Dua Puluh Satu

1.8K 218 13
                                    

Author's POV

Waktu serasa melambat di sekeliling Addo, meski dia tidak begitu yakin kenapa. Satu hal yang penting adalah kepalanya kini dipenuhi oleh begitu banyak pertanyaan. 

Papa ada disini? Dia ada di rumah ini?

Sulit menjelaskan ketidakpercayaan yang dirasakan Addo.

Apa jangan-jangan, selama ini Papa tinggal disini juga? Bersama kami? Astaga, kalau benar begitu... Tunggu. Berarti, alasan mengapa selimutku terbang waktu itu juga pasti...

"Addo, kau tidak apa-apa?" Pat panik seraya melepas pelukannya dan ganti memegang kedua pipinya.

"Aku oke, tidak usah khawatir," jawabnya sekedar karena pikirannya masih terfokus tentang ayahnya. Akhirnya dia tahu ayahnya tinggal di rumah itu juga bersama mereka! Addo mencari-cari ke sekelilingnya, keadaan kamar sudah tenang sekarang, yang mana membuatnya sedikit sangsi. Kira-kira ayahnya masih disini atau tidak? Addo mulai gusar. Dia harus berhasil menemukannya lagi!

Tanpa basa-basi lagi ia beranjak dari tempat tidur, menjerit "Tidak!" keras-keras dalam hati karena panik jika ayahnya sudah meninggalkan kamar itu. Ini pertama kalinya Addo merasa sedemikian gugup sehingga sekujur tubuhnya bergetar. Jantungnya berdentum hingga ke rusuknya dan dadanya seolah disesaki oleh batu. Dia hampir berhasil membuat langkahnya menuruni tangga seandainya saja Pat tidak mencegatnya, "Addo, kau mau kemana?"

Langkahnya seketika terhenti, meski tidak dengan rasa mengigil tubuhnya.  Ia tidak langsung menjawab, tapi menimbang-menimbang terlebih dahulu. Bagaimana kalau ia menjawab dengan jujur? Akankah ibunya menerima atau senang mendengarnya? Sesuatu didalam kepala Addo mengatakan bahwa reaksi ibunya malah akan sebaliknya, entah kenapa. Tapi bagaimanapun juga ia harus bergerak cepat. Atau dia akan kehilangan jejak ayahnya.

"Turun. Sebentar saja," jawabnya pendek lalu buru-buru turun. Sesampainya di ruang tengah, masih berdiri didekat tangga, Addo menemukan pecahan sebuah bingkai foto berserakan di lantai. Apa ayahnya tadi disini? Masih dipenuhi oleh tanda tanya, Addo beranjak memungut kembali foto yang tergeletak di lantai, mengabaikan pecahan bingkainya. Foto itu adalah fotonya sendiri bersama dan ibunya sewaktu berada di kebun binatang, beberapa tahun yang lalu. Disana Addo masih sangat kecil, dia tidak ingat persisnya, tapi mungkin balita. Addo menggenggam foto tersebut lalu kembali melihat-lihat. Keadaan ruang tengah rumahnya berantakan, benda-benda berserakan disana-sini seperti baru ada gempa.

Tidak mungkin tetangga baru yang tadi berkunjung kemari itu berani membuat berantakan di rumah mereka, iya kan? Kalaupun dia tidak sengaja memecahkan barang, dia tidak mungkin langsung kabur begitu saja tanpa memberitahu Addo atau Pat atau membereskannya.

Kekacauan itu jugalah yang kemudian mendatangkan ide untuk Addo. Dia menyapu pandang ke seluruh ruangan sekali lagi, kali ini lebih berfokus mencari... Barangkali ada benda yang bergerak sendirinya. Jika Addo melihatnya, dia mungkin bisa langsung tahu bahwa ayahnya ada disana.

Tapi setelah bermenit-menit hanya diam dan mengamati, semuanya tampak normal-normal saja. Kegelisahan mulai terasa mencekik lehernya lagi. Dia tidak ingin kehilangan ayahnya! Dia ingin bertemu dengan ayahnya! Addo berpikir cepat, mencari ide yang mungkin bisa membantu...

Dan dia mendapatkannya. Ide bagus muncul di dalam kepalanya, tapi agak beresiko. Addo tahu dari film bahwa hantu bisa datang kalau diminta. Tapi dia takut melakukannya. Bukan takut karena ayahnya akan muncul, tapi bagaimana jika ibunya mendengarnya? Sesuatu didalam kepala Addo masih mengatakan bahwa ibunya tidak akan senang mendapatinya memanggil ayahnya untuk muncul, dan masih untuk alasan yang tidak jelas.

Namun semakin lama Addo hanya diam, dia sadar bahwa dia hanya membuang-buang waktu dengan percuma. Sekarang atau tidak selamanya.

Akhirnya, setelah mengumpulkan keberanian, Addo menarik napas dalam-dalam.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora