Lima Puluh Enam

1.4K 184 15
                                    

Author's POV

Beberapa bulan lagi setelah itu, Addo ada di sebuah ruangan ganti. Dia berdiri didepan cermin, memakai tuxedo warna hitam. Setelah selesai berpakaian, dia menyisir rambutnya. Untuk kali ini dia menyisir rambutnya dengan rapi, bahkan menambahkan gel rambut.

Addo menatap bayangan dirinya agak takjub. Sekarang ada kacamata yang membingkai matanya—membuat penampilannya sama sekali persis dengan almarhum ayahnya sewaktu muda. Sejujurnya dia tidak ada maksud untuk menyamakan penampilan dengan Greyson. Dia memang baru-baru ini mengidap minus pada mata, akibat kebanyakan berkutat di laptop.

Terakhir, Addo memasang dasi yang berwarna senada dengan tuxedonya: hitam. Ketika itulah tiba-tiba Matt dan Alice datang menghampirinya dari luar.

"Wow, tuan pelayan, eh? Kau benar-benar cocok menjadi pelayan kami untuk seharian ini." Gurau Matt, yang dibalas dengan tonjokan pelan Addo pada sikunya.

"Enak saja pelayan"—pun mereka sama-sama terbahak.

"Selamat ya untukmu." Alice memberikan sebuah kado berukuran sedang ke Addo.

"Untukku? Thanks, babe!" Dia menerimanya dengan tingkah selayaknya anak kecil. Kado itu dia timbang-timbang dan diguncangkan pelan didekat telinganya. Addo berusaha keras menebak apa isinya.

"Um...sebenarnya itu untuk ibumu." lanjut Alice.

Matt menempeleng kepala Addo sambil tertawa terbahak-bahak. Addo meng-oh singkat lalu cengar-cengir.

"Yeah alright—akan kuberikan pada Mama nanti. Oh ya, ngomong-ngomong aku mau bicara denganmu." Bola matanya menunjuk Matt lalu arah pintu keluar dibelakangnya secara bergantian. Addo yang sekarang terkekeh melihat sahabatnya itu menggerutu, "Oke, oke lovebirds," lalu keluar ruangan dengan pura-pura kesal lantaran diusir.

Begitu Matt pergi, Addo mendekati Alice dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang gadis itu.

"Kau tidak merindukanku, hm?" bisik Addo disamping telinga Alice. Sejurus berikutnya ia membenamkan muka di tengkuk Alice. Gadis itu wangi lemon.

"Buat apa aku merindukan laki-laki sepertimu?" ejek Alice sambil mencubit daun telinga Addo.

"Oh begitu? Hm..." Addo menarik diri, memasang wajah malas menanggapi. Alice tertawa singkat lalu mencium pipi pacarnya itu. Ya, mereka telah pacaran sejak beberapa bulan yang lalu. Pun Addo lantas membalasnya dengan melakukan hal serupa.

"Selamat untuk pernikahan ibumu." lanjut Alice setelah mengalungkan kedua tangannya di leher Addo.

"Aku juga masih tidak menyangka mereka akan sungguhan menikah." aku Addo, mimik wajahnya serius. "Lagipula hubungan mereka berdua masih begitu singkat. Kau tahu babe, rasanya semua berjalan begitu cepat dan aku merasa—"

"Menurutku itu hal yang bagus." potong Alice, wajahnya tak kalah serius dengan Addo. "Bahkan kau dan Mr. Leclercq sudah ada kedekatan sebelum dia dan ibumu terlibat perasaan apapun."

"Aku geli mendengarmu memanggilnya Mr. Leclercq." setelah itu dia diam memperhatikan Alice yang kini sedang memperbaiki posisi dasinya. Senyum kembali terulas di wajahnya begitu mendengar gadis itu mengomel betapa payah dirinya karena tidak bisa memakai dasi dengan rapi.

"Dan namamu akan berganti menjadi Addo Grey Leclercq."

"Why, he's just my neighbor."

"No! You should call him daddy from now on." Secara tiba-tiba gadis itu menatap mata Addo penuh tanda tanya. "Memangnya kau sungguh-sungguh tidak menginginkan dia sebagai ayahmu?"

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz