3: Cinta, Apa Itu?

572 91 13
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Bunga pernah membaca artikel, di sana bertuliskan bahwa; cinta pertama itu sulit untuk dilupakan. Alasannya, karena cinta pertama bisa mengubah hidup seseorang, saat pertama kali perasaan emosional itu hadir.

Walau banyak juga yang mengatakan, jika cinta pertama itu kebanyakan dari beberapanya akan gagal. Dan Bunga, adalah bagian dari kegagalan itu.

Jika dia bisa memutar waktu, Bunga pasti akan menghapuskan cinta pertama dari kisah hidupnya. Sumpah demi apapun, Bunga ingin melakukan itu. Cinta pertama baginya adalah sebuah aib besar.

Saat itu Bunga masih terlalu naif untuk memahami apa arti cinta. Yang dia tahu, hanyalah dia menyukai senyuman manis laki-laki itu, bagaimana berwibawanya sosok itu saat menjadi pemimpin upacara, betapa berkarismanya sosok itu saat menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya dulu.

Wajahnya memang tidak terlalu tampan, namun cukup memesona. Kulitnya sawo matang, membuat sosok itu terlihat seperti seorang pekerja keras, hidungnya mancung, senyumnya menawan. Dan, jangan lupakan urat yang terlihat di lengan laki-laki itu. Bunga menyukai semua hal yang ada pada diri laki-laki itu.

Waktu itu, Bunga duduk di kelas delapan SMP semester dua. Bunga ingat, hari itu mendung. Langit di atasnya terlihat gelap, seperti murung. Tidak seperti hatinya yang sedang berdebar—berbunga-bunga saat dia tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya, dia tidak mampu untuk tetap diam memendam kekagumannya pada sosok itu.

Bunga tidak tahu, bahwa langkah maju yang dia ambil ternyata sebuah kutukan besar kedua dalam hidupnya.

“Aku suka kamu,” akunya saat itu, di tengah gemuruh langit yang tampaknya akan murka dengan awan yang semakin menggelap.

Angin menerbangkan beberapa helai rambut pendek gadis gempal itu. Kedua tangan berisinya terulur ke depan, menyodorkan sekotak cokelat dengan pita biru muda yang mengikatnya. “Aku nggak tahu kapan rasa ini muncul. Tapi yang jelas, aku suka lihat kamu saat memimpin upacara, atau jadi ketua panitia sewaktu ada kegiatan sekolah, aku suka lihat senyum kamu, aku suk—”

“Stop!” potong laki-laki di depannya sedikit berteriak. “Lo gila, hah?!” Laki-laki itu memandangnya jijik.

Untuk pertama kalinya, Bunga mendapati tatapan jijik dari sosok yang selama satu setengah tahun ini dia kagumi. Memang, Bunga sudah sering mendapati tatapan-tatapan seperti itu tertuju padanya. Bunga mengabaikan semuanya, sungguh, tidak mengapa. Tapi ..., entah mengapa tatapan yang diberikan pada sosok jangkung di depannya begitu menyakitkan.

“Coba lo pulang, terus ngaca. Ada kaca ‘kan, di rumah? Coba lihat, bagian mana dari diri lo yang pantes untuk gue. Badan lo yang gemuk itu? Atau muka jelek lo yang penuh jerawat itu?!” Laki-laki itu merampas cokelat dari tangan Bunga, lalu melemparkannya ke tong sampah yang tidak terlalu jauh dari mereka.

“Jangan coba berani-berani muncul di hadapan gue lagi, jijik tau nggak, ngerti?! Lo tuh nggak pantes untuk siapa pun!”

Sakit. Seperti ada ribuan panah yang menghunus jantungnya. Dadanya yang tadi bergemuruh semakin bergemuruh hebat, seperti ingin meledak. Ini menyesakkan.

Bunga menunduk, luruh sudah air matanya. Bukan ini yang mau dia dengar, dia sudah menyiapkan kemungkinan ditolak oleh sosok itu.

