Empat Puluh Satu

1.6K 190 17
                                    

Author's POV

Hal pertama yang langsung disadari Addo adalah 'apa yang telah kulakukan?' Sayangnya sudah terlambat untuk menarik lagi perbuatannya.

Dilihatnya Alice membeku. Matt masih megap-megap kaget. Semua pasang mata di homeroom masih tertuju padanya, dan semakin tajam dari sebelumnya.

Diam-diam Addo mengigit bibir bawahnya. Dia mencium Alice. Dia mencium Alice didepan Logan, Matt, didepan semua orang. Dia berusaha sekeras mungkin untuk tidak tersenyum. Ciuman itu rasanya menyenangkan. Terlebih karena dia melakukannya dengan unsur nekat, perasaannya jadi membumbung dua kali lipat. Jantungnya berdebar kencang, serta perutnya seperti terkocok di roller coaster.

Pandangannya masih belum lepas dari Alice. Begitu pula gadis itu. Kemudian Addo sadar mungkin Alice justru tersinggung karena telah dipermalukan olehnya. Dan sekarang ia mulai cemas.

Addo tahu dia harus segera bicara pada Alice. Dia hendak melakukannya, namun gadis itu keburu lenyap. Logan menariknya pergi. Mereka meninggalkan homeroom.

Tanpa membuang waktu, Addo berlari menyusul mereka berdua. Dia sempat mendengar Matt berteriak melarangnya pergi, tapi dia tak sedikitpun memperlambat langkah kakinya.

Logan menarik Alice kasar menuju kebun anggrek sekolah yang sepi. Disana ia berteriak, sampai memaki Alice yang tak mampu berkata apa-apa. Gadis itu hanya menunduk, gemetar menahan tangis.

Tiba-tiba tangan Logan bergerak hendak menampar Alice. Alice sudah menutup matanya, pasrah, tangisnya pecah saat itu juga. Akan tetapi tepat sedetik sebelum tamparan itu terjadi, tangan Addo menangkap tangan Logan.

"Kau ini tidak punya otak, ya? Yang harusnya kau tampar dan hajar adalah aku! Bukan dia!" bentak Addo. Dia dan Logan saling bertatapan. Sebisa mungkin Addo menahan emosinya yang sebenarnya sudah diujung. Logan menampik genggaman Addo, membebaskan tangannya. Kemudian dia mendorong Alice minggir, namun dengan cara yang agak kasar.

"Dia juga salah!" Logan bersikukuh. "Dia juga menerima saja ciuman dari lelaki lain! Apalagi namanya kalau bukan perempuan murah? Aku tak pernah menyangka kau serendah itu," dia berpaling ke Alice yang menangis makin kencang. Logan menatapnya tajam. Kemudian, tiga kata berikutnya dari Logan adalah tiga kata terhina yang pernah didengar Alice seumur hidupnya.

"What a bitch."

Tendangan Addo langsung mendarat di punggung Logan. Dia tersungkur keras di tanah dan tidak bisa bangkit lagi. Alice refleks mundur ketika Logan jatuh terperosok ke arahnya. Namun diluar dugaan Addo, gadis itu berlari meninggalkan kebun anggrek.

Addo sadar bahwa seumur hidupnya, dia tidak akan pernah bisa melupakan kejadian hari ini. Mungkin juga setelah hari ini Alice tak akan kembali lagi ke dalam jalur hidupnya. Addo merasa dadanya sesak dan matanya panas. Logan juga temannya. Dia tahu sudah berapa lama Logan menunggu Alice—jauh lebih lama dari dirinya.

Tapi hari ini Addo mengakhiri kisah mereka berdua. Dia tidak bisa mengendalikan perasaannya sendiri dan berakhir merusak hubungan percintaan dua teman baiknya sendiri. Terlambat baginya baru menyadari betapa besar kesalahan yang ia buat... Dan itu karena ia tidak pernah sadar diri dengan masih menginginkan Alice dari awal. Akan tetapi Addo memang tidak pernah bisa membohongi perasaannya sendiri.

Addo menunduk. Setetes air mata jatuh dari masing-masing pelupuk matanya. Logan mencoba bangkit perlahan sambil mengerang menahan sakit, dan Addo hanya punya keberanian untuk memperhatikannya. Sekarang ia memikirkan Alice. Ia telah kehilangan gadis itu. Lalu dia melihat Logan lagi. Dia juga kehilangan teman baiknya.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang