Empat Puluh Dua

1.9K 191 41
                                    

A/N da yang mau liat Madeon ngedugem? ada di multimedia atas sana ^ wkwkwk

-kiki x

***

Author's POV

Cheryl tidak langsung menjawab. Sebentar-sebentar dia hanya menghela napas, wajahnya yang banyak keriput melunak. Sedangkan matanya yang berwarna biru seperti Pat tampak begitu sendu, selayaknya ia telah lelah dengan sesuatu. Respon Cheryl membuat Pat makin tersinggung. Menurutnya, seharusnya dialah yang bereaksi seperti itu, bukan Cheryl.

"Aku sudah memberitahumu sedari kau hamil," katanya si ibu. "Masih belum jelas juga?"

"Aku ingat semua ucapanmu saat itu, Bu. Ingat sekali," kata Pat. "Tapi kenapa kau tidak mau berubah sedikit saja untuk Addo? Kali ini aku memohon," Pat sampai rela berpindah posisi ke depan ibunya dan berlutut saat mengatakan kalimat terakhir.

"Kau sebaiknya menyalahkanku, Bu. Sudah jelas aku bukan gadis baik-baik. Semua orang menilaku begitu," lanjutnya, seraya menatap lurus ke dalam mata Cheryl dan menggenggam kedua tangannya diatas pahanya. "Aku hanya ingin Ibu bisa menerima Addo. Dia tidak tahu apa-apa, dia tidak selayaknya dihukum atas perbuatanku dulu. Dia bukan—"

"Cukup Patricia, aku mengerti apa maksudmu," kata Cheryl.

"Tapi kenapa Ibu tidak bisa berubah sedikit saja, kalau Ibu memang mengerti? Itu semua masa lalu, Bu! Addo juga cucumu—dia anakku! Dia masih keturunanmu sendiri!" ketika Pat mengucapkannya, seketika itu juga air matanya mulai bercucuran. Cheryl hanya menatapnya saja, ekspresinya datar.

Tiba-tiba Pat merasa ada hawa hangat mengelilinginya. Dia menunduk sedikit dan melihat sepasang bayangan tangan melingkar dengan jarak beberapa senti di pinggangnya. Tak hanya disitu, hawa hangat itu berpindah kepundaknya di bagian kanan. Ketika dia menoleh, matanya bertemu dengan mata kelabu Greyson.

"Teruskan tapi jangan menangis," suaranya bergema dalam pikiran Pat. Pat hanya menjawab dengan anggukan kepala sepelan mungkin agar tidak sampai dilihat oleh Cheryl atau dia akan bertanya lagi.

"Pikiranku tidak akan berubah, Pat," lanjut Cheryl, menghentikan percakapan singkat Pat dengan Greyson. Tangannya membelai ubun-ubun kepala Pat hingga turun ke dekat telinga lembut. "Dengarkan aku, kau adalah anak semata wayangku. Sebagai ibu, sudah kewajibanku untuk melindungi putriku satu-satunya. Jadi..." tangan Cheryl berpindah menyentuh pipi kanan Pat. Ibu jarinya mengusap salah satu air matanya yang jatuh.

"Apa yang kulakukan sekarang sebenarnya untukmu, Sayang."

"Tapi bukan berarti Addo juga harus tak kau anggap!"

"Tidak, kau benar-benar tidak mengerti," nada bicara Cheryl makin memelan. "Kau juga tidak ingat dengan apa yang dilakukan oleh lelaki itu. Dia memanfaatkanmu dan pergi dari tanggung jawabnya dengan membunuh dirinya sendiri. Apa lelaki seperti itu yang pantas kau cintai hingga seumur hidupmu?"

"Tidak. Sudah cukup, aku tidak ingin membahasnya lagi," potong Pat seraya bangkit berdiri. Greyson juga ikut menyingkir, Pat melihatnya seklias. Kemudian dia mengusap air matanya yang tersisa, lalu menghela napas panjang. "Percakapan ini omong kosong. Tidak ada gunanya. Sikap Ibu sama sekali tidak membantu menyelesaikan masalah ini."

"Greyson Chance telah menghancurkan masa depan satu-satunya putri kesayangan Ibu!"

"Lalu Ibu mau bagaimana lagi? Semuanya sudah terjadi dan tak seorangpun bisa mengembalikan waktu segampang membalikkan telapak tangan!"

Tiba-tiba pintu depan ada yang mengetuk. Pat menggunakannya sebagai kesempatan untuk menyudahi percakapan. Bergegas ia menghampirinya dan membukakan bagi siapapun 'penyelamat' yang ada didepan sana.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now