Tiga Puluh Satu

1.8K 221 36
                                    

Author's POV

Sesampainya Addo di homeroom (tempat dimana kita harus melapor untuk absensi sebelum pelajaran dimulai) hari ini, semua orang sedang berkerumun mengelilingi Carol. Masih ingat Carol? Dia teman se-gengnya Jason Gordon. Tidak biasanya anak itu menarik perhatian seluruh orang.

Bahkan Addo mendapati kedua sahabatnya, Matt dan Alice, diantara kerumunan. Hal ini makin membuatnya penasaran. Bergegas Addo menghampiri kesana.

"Hei," dia menepuk pundak Matt. "Ada apa?"

"Tidak apa-apa," jawab lelaki berkacamata itu. Namun raut wajahnya juga tidak terlalu gembira.

"Ikut kami," Alice kemudian menarik tangannya dan mereka bertiga pergi ke bangku Matt yang berada di sisi lain ruangan. Alice memastikan tidak ada orang yang mendengar mereka, sebelum menjawab pertanyaan Addo tentang maksud kerumunan itu.

"Bukan berita bagus, tapi kau pasti ingin mendengarnya," kata Alice.

"Apa sih? Kalian membuatku penasaran."

Alice dan Matt saling bertukar pandang. "Kau yang jelaskan," kata Matt lebih dulu.

"Well, okay. Jadi, ayah Carol baru meninggal pagi ini."

Addo terkejut. "Hah?! Serius?"

Matt menjitak kepalanya. "Pelankan suaramu, bodoh! Ini bukan berita bahagia."

"Maaf, maaf," Addo memalingkan pandangan ke kerumunan tadi. Mereka ada di bagian depan. "Okay, pertanyaan berikutnya. Kenapa ayahnya meninggal?"

Baik Matt maupun Alice keduanya menggeleng.

"Dia tidak mengatakan apa-apa," aku Alice.

"Lalu bagaimana kau tahu ayahnya meninggal?"

"Seseorang menyebarkan beritanya."

Hening. Addo memilih menaruh perhatian pada keramaian, mencoba melihat Carol tapi gagal. Tapi dia bisa merasakan apa yang ia rasakan. Addo sudah lebih dulu ada dalam posisi Carol.

"Itu upahnya sering mengataimu anak yatim," lanjut Matt. "Dia sudah mendapatkannya sekarang."

"Shut up, Matthew! Bagaimana jika ayahmu yang meninggal?" sahut Addo agak keras, yang berhasil membungkamnya seketika.

"Kau juga tidak boleh berkata begitu," tegur Alice. Addo menatapnya sejenak sebelum bersandar ke kursi dan mengendikkan bahu. "Maaf. Matt membuatku emosi."

"Kalian berdua sama saja," kemudian dia pergi mencari Logan yang berdiri disekitar kerumunan bersama Percy, dan bersama-sama keluar homeroom. Baik Alice maupun Logan sama-sama tidak sadar bahwa pandangan Addo mengikuti mereka lekat-lekat sampai mereka keluar homeroom.

"Kemarin mereka bertengkar, sekarang mereka baikan," gumamnya heran bercampur kesal dan sedih. Kemudian Addo berpaling ke Matt, yang sudah lebih dulu mengucapkan apa yang Addo pikirkan, "Maaf, Do. Soal yang ucapanku yang tadi itu, memang aku yang salah."

Addo tersenyum. "Lupakan saja."

Tiba-tiba Carol bangkit dari bangkunya dan menyeruak dari kerumunan yang penasaran itu. Dia juga pergi meninggalkan homeroom, lengkap dengan tas punggungnya. Tak lama kemudian semua anak bubar, kembali ke meja masing-masing, namun masih dengan gosip masing-masing.

Dan Addo masih tidak mengerti apa yang perlu digosipkan tentang kematian ayah Carol?

"Addo," panggil Matt lagi.

"Ya?" Dia mendapati ketakutan terbersit di wajah sahabatnya.

"Ayahku tidak akan meninggal kan?"

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now