Lima Puluh Tujuh

1.2K 185 7
                                    

Author's POV

"ADDO!" Pat menjerit histeris khawatir. Dia sudah hampir berlari menghampiri Ernest namun tangannya ditahan oleh Hugo. "Jangan!"

"Tapi Addo disana!" pekiknya, mulai meneteskan air mata. "Dia dalam bahaya!"

"Jangan kau, oke?!" larang Hugo keras. "Dia hanya akan melukaimu."

Mendengar itu membuat Pat semakin tak bisa menahan air matanya. Dia mencoba untuk melepaskan genggaman tangan Hugo, namun gagal karena beberapa orang lain datang dan berusaha menariknya pergi ke tempat yang lebih aman. Suasana disana pun berubah tegang. Terutama setelah Ernest mengancam akan menusukkan pisau ke leher Addo jika ada siapapun yang berusaha mendekatinya kecuali Pat.

Hugo dan semua orang disana memasang wajah was-was. Semuanya berpikir akan cara terbaik serta teraman untuk menyelamatkan Addo, namun tak ada satupun ide yang dirasa aman. Mereka semua takut mengambil resiko. Maksudnya, lihat saja. Lelaki itu sudah jelas tampak gila.

Saat itulah tiba-tiba angin kencang berhembus dari segala penjuru, persis selayaknya angin yang menunjukkan bahwa badai akan tiba. Semua orang terkejut, termasuk Ernest. Itu baru permulaan, sebelum mereka semua melihat sebuah meja melayang dalam posisi tegak dan secara tak terduga juga menabrak Ernest dari depan sebelum ia sempat menghindar.

Untungnya, Addo tidak terkena sama sekali. Berkat itu dia justru terbebas. Hugo dengan sigap berlari menghampirinya dan memeluknya, kemudian membawanya minggir.

"Tunggu dulu." Addo berhenti. Dia kembali menatap ke arah Ernest ketika sesosok bayangan muncul persis didepannya. Dia tidak mungkin salah lihat. Ya, tidak salah lagi itu adalah Greyson—ayahnya!

Hugo dan Pat memasang ekpresi yang serupa; tertegun sekaligus ngeri. Semua orang lari berhamburan ketakutan setelah melihat meja melayang dengan sendirinya lalu menimpa tubuh Ernest dan menggencetnya. Dia sama sekali tidak bisa bergerak selayaknya digencet oleh beton, padahal sebenarnya hanya meja kayu tipis. Selain Addo, Madeon dan Pat, Greyson sengaja menampakkan diri didepan Ernest.

Semburat ketakutan yang paling jelas tampak diwajah Ernest, tentunya. Kulitnya seketika pucat pasi. Matanya melotot.

"K-kau...kau..." bibirnya gemetar ketika mencoba bicara. Syok menjalarinya bagaikan setrum. "Bagaimana mungkin?!"

"Aku mungkin masih memaafkanmu karena telah membunuhku. Tapi aku tidak akan memaafkanmu karena telah berusaha melukai Addo." Persis setelah Greyson mengatakannya, meja itu makin menekan Ernest ke bawah, membuatnya secara tiba-tiba batuk darah. Dadanya terhimpit dan ia mulai megap-megap, kesulitan bernapas.

"Kau akan mati," desis Greyson tajam.

Ernest merengek dengan sisa-sisa kekuatan. "Ampuni aku!"

"Mati."

"Kumohon, Greyson! Ampuni a—"

Kelanjutan ucapan itupun sama sekali tak pernah terdengar. Addo menyesal agak terlambat menutup matanya karena dia melihat pisau yang tadi digunakan Ernest untuk mengancam dirinya tahu-tahu berpindah menancap ke leher Ernest sendiri. Begitu dia telah tidak bernyawa lagi, bayangan Greyson serta merta lenyap.

Addo syok—benar-benar syok telah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa ayahnya baru saja membunuh orang. Amarah memenuhi kepalanya begitu cepat, membuatnya ingin menjerit. Namun, semuanya tidak jadi ia lakukan saat Hugo memeluknya dari samping, begitu juga Pat menyusul, melakukan hal serupa. Bahkan Addo mendengar suara isakan pelan dari ibunya.

"Dia... Mungkin menurutmu caranya kejam," Hugo mulai berkata, "Tapi dia melakukannya untuk menyelamatkan kita semua dan juga... Juga untuk itu. Dendamnya di masa lalu, kau mengerti kan? Aku mohon kau maafkan Greyson," dia memohon, mencium ubun-ubun Addo sebagai usaha tambahan untuk menenangkan anak laki-laki yang masih syok.

Sementara itu orang-orang kembali mengerumuni jasad Ernest. Tak lama kemudian mereka mulai sibuk memindahkan mayat, menelepon ambulans, dan lain-lain. []

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now