika kau menyinggung Alice? Nah itu dia."

Jason tersenyum menyeringai, "Oh ya, gadis itu. Aku ingat." Dia mengamati Addo sejenak. "Jadi kau memang menyukainya?"

Addo tertawa pahit. "Menyukainya? Bagaimana kalau kata yang tepat adalah sahabat?"

"Aw, manis sekali."

BRUGH! Addo hendak menyahut tapi ia terjungkal lebih dulu lantaran secara tiba-tiba—dan tak terduga—Jake mendorongnya dari samping hingga ia terjatuh. Beruntung Addo masih menggendong tas sekolah, jadi punggungnya tidak langsung membentur aspal.

"Jangan sok pahlawan, dumbass!" desisnya hanya lima senti dari wajah Addo. Bau napasnya benar-benar tercium dan itu jauh lebih memuakkan ketimbang dorongannya.

"Dasar berandal tengik!" kepalan tinju Addo menonjok pipi kiri Jake, dia kembali terhuyung dan Addo menggunakan kesempatan itu untuk bangkit. Tepat saat itu juga Jason masuk menyerang Addo. Dia melakukan hal serupa yang dilakukan Addo sesaat sebelumnya pada temannya—Jason menonjok hidung dan rahang Addo bertubi-tubi.

Tak perlu waktu lama hingga Addo merasakan ada rasa perih, hangat dan berupa cairan mengalir dari rongga hidungnya. Sialan, pikirnya geram. Dia membuat hidungku berdarah.

Setelah itu Jason menarik kerah kemeja lawannya, menyeret lelaki yang lebih kurus makin dekat ke hadapannya. Dia berbicara dengan penuh penekanan, rahangnya bahkan mengeras di setiap kali melontarkan kata demi kata, "Aku tidak akan pernah melupakan apa yang kau lakukan pada kakakku, Chance. Kau harus membayarnya hari ini juga!"

Sebuah bogem keras mendarat di perut Addo. Jason melepaskan cengkramannya dari kerah kemejanya, dan remaja berambut cokelat itu serta merta jatuh berlutut di tanah.

"Kau akan mati dengan bajingan tak berguna yang satu itu." Yang dia maksud adalah Carol. "Kalian berdua akan mendapatkan balasannya karena telah berani main-main denganku. Terutama kau, Chance! Kau akan mendapatkan pembalasan terberat karena sudah membawa kakakku—"

Kalimatnya terputus. Masih sambil menahan perih, Addo memaksakan untuk menengadah, sepenuhnya karena penasaran kenapa Jason tiba-tiba berhenti bicara. Carol sudah bangkit, dan dia balas menendang perut berlemak Jason. Si tukang bully roboh, namun Carol masih belum berhenti menghajarnya. Dia menginjak, memukul, sambil berteriak-teriak seperti orang kesetanan. Jake berlari mencoba menolong Jason, namun Addo melihatnya dan merentangkan kaki tepat didepan langkahnya. Jake yang ceroboh berhasil jatuh tersungkur, lalu Addo mengambil kesempatan dengan menduduki punggungnya. Dijambaknya rambut keriting Jake.

"Ini karena kau membuat hidungku berdarah," kata Addo, menekan kepala lelaki dibawahnya ke tanah dan menggosok-gosok wajahnya selayaknya menggosok penghapus karet.

"KAU KIRA LUCU KEHILANGAN AYAH, HAH?! KAU SENDIRI JUGA TIDAK PUNYA IBU, BANGSAT!" Carol berteriak lagi, mengalihkan perhatian Addo padanya. Ia tertegun sejenak, sebagian karena melihat Jason benar-benar dibuat tak berdaya oleh Carol, sebagiannya lagi karena apa yang baru ia dengar. Sebentar-sebentar ia merasakan Jake hendak bangun, namun Addo sigap menahan bagian belakang kepalanya dengan sepatunya—Addo menginjaknya seperti menginjak rem mobil.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang