Lima Puluh Empat

1.4K 187 13
                                    

(Author's POV) present time

"Jadi begitulah kenapa aku meninggal. Aku dihajar oleh Ernest dan teman-temannya di lab bahasa, lalu mereka menggantungku yang sekarat di tali hingga..." Greyson berhenti, menangkap Addo yang diam-diam menangis. Tatapannya kosong namun tidak tertuju kepada siapapun, melainkan ke tanah didepannya.

Addo dan Greyson tadi berpindah ke halaman belakang sekolah dan duduk diundakan tangga. Sepanjang Greyson bercerita, Addo hanya diam. Tubuhnya pun ikut lemas mendengarkan cerita Greyson. Tapi akhirnya dia tahu apa yang sebenarnya terjadi pada ayahnya. Pertanyaan terbesarnya sepanjang hidupnya telah terjawab, walaupun tidak semenyenangkan yang akan ia kira.

"Addo?" Greyson memanggil lagi tapi tetap tidak ada jawaban. Greyson mengelus ubun-ubun Addo dan turun hingga belakang tengkuknya sebelum melanjutkan sebagian ceritanya.

"Yang jelas saat itu aku sudah tak bernyawa. Di lab bahasa aku menangis melihat tubuhku tergantung seperti daging pajangan. Lalu Pat, ibumu. Aku sudah khawatir karena dia tiba-tiba datang, berteriak lalu pingsan dalam kondisi masih mengandung dirimu. Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk mengkhawatirkannya karena saat itu juga, ada malaikat yang mengajakku ke Alam Perbatasan, namanya.

"Disana aku ditanyai dan dibacakan macam-macam hal—identitas, riwayat hidup, alasan kematian, dan lain-lain. Mereka—para malaikat—sedang berdiskusi untuk menentukan waktu persidanganku, untuk menentukan apakah aku layak di surga atau neraka. Ketika itulah aku teringat dengan kau, si jabang bayi yang belum lahir."

"Lalu Papa membuat perjanjian itu dengan mereka?" Addo menyela, "Perjanjian untuk menjagaku hingga usiaku delapan belas tahun?"

Si hantu mengangguk. "Ya. Awalnya aku tidak yakin mereka akan mengabulkannya, tapi mereka mendiskusikannya lagi dan setuju."

"Dan selama Papa disana—belum kembali ke dunia—apa... apa yang terjadi pada Mama?"

Greyson tampak termenung sejenak. "Pat... dia menanggung semuanya. Caci makian keluargaku, kebencian mereka, bahkan ayah Pat, kakekmu, meninggal di tempat akibat serangan jantung setelah Pat mengaku dia hamil dan aku telah meninggal dunia sebelum pernikahan apapun terjadi."

Rasanya seperti kabut yang menutupi kepala Addo sebelum ini mulai tertiup pergi. "Aku mengerti sekarang kenapa nenek membenciku. Semakin aku besar, aku jadi semakin mirip denganmu, Pa. Nenek membencimu. Melihatku yang mirip denganmu mungkin membuat kebenciannya bertambah atau cuma teringat dengan kejadian lama itu. Ah ya, kau tahu, dia sekarang tinggal dirumah kami dan baru-baru ini membuang semua foto-fotoku dari bingkai."

Greyson mencoba merangkul Addo, namun ditolak. Addo jelas sedang marah dan terluka, dan Greyson memahaminya. Dia menarik kembali tangannya lalu ikut memilih diam.

"Aku juga tidak mengerti kenapa mereka masih mengungkit-ungkit hal lama." Greyson berdiri didepan Addo, namun dengan posisi memunggunginya.

"Apapun itu, aku tidak ingin mendengarkan betapa tertekannya Mama kala itu." Addo menunduk, kedua tangannya terkepal dihadapannya. "Aku hanya..." matanya kembali panas, begitu juga ujung tenggorokannya.

"Sudahlah." Kata Greyson pendek. Dia mendengar isakan pelan Addo dibelakangnya, tapi tidak berbuat apapun kecuali lanjut bercerita. Karena kisah yang ia ceritakan sebelumnya memang belum lagi tuntas.

"Tapi pada akhirnya kami menikah," dia memulai.

***

—flashback

Saat itu hanya ada segelintir orang yang hadir, namun semuanya mengenakan pakaian serba hitam, kecuali satu-satunya gadis yang mengenakan gaun pengantin putih. Tidak ada euforia kegembiraan selayaknya pernikahan pada umumnya. Hanya ada isak tangis dan aura duka.

