Tiga Puluh Lima

1.4K 192 6
                                    

A/N chapter ini didedikasiin buat kalian semua yang spamming di akun2 sosial media gue, mengejar-ngejar next FFA:')

-Kiki x

***

Author's POV

Selama perjalanan pulang dari sekolah, Addo membuat daftar dalam kepalanya tentang berbagai masalah yang mengganggunya selama ini. Dia meletakkan Alice dalam urutan pertama yang harus dihapus.

Addo berhenti ketika tiba di rumah Hugo, yang kebetulan orangnya sedang sibuk mondar-mandir di halaman rumah. Lelaki itu membawa beberapa barang bekas, kertas-kertas dari dalam rumah dan meletakkannya di halaman. Addo berhenti dan memperhatikannya selama beberapa saat, namun Hugo sama sekali tidak sadar akan kehadirannya.

Sampai Addo memutuskan untuk menghampirinya. "Sore, Paman."

Hugo yang sedang berjongkok menghadap barang bekasnya menoleh lalu berdiri. "Oh, hai Addo! Maaf aku agak sibuk tadi. Kapan kau datang?"

"Sebenarnya aku dalam perjalanan pulang."

Hugo tersenyum lalu mengambil sebuah tali dan berjongkok didepan sebuah tumpukan kertas. "Sekolah ya? Bagaimana sekolahmu?" tanyanya disela kegiatannya mengikat kertas-kertas itu menjadi lebih rapi.

"Fine," jawab Addo pendek dan berjalan ke lantai batu teras rumah Hugo. Dia duduk disana.

"Seriously fine? Tidak biasanya kau menjawabku hanya dalam satu kata," ujar lelaki tiga puluh satu tahun itu lagi.

"Are you from France?" Addo menaikkan alis. "Aku baru menyadarinya, dari aksen bicaramu."

"Ya, aku memang orang Perancis," kata Hugo tanpa menoleh atau berhenti dari kegiatannya mengikat tumpukan kertas. Sesaat Addo diam karena sibuk memperhatikan kegiatan Hugo. Setelah selesai mengikat tumpukan kertas lapuk tersebut, ia memindahkannya ke tumpukan kertas-kertas lain yang sudah lebih dulu diikat rapi. Addo menyapukan pandangannya ke sekeliling. Selain kertas, seperempat halaman rumah Madeon dipenuhi oleh benda-benda tua lain seperti keramik-keramik dan perabotan rusak.

"Aku tidak tahu siapa nama lengkap Paman," Addo kembali buka suara.

"Apa itu perlu?"

"Paman tahu namaku Addo Chance," sahutnya. "Jadi kenapa aku tidak boleh tahu nama lengkap Paman?"

"Hugo. Hugo Pierre Leclercq."

"Hugo Pier siapa?"

"Pierre Leclercq, bocah."

"Pier... uh, namamu susah juga," katanya. "Kenapa orangtua Paman memberi nama yang susah?"

"Mungkin karena nama seperti itu lazim di tempat kelahiranku?" Hugo terkekeh pelan, sebelum hening mengisi lagi. Dia berdiri memandangi barang-barang bekasnya dengan tangan terlipat di depan dada, berusaha memilah mereka untuk yang kedua kali.

"Tunggu—" Hugo tiba-tiba berjongkok lagi. Tangannya memindahkan beberapa pajangan keramik yang sudah pecah dan berdebu serta kain-kain yang sudah agak lapuk. Addo memperhatikan dan diam dalam penasarannya. Sejurus kemudian, Hugo mengangkat sebuah benda berbentuk persegi dengan banyak tombol. Dia membawanya ke teras dengan senyum lebar.

"Astaga, ternyata aku membawanya kemari!" serunya riang setelah meletakkan benda aneh itu disamping Addo. Kemudian lelaki itu lari ke dalam rumah dan kembali dengan sebuah kain lap. Beberapa saat selanjutnya Addo sibuk memperhatikan Hugo membersihkan kotak bertombol aneh itu dari debu.

"Aku merindukanmu, sobat!" Hugo mengelus benda itu penuh sayang, membuat Addo makin mengerutkan kening melihat tingkahnya.

"Apa itu?"

"Kau tidak tahu?"

Addo mengendikkan bahu. "Kalau aku tahu aku tidak mungkin bertanya, Paman."

"Oh iya juga," dia terkekeh pelan. "Well, benda ini namanya launchpad. Aku dulu sering menggunakannya untuk membuat lagu."

"Apa?!" kembali Addo berseru, kaget.

"Launchpad."

"Bukan, bukan yang itu." Dia menggeleng. "Paman dulu membuat lagu? Apa Paman seorang penyanyi?"

"Er.. soal itu..." Hugo mengalihkan pandangan, dalam hati telah mengutuki keceplosannya tadi. Otaknya berpikir cepat mencari cara untuk membelokkan obrolan. "Uh, tidak, tentu saja tidak. Itu hanya hobiku."

"Sungguh? Dan bagaimana kotak mesin—tunggu, apa tadi namanya? launch.. pad ya?—ini bisa digunakan untuk membuat lagu?"

Hugo menatap Addo yang sedang begitu tertarik memperhatikan launchpad tuanya. "Kau ingin tahu?"

"Hmm-mm! Sepertinya keren," jawabnya sambil mengangguk. Hugo tidak langsung menanggapi, dia menimbang-nimbang sejenak.

"Ikut aku ke dalam. Kalau kau suka, akan kuajari membuat lagu."

Seketika bola mata Addo membulat. "Seriously?!"

"ce que je ai vu a été plaisante?" tanyanya balik lalu melangkah lebih dulu masuk ke dalam rumah dengan launchpad-nya.

"I don't understand," Addo menimpali sembari ikut berjalan masuk. []

p.s: "ce que je ai vu a été plaisante" = "apa aku terlihat sedang bergurau?" [powered by google translate lol]

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now