34: Harapan Kelabu

330 55 9
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Harapan itu kelabu. Ia tak tampak jelas apakah akan terwujud atau tidak. Jika terwujud maka akan memberikan kesenangan dan kepuasan tersendiri, tapi jika tidak, Bunga tak tahu sebesar apa kekecewaan yang akan dia hadapi ke depannya.

Oleh itu, ketika Bunga telah memantapkan hati untuk tidak menaruh harap apapun pada Arka, laki-laki itu justru datang dan mengakui perasaannya. Bunga serasa terombang-ambing sekarang. Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia percaya atas semua ucapan Arka?

Bunga benar-benar dibuat bingung. Disaat harapan yang hampir dia inginkan itu terwujud, Bunga merasa kacau dan tidak siap.

“Dor!”

Perempuan gempal itu terjingkat dan hampir terselungkup ke depan kala Gerhan tiba-tiba menepuk kedua bahunya. Membuat debar jantungnya berdetak terlalu keras karena terkejut.

“Astagaa, Tuan!” pekik Bunga nyaring.

Gerhan tertawa. “Gitu doang kaget.” Dia menatap Bunga yang entah sedang apa, berkutat dengan barang-barang di dalam gudang. “Dicariin Arka noh, di bawah,” sambungnya seraya mengendikkan dagu.

Mendengar nama Arka terucap oleh Gerhan, otomatis membuatnya memelotot. “Ha-hah?!"”

“Cepet!”

“A-anu, Tu-tuan.” Bunga gelagapan. Udara pengap gudang membuatnya berkeringat.

“Apalagi? Ditungguin dari tadi noh.”

Melihat reaksi Bunga yang tercenung ketika nama Arka disebut, membuat dahi Gerhan berkerut. “Kenapa? Ada masalah?” tanyanya setengah heran.

Bunga menatapnya dengan pandangan memohon. Dia meraih pergelangan tangan Gerhan dengan kedua tangan—menggenggamnya. “Tuan, aku mau minta tolong. Bantuin, ya? Kali ini aja, sekali aja. Please, bantuin ya, Tuan?”

Gerakan tiba-tiba Bunga yang menggenggam pergelangannya itu membuat Gerhan terkejut setengah mati. Rasanya seperti tersengat, tidak sakit. Namun, cukup untuk membuat tubuhnya terkaku sesaat. “Apaan, sih?” Ah, dia sudah kepalang penasaran.

“Tolong bilangin ke Kak Arka kalo aku lagi nggak ada.”

“Tapi gue udah terlanjur bilang kalo lo ada.”

Bunga mendesah. “Yah ....” Perempuan itu mendorong bahu lebar Gerhan—mengusirnya untuk keluar dari gudang. “Ya udah, pake alasan apa aja. Terserah, Tuan. Pokoknya aku lagi nggak mau ketemu sama dia!” desak Bunga memaksa.

Gerhan ingin menyanggah, tetapi Bunga sama sekali tidak memberikannya kesempatan. “Nanti aku traktir es krim deh!” bujuk perempuan gempal itu.

Tatapan Gerhan tertuju lurus pada Bunga. Mengamati wajah Bunga yang memerah dan berkeringat karena kepanasan. Perempuan itu mengangkat kedua jari—membentuk huruf V—ke udara. “Serius, deh. Janji, Tuan.” Bunga mengangguk-anggukkan kepala untuk meyakinkan Gerhan.

Find Yourself!Where stories live. Discover now