Lebih baik mendengar kata penolakan daripada harus mendengar cacian tentang fisiknya seperti ini. Bunga jelas lebih tahu kekurangan yang ada pada dirinya.

Rintik hujan mulai turun, turut membasahi dirinya bersamaan air mata yang nengalir. Bumi bahkan seolah mengejek ketidakberuntungannya, semesta tidak akan berpihak padanya. Dia selalu sendirian.

Bunga mengusap wajah basah oleh air mata, berjalan pelan mendekati tempat sampah kemudian memungut kotak cokelat miliknya yang terjatuh tepat di sampingnya, memasukkan ke dalam tong sampah. Toh, cokelat itu sudah menjadi sampah yang tidak berguna.

Saat itu Bunga sadar, tidak ada dan tidak akan ada lagi yang namanya cinta di hidupnya. Ini adalah sebuah kutukan besar.

Kutukan yang dia dapatkan karena telah jatuh cinta pada seorang Arion Rafardhan.

彡✿❦彡✿❦彡✿❦彡✿❦

Bunga menduduki kursi panjang yang terletak di depan ruang UKS, menunggu Friska yang sedang mengambil kotak P3K. Sudah Bunga katakan padanya, dia tidak apa-apa. Ini hanya luka goresan kecil, namun Friska tetap bersikeras membawanya ke UKS untuk mengobati luka kecilnya.

“Kenapa nggak mau masuk ke dalam sih?!” keluh Friska yang sudah terduduk di samping Bunga, membuka kotak P3K yang dia bawa.

Bunga hanya merasa tidak nyaman, karena hari ini jadwal piket yang menunggu UKS adalah dua orang siswa laki-laki. “Nggak papa,” jawabnya singkat.

Friska mencibir tidak jelas sambil mengoleskan cairan merah di pinggir luka-lukanya setelah dibersihkan dengan alkohol. Bunga mengernyit. “Perih, pelan-pelan,” katanya.

“Diem! Ini udah pelan ya,” seloroh Friska. “Sumpah ya, gue kesel banget sama lo. Bisa-bisanya cuma diem doang dijailin kayak gitu, heran! Gue juga kesel sama mereka-mereka semua, asli mereka itu bukan manusia tapi tai, sampah!” Gadis itu menyerocos marah-marah, Bunga mendengarkan sembari terkekeh ringan.

“Apa lagi tuh si Arion, dia ketua kelas, ‘kan? Masa ada teman sekelasnya sendiri yang digangguin malah diem nonton doang, mana tadi lo nggak dibantuin padahal jatohnya pas di depan dia ‘kan.” Friska menarik napas sejenak. “Sumpah gue keseeeel,” geramnya sambil menekan kuat luka di dengkul Bunga membuat gadis itu terjingkat dari duduknya.

“Sakit, Fris,” ujar Bunga meringis menahan perih.

“Eh, sorry, sorry habis gue kesel banget, gilak!”

Bunga masih mendengarkan ketika Friska terus-menerus melayangkan sumpah serapah untuk mereka yang tadi mengganggu Bunga. Dia tertawa kecil mendengar semua umpatan Friska.

Bagi Bunga, dia sudah terbiasa selalu dijadikan bahan candaan oleh mereka, dia benar-benar sudah kebal.

Tapi, Bunga sangat bahagia, hingga rasanya dadanya akan meledak saat ada seseorang yang mau membela dirinya. Menjadi orang nomor satu yang siap menolongnya dari para pengganggu. Mempunyai seorang teman yang benar-benar tulus padanya.

Tidak mengapa dia tidak mempunyai banyak teman. Cukup satu, dan itu adalah Friska. Bunga sangat bersyukur akan hal itu.

⚫ ⚫ ⚫

..••°°°°••..

Bersambung

°°••....••°°

250221

Find Yourself!Where stories live. Discover now