28: Gengsi

311 53 10
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

⚫ ⚫ ⚫

Awalnya Gerhan hanya ingin memberikan sedikit pelajaran pada Bunga dengan membuang ponsel model lama milik perempuan itu. Di dalam hatinya sudah ada niatan untuk menggantikan ponsel Bunga dengan yang baru.

Namun, siapa sangka ponsel butut yang tidak ada harganya di mata Gerhan, justru adalah benda yang sangat berarti buat Bunga. Jujur saja Gerhan merasa bersalah, tapi dia sedikit gengsi untuk meminta maaf pada perempuan buruk rupa itu.

Dulu, kurang lebih enam tahun yang lalu, ibu Bunga datang pada orangtuanya untuk melamar menjadi ART yang bekerja di rumah ini. Kebetulan, bibi Asiah yang sebelumnya bekerja di rumah orangtua Gerhan berhenti seminggu yang lalu karena ingin fokus mengurus keluarga di kampung.

Waktu itu bibi Ratna sedang menggendong bayi yang baru berumur bulanan dan membawa serta anak perempuan sulungnya. Katanya, ini adalah pertama kalinya bibi Ratna bekerja karena harus menjadi tulang punggung untuk menghidupi kedua anaknya setelah ditinggal sang suami karena penyakit jantung.

Tentu saja kedua orangtua Gerhan merasa iba, dia pun juga merasakan itu. Saat itu, Gerhan belum membenci Bunga. Dia hanya merasa jijik setiap kali melihat perempuan gempal itu yang selalu terlihat dekil, seperti tidak terawat. Namun, setelah beberapa waktu terlewati dan perhatian mama dan papa terbagi, Gerhan murka.

Ketika mama membelikannya baju dan sepatu baru, maka Bunga dan adiknya juga mendapatkan itu. Ketika papa membelikannya mainan baru, maka Bunga dan adiknya juga akan menerima mainan yang sama. Gerhan benci itu. Bahkan mama pernah berkata ingin menjodohkannya dengan Bunga ketika mereka sudah besar nanti.

Nanti kalo kamu udah besar nggak perlu repot-repot cari pacar, sama Bunga aja. Yang ada di depan mata. Anaknya juga imut, baik, yang selalu sabar ngadepin kamu yang ngeselin ini.

Kamu tuh, jangan terlalu benci sama Bunga. Nanti kalo jadinya suka emang nggak malu apa?

Yang benar saja! Masa laki-laki keren sepertinya harus disandingkan dengan itik buruk rupa seperti Bunga, sih?!

Ssst, Gerhan benci mengingat itu semua. Laki-laki itu bangun dari posisi rebahan. Pikirannya dipenuhi penyesalan dan hatinya terus gelisah. Sekarang, bagaimana caranya meminta maaf pada perempuan jelek itu yang tidak terlihat seperti meminta maaf?

Gerhan berdiri, menyambar hoodie hitam yang tergantung di belakang pintu. Dia berniat untuk merealisasikan niat awalnya untuk membelikan Bunga ponsel baru. Masalah diterima atau tidaknya adalah urusan belakangan, yang terpenting ia sudah terlihat sedikit menyesal, ‘kan?

彡✿❦彡✿❦彡✿❦彡✿❦

Bunga terduduk lesu di bangku kelas. Meratapi ponsel di tangan kanannya yang masih belum bisa menyala, rencananya sepulang sekolah dia akan membawanya menuju konter untuk diperbaiki.

Perempuan itu merasakan adanya kehadiran seseorang dan ketika Bunga mendongak, benar saja sudah ada Renata di depan mejanya. Bunga tersenyum masam.

Ah, bukannya dia sudah berjanji pada diri sendiri untuk berubah, ya? Bukan hanya persoalan fisik, Bunga juga harus bisa bersikap tegas.

“Hei,” sapa Renata tersenyum manis. “Tugas kimia kam—”

“Maaf, Ren,” potong Bunga. Dia melihat kedua alis Renata yang bertaut dan menatapnya memicing. Bunga menghela napas. “Kalo kamu datang untuk minta contekan, maaf aku nggak bisa ngasih lagi. Tapi kalo buat ngajarin, aku dengan senang hati bakal ngajarin soal yang kamu nggak ngerti.”

Renata terkekeh. “Kenapa?”

Bunga baru akan membuka mulut ketika Renata kembali bicara. “Kamu ngerasa cantikan dikit aja belagu banget, ya?” Perempuan itu memonitor tubuhnya dengan tatapan menilai—meremehkan.

“Bukan, bukan begitu. Ini demi kebaikan kita berdua, okey?” jelas Bunga. “Kamu bisa ngerjakan semua soal itu asal kamu mau berusaha mempelajarinya. Terus, aku keberatan kamu nyontekin hasil kerja kerasku ke temen-temen sekelas tanpa tau kalo sebenarnya itu bukan murni kamu yang ngerjakan.”

“Berhenti berpura-pura, Ren. Semua orang tentu punya kekurangan, kamu nggak perlu memaksakan diri untuk jadi sempurna di depan orang-orang.”

Renata menatapnya nyalang. “Nggak usah sok tau! Lo tau apa tentang gue?!” bentak perempuan itu lepas kendali. “Lo mau ini? Okey, gue berhenti. Tapi, lihat aja ke depannya apa yang bisa gue lakuin buat bikin lo menderita. Kita liat aja.” Perempuan itu pergi dan sebelum benar-benar beranjak dia menendang kaki kursi Bunga hingga berderit.

Dia ... tidak salah, ‘kan? Apapun resikonya, Bunga akan menghadapinya.

⚫ ⚫ ⚫

..••°°°°••..

Bersambung

°°••....••°°

Terima kasih untuk yang sudah mampir💙

230821

Find Yourself!Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt