Tiga

3K 275 10
                                    

Author's POV

Keesokan paginya, keadaan kembali berjalan normal di rumah keluarga Chance.

"Addo, bangun Sayang." Patricia Chance mengguncang-guncang pelan tubuh putra semata wayangnya yang masih bergelut dalam selimut. "Mmm..." Addo mengerang, menggeliat, lalu makin masuk ke dalam selimut. Pat hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.

"Addo, ayo bangun! Nanti kau terlambat ke sekolah." lajutnya. Walaupun malas, tapi Addo menurut. Dia beranjak dan segera bersiap-siap ke sekolah.

Dan Addo sama sekali tidak tahu apa yang telah menantinya di sekolah hari itu.

***

Seisi sekolah gempar.

Entah siapa yang menyebarkannya, pagi itu berita tentang Addo mengalahkan Jason dan teman-temannya telah menyebar kemana-mana, bahkan sampai ke anak-anak kelas sembilan pun mengetahuinya. Mendadak Addo berubah dipandang sebagai pahlawan, terutama bagi orang-orang yang sering di bully. Kau harus tahu karena sekolah mereka punya beberapa maniak bully paling ditakuti dari berbagai angkatan, dan Jason serta grupnya adalah geng yang paling ditakuti di angkatannya

Pokoknya, hari ini adalah awal dari ketenaran baru Addo di sekolah. Yah, meskipun dia sempat kena marah dari petugas penjaga kebun karena menggunakan alat pemadam kebakaran tanpa ijin.

Semua orang tidak bisa berhenti membicarakan soal itu. Kemanapun dia pergi di koridor, pasti selalu saja ada mata yang memerhatikannya atau berbisik-bisik menggosip tentang dirinya. Addo sendiri tidak terlalu keberatan. Setelah ketenarannya di tim bisbol hilang, kapan lagi dia bisa mendapatkan kesempatan kedua?

"Kau benar-benar keren, Do! Aku masih tidak percaya pada akhirnya kau melakukannya." Kata Matt ketika jam makan siang.

"Seharusnya aku juga terkenal. Soalnya aku yang pertama kali punya niat untuk menolong Will" imbuh Austin. Mendengar itu, Addo, Matt, Percy, dan Alice yang duduk satu meja makan serempak memandangi Austin.

"Eh... cuma bercanda kok, hehe. Tidak usah memandangiku begitu, teman-teman" Lanjut Austin.

"Ya, terserahmu lah." Matt menanggapinya pendek kemudian mulai mengunyah hamburgernya. Begitu juga yang lainnya. Mereka mulai memakan makan siang masing-masing. Lalu Percy memanggil Addo, berujar pelan soal hal yang yang tidak dimengerti oleh Matt ataupun Alice. "Bro, ngomong-ngomong aku mau minta maaf soal... yah, kau ingat tidak? Aku dan Logan... tentang taruhan..."

Addo memutar bola mata malas, "Sudahlah lupakan saja itu." Tapi jawaban alakadar itu membuat Percy merekahkan senyum lebar di wajahnya. "Thank you so much Addo!"

"Masalah apa sih?" tanya Matt penasaran.

"Tidak apa-apa." Percy menolak menjawab dan makan. Namun Matt yang masih ingin tahu terus mendesak Percy dan terjadilah perdebatan kecil. Addo hanya tersenyum simpul dan mengangguk karena sibuk mengunyah bekal saladnya.

"Aku penasaran, bagaimana nasib Jason dan gengnya sekarang," gumam Alice kemudian.

"Nasib maksudmu?" Addo yang mendengarnya balik bertanya.

"Mm.. kira-kira mereka sudah kapok atau belum."

"Ooh, aku kira nasib apa..." jeda sejenak sebelum ia memasukkan kembali sesuap daun selada dan tomat ke mulutnya. "Kurasa mereka belum kapok. Apa yang kulakukan kemarin itu belum ada apa-apanya."

"Jujur saja Do, aku takut. Bagaimana kalau mereka nanti mengerjaimu?" lanjut Alice pelan sambil menatap wajah Addo cemas. Ini bukan kali pertama dia khawatir akan sahabat-sahabatnya. Addo tidak bisa menyalahkannya karena mereka sering bersama-sama sejak SD. Gadis yang aslinya pindahan dari London itu sudah seperti ibu kedua bagi Addo dan Matt.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now