Gadis itu, yang mengenakan gaun pengantin, berdiri disamping sebuah peti mati. Didepan 'mereka', berdiri seorang pastur.

"Aku, Patricia Gilbson, bersedia menerima Greyson Chance sebagai suami. Dalam keadaan susah, senang, sehat maupun sakit. Hingga maut... memisahkan kami."

Doa-doa dipanjatkan.

"Sekarang kau memakaikan cincin pernikahan dan bisa mencium suamimu."

Maka Pat mendekati peti mati dimana tubuh Greyson berbaring pucat. Ia mengenakan setelan lengkap, dan ada karangan bunga kecil diatas dadanya, dihimpit dengan kedua tangannya. Pat memasang cincin pernikahan Greyson di telunjuk kanannya sebelum memakai cincinnya sendiri. Kemudian ia mencium kening dan bibir Greyson yang sudah terasa begitu dingin serta kaku. Untuk yang terakhir kalinya.

Pat memaksakan sebuah senyum, walaupun ujung-ujungnya setetes air mata jatuh juga dari pelupuk matanya.

Dia akhirnya menikah dengan Greyson, tapi rasanya tidak demikian.

Selesainya upacara pernikahan, peti mati lantas ditutup. Pat sengaja menepi, tak kuasa melihat peti mati suaminya langsung dibawa menjauh darinya. Peti dimasukkan ke dalam mobil untuk dibawa ke pemakaman. Pat tetap bertahan untuk tinggal dan menangis sendirian, meski telah diajak sebelumnya untuk ikut serta oleh Tanner, kakak Greyson. Dia baru datang setelah pemakaman usai beberapa jam kemudian.

Setelah itu, Pat berhenti Cheyenne Middle. Biarpun sekolah itu adalah milik ayahnya. Dia memilih melanjutkan pendidikan dengan home schooling selama hamil. Dan sesuatu diluar dugaannya terjadi ketika dia melahirkan Addo di sembilan bulan berikutnya.

Pat sedang menyusui bayi kecilnya untuk yang pertama kali, sendirian di ruang bersalin. Dia anak tunggal, jadi tidak punya saudara yang bisa diajak menemani. Ibunya juga tidak mau menemani karena dia membenci anak Pat. Hanya ada pamannya, yang saat itu sedang mengurusi administrasi. Jadilah dia hanya berdua disana, bersama bayi lelaki mungilnya.

Dan juju, Pat benar-benar bahagia saat itu.

Tiba-tiba lampu kamar hidup dan mati dengan sendirinya, membuat Pat terkejut dan debar jantungnya meningkat. Bulu kuduknya serta merta merinding. Pikirannya bilang bahwa sesuatu sedang terjadi dan... dia melihatnya nyaris detik itu juga. Di seberang tempat tidurnya, muncul sesosok bayangan remaja laki-laki yang sedang menatapnya tajam. Pat refleks menjerit ketakutan namun bayangan itu langsung berkata, "Aku Greyson."

Antara percaya dan tidak, Pat mencoba memperhatikan sosok itu baik-baik. Perasaannya bercampur antara takut, senang dan tentunya terkejut. Dia masih ingat betul bagaimana wajah Greyson, dan hantu itu memang berwajah sama seperti Greyson. Dia juga mengenakan semua seragam Cheyenne Middle yang dipakai Greyson di hari kematiannya. Kecuali kacamatanya. Benda itu juga tidak ada ketika Greyson tergantung setahun sebelumnya.

Itu memang Greyson-nya.

Pat tidak bisa berkata apa-apa.

"Aku kembali untukmu dan..." Greyson menatap bayi dalam gendongan Pat yang tiba-tiba menangis kencang. "...dan dia. Putra kita."

***

—present time

"Alright, aku mengerti." suara Addo teredam dan ia menyeka sisa air matanya. Laki-laki itu kemudian menarik napas panjang, mengeluarkannya melalui mulut. "Aku mengerti... semuanya." ulangnya.

Kemudian Addo bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Greyson dan memeluknya. Lagi. Greyson baru akan melingkarkan tangan untuk memeluknya balik, saat seseorang tiba-tiba berteriak, "Lepaskan aku!"

Leher Addo langsung tertegak dan pelukan mereka terlepas. Suara itu terdengar lumayan jelas, jadi asalnya pasti tak jauh dari posisi mereka.

"Aku bilang lepas—aaaaa!!!"

Sialnya Addo mengenali suara itu.

"Alice!" Addo langsung berlari, makin ke dalam halaman sekolah yang gelap, mencoba menemukan asal suara Alice. []

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now