14: Bunga yang Tidak Ingin Disentuh

392 66 2
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Ada satu fakta lagi yang berhasil Arka ketahui tentang Bunga. Perempuan itu alergi parfum. Setelah ia membawa perempuan itu ke UKS untuk diperiksa dan diberikan obat penawar, ia pergi mengurus surat dispensasi agar Bunga diizinkan untuk pulang. Juga, mengambilkan tas perempuan itu di kelas yang sempat membuat gempar seisi kelas X MIPA 3.

Mereka semua menatap Arka penuh penasaran dengan benak bertanya-tanya, siapa laki-laki itu? Apa perempuan buruk rupa satu-satunya yang ada di kelas mereka mempunyai seorang pangeran?

Dan dengan bertemu Friska, dia berhasil memaksa perempuan itu membuka suara. Mengenai apa yang terjadi pada Bunga sebelumnya hingga menyebabkan perempuan itu terlihat kacau juga penyebab alergi Bunga kambuh.

Setelah selesai mengurus surat dispensasi dan mengambilkan tas Bunga, Arka kembali ke UKS. Melihat keadaan Bunga yang mulai membaik, ia tersenyum lega. Menghampiri perempuan itu dan menyerahkan tas berwarna hijau pastel itu pada pemiliknya.

“Udah mulai sehat, ‘kan? Gue udah urus surat dispensasi, udah gue anter juga ke sekretaris di kelas lo. Jadi sekarang lo boleh pulang. Gue yang anter,” ujar laki-laki itu ringan, seolah tanpa beban. Seolah-olah, Bunga tidak merepotkannya sama sekali.

Bunga sudah membuka mulut ingin menyela, namun Arka dengan sigap malah menuntunnya untuk keluar ruangan.

“Aku nggak mau pulang!”

“Lo sakit. Lagi pula, gue udah minta izin. Urus surat dispen, nganter ke sekretaris di kelas lo, gue juga udah terlanjur ambilkan tas lo. Masa lo nggak ngehargai perjuangan kecil gue ini, sih?!”

Bunga terdiam. Telak. Meski Arka mengucapkannya tanpa emosi, perkataan laki-laki itu tetap berhasil membuat Bunga membatu.

Dia bukan perempuan yang tidak tahu caranya menghargai dan berterima kasih. Tentu, jika ia tidak ingin dicap sebagai perempuan seperti itu dia harus menuruti ucapan Arka.

Maka, Bunga menghela napas. Mencangklongkan tas di bahu. “Oke, aku pulang. Tapi nggak perlu diantar, aku bisa pulang sendiri.”

Arka menyengir, dengan tampang tengil laki-laki itu entah mengapa membuat Bunga kesal. Arka mengeluarkan dua kertas kecil dari saku celana. “Tapi gue udah minta dua surat dispen. Gimana dong, masa mau dibuang satu, ‘kan mubazir hehe.”

Ungkapan terima kasihnya tertahan begitu saja di tenggorokan. Bunga jadi dongkol dengan sikap Arka yang sedikit berlebihan. Lagi pula, ‘kan mereka tidak saling kenal, mengapa Arka harus peduli seperti ini padanya?

“Ya udah, kalo gitu silakan pulang.”

“Iya, pulangnya bareng lo tapi,” cengir laki-laki itu lagi.

Bunga melirik sinis, mematri langkah keluar dari UKS dengan Arka yang setia mengekor di belakang. “Aku berat. Aku gendut, apa Kakak nggak bisa liat? Nggak kasihan apa sama motornya?”

“Motor gue kuat kok. Bahkan buat ngangkut gajah aja masih kuat, jadi lo nggak perlu khawatir.” Arka terkekeh.

“Rumah aku jauh di pelosok, jalanan rusak parah jadi kendaraan nggak bisa lewat.”

“Kalo gitu, kita jalan kaki sama-sama aja. Gimana?”

Bunga berdecak. Ia terdiam memikirkan alibi apa lagi yang bisa membuat Arka pergi darinya. Namun nihil, dia tidak dapat memikirkan apapun lagi. Jadi, ia biarkan Arka mengekor di belakangnya. Bunga menunggu sebentar Arka yang sedang menyerahkan surat dispen itu pada satpam.

“Lo tunggu sebentar, di sana aja, di pos satpam yang nggak panas. Gue ambil motor dulu di parkiran,” katanya kemudian berlari ke arah tempat parkir.

Bunga mengangguk pasrah, membawa diri menuju pos satpam. Ia tengok Arka yang sepertinya kesusahan mengeluarkan motor. Pasti motor laki-laki itu terparkir di bagian depan. Tiba-tiba satu ide muncul di kepalanya, Bunga tersenyum jahat.

“Pak, saya izin pulang ya, makasih Pak,” ujar Bunga pada Pak Satpam yang tengah menikmati secangkir kopi.

“Eh, eh, tapi—”

“Dadah, Pak.” Bunga melambai-lambaikan tangan. Mumpung Arka belum menyadarinya ia percepat langkah larinya.

“Hahaha, rasain tuh siapa suruh main maksa orang. Oke, semangat keluarin motornya!” Monolognya sendiri.

⚫ ⚫ ⚫

..••°°°°••..

Bersambung

°°••....••°°


110421

Find Yourself!Where stories live. Discover now