30: Tanpa Kendali

354 56 9
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Gerhan tersenyum puas sekaligus lega setelah berhasil membujuk Arka untuk memberitahukan di kelas mana Bunga berada. Di tangan kanannya, dia menenteng totebag yang berisi ponsel baru untuk diberikan pada Bunga sebagai permintaan maaf. Pasalnya, sudah dua harian ini Gerhan sukses dibuat frustasi oleh Bunga. Melenceng dari perkiraannya, Gerhan kira perempuan itu hanya akan marah untuk waktu yang singkat. Nyatanya, tidak sama sekali dan itu justru menjadi tamparan keras untuknya.

Bahwa dia selalu memandang rendah sesuatu. Gerhan, benar-benar tidak tahu caranya menghargai. Semua yang Bunga katakan memang benar adanya.

Laki-laki itu berhenti tepat di depan kelas Bunga-X MIPA 4-mengambil jeda sejenak untuk menarik napas kemudian menghembuskannya. Kira-kira apa yang harus dia katakan pada Bunga? Dengan catatan tidak mengurangi sedikitpun harga dirinya. Tentu saja itu karena dia adalah seorang tuan dari perempuan gempal itu.

"Heh, Gentong! Bener lo udah ngerasa cantik?"

Kaki Gerhan yang baru akan terangkat, tertahan karena seruan dari dalam kelas. Gerhan mengucek kedua mata, dia tidak salah lihat, 'kan?

Di sana, dia melihat Bunga. Berdiri terpojok karena siswa-yang tidak Gerhan kenali. Memberikan tatapan hina juga penuh ejekan. Laki-laki itu menyeringai, kemudian memonitor tubuh Bunga dari ujung kepala hingga kaki. Menatap lekat setiap bagian tubuh gempal Bunga dengan penuh penilaian.

Tanpa sadar, tangan Gerhan terkepal kuat. Hei, apa-apaan itu? Kurang ajar sekali dia pada Bunga.

Saat Gerhan masih berkutat dengan pikirannya, dia melihat Bunga melayangkan pukulan pada rahang kiri laki-laki tadi. Senyum Gerhan terbit. "Bagus Gentong! Kalo bisa pukul dia sampe mampus," monolognya sembari tertawa kecil.

Laki-laki itu memaki. Wajahnya memerah karena emosi yang tak terkendali, memojokkan Bunga hingga tersudut di dinding kelas. Hingga, ketika bajingan itu ingin membalas pukulan Bunga, Gerhan sudah hampir berlari untuk menghentikannya. Namun, lagi-lagi ada yang menahan langkahnya.

Gadis dengan tubuh semampai-satu-satunya teman yang Bunga miliki berteriak histeris. Keadaan kelas menjadi sangat ricuh. Gerhan berdecak. Dari tiga puluh saksi mata yang menyaksikan, hanya ada satu orang perempuan yang berani menghentikan keributan ini. Apa-apaan ini?

"Lo mau mukul Bunga, Ren? Banci lo?!" Perempuan jelita itu berdiri tepat di hadapan Bunga.

"Minggir, gue nggak ada urusan sama lo, Fris." Laki-laki itu mendorong tubuh semampai teman Bunga dan langsung diambil alih oleh siswi lain. Gerhan menyebutnya cabe-cabean, karena seragam ketat dan rok di atas lutut yang dikenakan siswi itu.

Find Yourself!Where stories live. Discover now