45. Diam lebih baik

715 45 16
                                    

Jika kamu hanya diam, mereka akan terus-terusan mempermainkanmu. So? Berilah mereka sedikit pelajaran.

–Vino–


Monic berjalan di koridor rumah sakit Mitra arwana, ia ingin menjenguk ayahnya akibat syok mengetahui bahwa istrinya berselingkuh. Nyokapnya Monic sedang mengurus surat-surat perceraian, hal yang tak seharusnya ia duga ketika orang tuanya bercerai. Sejujurnya, Monic tidak ingin menjadi anak broken home. Namun, itu adalah keputusan nyokapnya.

Persetan, ia sangat membenci Caca. Dia yang telah membuat keluarganya menjadi hancur seperti ini. Kalo gadis itu bisa menutup mulutnya, hal ini tidak akan pernah terjadi. Monic bersumpah, ia akan membuat gadis itu hancur sehancur-hancurnya.

Monic memasuki ruang inap, terlihat seorang pria paruh baya yang sedang terbaring lemah. Ia menghampirinya, menggenggam tangannya erat, seolah-olah ia tidak ingin kehilangannya. Yah, dia adalah ayahnya, cinta pertamanya bagi seorang anak perempuan.

"Pah, bangunlah. Apa kau tidak merindukan putrimu?"

Oh tidak, lagi-lagi ia hanya menatap sendu wajah ayahnya.

"Bukan kah hari ini hari ulang tahun ku? Maka cepatlah bangun,"

"Apa papah tidak ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada putrimu ini?"

Biasanya ayahnya lah yang pertama kali mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Namun untuk sekarang, ia hanya perlu menunggu ayahnya membuka suara.

Nada dering ponsel terdengar, terdapat sebuah panggilan dari Bella, membuat Monic malas untuk menjawabnya. Namun, ia masih berutang Budi pada Bella.

Monic keluar sebentar dari ruangan untuk menerima panggilan tersebut.

"Apa?"

"Dimana kau?"

"To the point, ada apa nelfon?"

"Bisakah kau kesini?"

"Gue sibuk."

"Oh ayolah, sebentar saja. Aku ingin membicarakan soal gadis sialan itu,"

Monic diam sejenak, apa yang akan dia dibicarakan. Oh shit! Sebaiknya ia ngikutin kemauannya.

"Sharelook."

Monic menutup panggilan, ia ingin segera bergegas pergi. Ia pun menitipkan pesan pada perawat yang sudah ia bayar untuk menjaga ayahnya.

Monic berjalan menuju toilet untuk membasuh wajahnya terlebih dahulu, didepan toilet tanpa sengaja ia menenggor seorang pasien yang sedang membawa infus.

Cairan infusnya terjatuh dilantai, Monic langsung menunduk dan mengambilnya.

"Maaf yah, gue nggak se–" ucapan Monic berhenti saat menatap pasien dihadapannya ini.

"Lo–"

"Monic?"

Wajah Monic berubah menjadi datar. Sial, setiap melihat gadis ini membuatnya sangat muak.

Caca tidak menyangka bahwa ia bertemu dengan Monic, sejujurnya dia sangat merindukan temannya ini.

"Monic, akhirnya kita bisa ketemu lagi dari sekian lama," ucap Caca dengan senyumnya yang terukir jelas.

"Gue ga ada waktu." ucapnya dan langsung melemparkan cairan infus kelantai.

Monic memutar balik, langkahnya berhenti saat Caca mengucapkan sebuah ucapan yang pertama kali ia dengar.

"Monic, selamat ulang tahun." lirih Caca.

Hanya dengan kata itu membuat hati Monic tersentuh, ini adalah sebuah ucapan pertama yang ia dengar hari ini. Monic tidak menyangka bahwa Caca masih mengingat hari ulang tahunnya.

"Bukankah hari ini ulang tahunmu?" tanya Caca.

Monic menghadap Caca, dengan memasangkan wajahnya datar.

"Lo ingat?" tanya Monic.

"Tidak mungkin aku lupa hari ulang tahun sahabatku,"

Monic terkekeh pelan.

"Lo ingat ulang tahun gue, tapi Lo nggak ingat bahwa Lo bukan lagi sahabat gue."

