41. Tunangan?

908 48 2
                                    

Ini tentang anak perempuan, yang berkali-kali patah, anak perempuan yang menangis disetiap malamnya, anak perempuan yang gagal menjadi dirinya sendiri, dan anak perempuan yang tidak pernah menemukan apa definisi bahagia.

Chelsea–

Sudah satu bulan lebih, Caca kehilangan ayahnya. Sudah satu bulan lebih, Caca slalu mengurung sendiri dikamarnya, rumahnya berserakan berantakan seperti tidak lagi dihuni. Tidak ada lagi kebahagian dirumah ini setelah semuanya menghilang, rumahnya kini menjadi sunyi.

Caca tidak boleh seperti ini, kehilangan setengah kebahagian bukan berarti tidak ada masa depan. Dan sekarang, ia sudah berniat kembali bersekolah seperti biasanya. Ia tidak boleh terus-terusan terpuruk dalam kesedihan, Caca tau semua manusia akan mengalami hal yang sama.

"Ca, Lo kenapa dari tadi ngelamun aja?" tanya Monic.

Yah, sekarang mereka sedang berada dikantin. Monic sedari tadi melihat Caca nampak begitu lesuh, wajahnya terlihat pucat, matanya yang sembab dengan lingkaran hitam dibawahnya seperti mata panda, bahkan pakaian seragam pun nampak begitu lusuh. Monic tau bahwa Caca masih tidak rela kehilangan bokapnya.

"Ca, don't be sad anymore, stop crying."  ucap Monic.

"Aku harus gimana? Aku udah nggak punya siapa-siapa lagi." lirihnya.

"Kan ada gue. Gue anggap Lo lebih dari sahabat Ca, gue bahkan nganggep Lo seperti saudara gue sendiri. So, berhentilah berbicara bahwa Lo nggak punya siapa-siapa."

Caca tersenyum tipis.

"Apa aku harus bunuh diri buat menyusul ayah?"

"Jangan lakuin hal bodoh, Ca. Lo masih punya harapan masa depan, banyak yang peduli sama Lo. Lo masih punya Bang Dhika. Nanti siapa yang bakal ngejagain kakak Lo? Gimana nanti kalo Bang Dhika sadar dari komanya dan tau bahwa Lo udah nggak ada? Dia pasti sangat sedih, Ca."

"Tidak ada yang peduli sama aku, bahkan kekasihku sendiri." Caca berucap sembari menatap sendu seseorang yang baru saja datang dikantin, dia Algi.

Kekasihnya yang selama ini tidak ada kabar sudah lebih dari satu bulan, tidak pernah menengoknya, bahkan saat Caca lagi terpuruk pun dia tidak ada disampingnya hanya untuk sekedar menyemangatinya. Caca tidak tau ada apa dengan Algi, dia tiba-tiba menjauh tanpa ada alasan yang kurang jelas.

"Algi sudah memakai cincin, dan aku tau bahwa Algi sudah bertunangan dengan Bella. Namun kenapa ia tidak memberitahu padaku bahwa ia sudah tunangan, bahkan ia belum memutuskan hubungannya denganku."

Monic menatap arah mata Caca yang sedari tadi menatap Algi, kekasihnya yang sekarang sedang bersama Bella dikantin.

Monic mengira Caca tidak tau bahwa Algi sudah tunangan dengan Bella. monic sengaja tidak memberitahu Caca karna ia tau Caca sedang lagi keadaan terpuruk, ia akan semakin terpuruk jika mengetahui kekasihnya bertunangan dengan orang lain. Namun Caca sudah mengetahui semuanya.

"Lupain, ikhlasin. Dia hanya manusia brengsek yang tidak pantas buat Lo perjuangkan, Ca."

Caca menggeleng pelan, pandangannya tidak pernah putus menatap kekasihnya dari jauh.

"Melepaskan sesuatu yang masih kita harapkan itu bukan perkara yang mudah."

"Tapi dia udah nyakitin Lo, Ca."

Caca tersenyum tipis, dengan bibirnya yang pucat.

"Aku tidak peduli dengan diriku sendiri, disakitin atau enggaknya aku tetap berdiri disini, menunggu dia kembali."

ALGIANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang