29: Sisi yang Baru

338 58 11
                                    

Warning!

Banyak kata-kata kasar di part ini. Ambil baiknya dan buang buruknya yaa. Tengkyu🙆

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Eh, Bunga! Perasaan gue aja atau emang mata gue yang belekan, lo kurusan, ya?”

Padahal baru saja dia memasuki kelas setelah dari toilet, Bunga sudah mendengar celotehan Nayla yang duduk di atas meja. Jam pelajaran kedua hari ini kosong karena bu Widya-selaku guru mata pelajaran Biologi tidak bisa hadir untuk mengajar dan hanya meninggalkan tugas.

“Nayla, jangan duduk di meja. Nanti ada guru yang lewat!” tegur Arion.

“Bacot, Yon!”

Bunga tidak mengindahkan ucapan Nayla sebelumnya. Perempuan itu membawa langkah menuju tempat duduknya di samping Friska.

“Wah, wah, lo ngacangin gue, ya? Udah berani nih?” Nayla mencegat langkah Bunga dengan bertolak pinggang di hadapannya.

Sumpah, Bunga tidak ingin memulai keributan. Untuk itu dia tidak ingin meladeni semua ucapan Nayla, ditambah sekarang pinggangnya sedang nyeri karena datang bulan. Biasanya, emosinya juga tidak stabil di masa-masa haid. Bunga tidak ingin menambah masalah, hanya itu.

“Nay, jangan sekarang ya, please ....” pinta Bunga. Satu tangan perempuan itu mencengkram perutnya yang serasa dicabik-cabik.

“Gue maunya sekarang nih. Kenapa emangnya, hm?” tantang perempuan itu.

Bunga menghela napas. Kenapa sedikit perubahan yang terjadi pada dirinya ini seperti mengusik Nayla? Dia harus senang atau bagaimana? Nayla begitu memperhatikannya. Dari tatapan mata lurusnya, Bunga menangkap pemandangan Renata yang tengah melipat kedua tangan di depan dada-berdiri di belakang Nayla. Bunga tidak ingin suudzon. Namun, setelah kejadian kemarin saat dia tidak ingin memberikan contekan pada gadis jelita itu, Renata mengancam. Seolah-olah gadis jelita itu mengibarkan bendera perang padanya.

Apa benar ini ulah Renata? Lagi pula juga Nayla, ‘kan teman dekat gadis itu. Apa Renata yang memprovokasinya? Ais, sudahlah, Bunga malas memikirkannya. Perempuan itu menggeleng pelan.

“Kenapa geleng-geleng, hah? Nggak mau?”

Bunga tersadar. Mata bulatnya melempar kode pada Friska yang sudah akan mendekat-untuk mencegah gadis itu. Tidak apa, Bunga bisa melakukannya sendiri. Dia sudah berjanji untuk berubah. Ini demi kebaikannya. Bukankah jika ingin memulai sesuatu harus dimulai dari diri sendiri?

Jadi, mata bulat itu menatap sang lawan di depannya. “Emangnya kalo aku kurusan, kamu keberatan? Kamu ngerasa tersaingin ya, Nay?” ucap Bunga menusuk dengan nada sinis. Dalam hati, Bunga memuji diri sendiri. Wah, kok bisa kata-kata itu terucap dari bibirnya ini?

Find Yourself!Where stories live. Discover now