Enam Belas

2.1K 246 16
                                    

Author's POV

Pikiran Addo dipenuhi banyak tanda tanya, disaat yang bersamaan dia yakin dirinya sedang bermimpi.

Itu karena saat ini Addo melihat kedua orangtuanya, berdiri disamping tempat tidurnya dan tersenyum padanya. Perhatian Addi terfokus hanya pada sosok ayahnya, yang saat itu wajahnya kelihatan begitu jelas.

"Addo," panggil ayahnya kemudian, mengirimkan rasa mencelus sebelum kehangatan ke dalam relung hati Addo. Ini pertama kalinya Addo mendengar suara ayahnya... meski hanya dalam mimpi, tapi itu saja sudah membuatnya luar biasa bahagia! Kemudian dia mencoba untuk menyahut. Dia berani bersumpah pada Tuhan, dia sudah lama menunggu saat ini! Addo ingin sekali berbicara dengan ayahnya tapi--tunggu, kenapa mulutnya tiba-tiba terasa terkunci rapat?

Rasanya kedua ujung bibir Addo seperti saling melekat satu sama lain, tidak bisa dibuka. Kepanikan serta merta menjalarinya. Tidak! Kumohon jangan sekarang! Aku ingin bicara pada Papa!

Addo terus mencoba untuk bicara, namun hasilnya tetap nihil.

Alhasil Addo hanya bisa memandangi wajah ayahnya. Sorot mata ayahnya menatapnya lembut, dan bibirnya mengulas sebuah senyum tipis yang manis. Oke, ini bukan kali pertama ayahnya muncul dalam mimpinya tapi untuk yang satu ini, entah mengapa Addo merasa segalanya begitu nyata. Seolah-olah ayahnya memang benar berada disana bersamanya dan juga ibunya.

Ayahnya masih tersenyum padanya. Tangannya bergerak ke dahinya, tapi aku tidak merasakan sentuhan jarinya sama sekali. Yap, betul kan apa katanya tadi; ini hanya mimpi. Siapapun tahu dengan persis bahwa ayah Addo sudah tiada...

"Papa menyayangimu, Addo. Sangat sayang dan juga... rindu."

Aku juga, Pa, Addo bergumam dalam hati.

"Tidurlah sekarang," lanjutnya. Suara ayahnya berat, dan dia mengucapkan setiap kata-katanya secara pelan, seperti sedang berbisik. Addo tersenyum padanya untuk yang terakhir sebelum menutup matanya kembali.

Tangan Greyson mengelus kening Addo, yang sesungguhnya masih ada jarak yang tersisa diantara jarinya dan kulit anaknya. Greyson hanya menganggap telah mengusapnya. "Tidurlah sekarang," katanya lagi kemudian. Putranya memang tampak sangat membutuhkan istirahat, apalagi setelah dia sempat kehilangan banyak darah.

Addo tersenyum, nyaris bersamaan dengan kelopak matanya yang menutup perlahan. Dia kembali tidur. Akhirnya, setelah sekian lama Greyson bisa menampakkan diri didepannya.

"Apa kau yakin ini tidak apa-apa?" nada bicara Pat terdengar agak khawatir. Greyson menggeleng yakin.

"Tidak, tenang saja. Dia pasti menganggap itu mimpi. Kelihatan dia tadi tidak sadar sepenuhnya," jawab Greyson tanpa mengalihkan pandang dari wajah Addo. Ucapannya ada benarnya karena hanya berselang beberapa detik setelah terbangun setengah sadar, sekarang dia sudah tidur lelap.

"Ngomong-ngomong apa Addo memang gampang untuk tidur sepulas ini?" tanya Greyson iseng. Tapi Pat hanya menyambutnya dengan senyum tipis. Greyson tahu dia masih syok. Selama Addo mendapat penanganan medis, dia tidak berhenti menangis. Harus Greyson akui, Pat memang orang yang sulit untuk ditenangkan.

Kemudian dia melayang ke sisi ranjang satunya, mendekati istrinya yang masih memandangi Addo sayu dengan matanya yang merah dan bengkak. "Kita bicara diluar saja, bagaimana?"

Pat berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Tunggu sebentar. Aku akan minta Tanner menunggui Addo."

Sebelum pergi, Pat mengecup kening Addo. Diluar kamar ada Tanner dan Daniel. Tanner berdiri dengan pose bersandar di dinding, sedangkan Daniel juga berdiri tak jauh darinya. Tangannya sibuk mengutak-atik handphone.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now