Caca membalasnya dengan senyuman.

"Mau kamu anggap aku apa, aku nggak peduli. Yang terpenting, aku masih menganggapmu sebagai sahabatku."

Monic berdecih,"terserah Lo, gue nggak peduli sialan." ketusnya dan langsung pergi meninggalkan Caca.

Namun, lagi-lagi langkahnya berhenti. Sebuah panggilan masuk dari perawat yang menjaga bokapnya.

"Ada apa Sus?" tanya Monic.

"Cepatlah kemari, ayahmu sedang dalam keadaan kritis." sahutnya.

"A–ayah kritis?" Ia menutup mulutnya tidak menyangka, tidak dapat lagi menahan air matanya yang kian membendung. Ia menangis.

Caca yang berada dibelakangnya pun tidak sengaja mendengar Monic berbicara ditelfon. Caca menghampiri Monic yang sedari tadi menangis, lalu ia memeluk tubuhnya berusaha menenangkannya.

"Tenanglah, aku yakin ayahmu baik-baik saja," lirih Caca.

Monic tersadar saat gadis dihadapannya ini sedang memeluknya. Monic langsung mendorong tubuh Caca menjauhkannya darinya.

"Dengar ini, kalau sampai ayah gue kenapa-kenapa. Gue nggak akan segan-segan membuat Lo menderita, sialan!" sentaknya sembari menuding wajah Caca.

"Bisakah kau tidak bermain kasar?" ucap Pria dari belakang.

***

Vino kembali dari kantin, ia membeli pizza untuk Caca. Dokter sudah melarang Caca untuk tidak memakan makanan dari luar, namun Caca tetaplah Caca, gadis itu sangatlah keras kepala, jika Vino tidak menuruti kemauannya, kemungkinan dia akan ngambek dan mendiamkan Vino. Oh tuhan, bahkan Vino tidak bisa jika didiamkan oleh Caca dalam lima menit pun.

Vino berjalan sembari membawa kantong plastik yang berisi Pizza. Ia ingin menuju ke ruangan Caca yang sedang dirawat inap. Saat melewati koridor, tanpa sengaja ia melihat Caca dan Monic didepan toilet. Vino ingin menghampiri mereka, namun mengurung niatnya, mungkin mereka butuh waktu untuk berbincang berdua.

Vino masih melihatnya dari jauh, ia sangat geram ketika Monic mendorong Caca. Ia langsung menuju Monic.

"Bisakah kau tidak bermain kasar?" ucap Vino.

"Lo gausah ikut campur ya sialan! Gue ngga ada masalah sama Lo!" celetuk Monic.

"Apapun yang menyangkut tentang Caca, sama hal nya membawa gue dari masalahnya."

Monic tertawa miring,"gue jadi curiga sama Lo, Ca. Lo pake pelet apaan si sehingga buat para cowo slalu belain gadis sialan seperti Lo?" tanya Monic.

Vino yang mendengarnya pun geram, siapa dia berani-beraninya menghina Caca?

"Sialan! Lo–"

"Vin, udah." Caca menenangkan Vino agar amarah pria itu redam. Ia tidak mau membuat keributan, apalagi sekarang berada dirumah sakit. Itu akan menganggu pasien-pasien lainnya.

"Masalah Lo belum selesai, jangan harap kedepannya Lo bakal tenang." ucap Monic dan langsung pergi meninggalkan mereka.

"Damn it! Kalaupun Lo bukan cewe, akan gue habisin Lo disini, sialan!" tegas Vino.

"Udah Vin. Ini lagi dirumah sakit, jangan bikin masalah. Nanti bakalan menganggu pasien-pasien yang disini."

"Dia udah keterlaluan, Ca. Lo seharusnya jangan diem, manusia kayak gitu jika didiemin malah makin ngelunjak."

"Selagi Caca masih bisa sabar, Caca bakalan terima kok, Vin. Kamu tenang aja, Caca ngga gampang tumbang hanya karena mereka semua membenciku."

***

NEXT?
KOMENT YANG BANYAK YA!

HAPPY READING❤️

ALGIANOWhere stories live. Discover now