19: Ekspektasi

312 55 17
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

⚫ ⚫ ⚫

Mungkin, ini yang dinamakan 'ekspektasi tidak sesuai realita'. Niat hati ingin menjelma menjadi perempuan jelita yang sempurna. Selayaknya proses metamorfosis yang terjadi pada ulat yang menjelma menjadi kupu-kupu dengan sayap indah. Bunga ingin seperti itu, tapi yang terjadi justru sebaliknya, diluar ekspektasi yang Bunga bayangkan.

"Oke, kalo lo nggak mau kasih tau apa yang lo sembunyiin di tangan lo. Gimana kalo ini aja ...."

Sebelum Gerhan menyelesaikan kalimatnya. Sebelum Bunga tahu, gerakan tangan majikannya itu mengarah pada bagian mana tubuhnya. Bunga sudah terlambat. Semuanya benar-benar sudah berakhir.

Astaga ..., harus taruh di mana lagi mukanya yang jelek ini? Di hadapan Gerhan, Arka, dan Farrel, ia benar-benar sukses dibuat malu.

Iya, Gerhan menarik keras masker yang menutupi wajah kuningnya. Laki-laki itu sempat tercengang sesaat, namun respon selanjutnya itu benar-benar membuat Bunga ingin menghilang sekarang juga.

"Lo penyakitan, heh?" Gerhan terbahak puas setelah melihat wajahnya. Ia bahkan mendorong keras bahu Bunga mendekati Farrel.

Farrel juga ikut tertawa mengejek. Laki-laki itu menunjuk wajah Bunga. "Ini kenapa lo kuning-kuning begini? Ini ..., bukan kuning-kuning yang biasanya ngambang di sungai, 'kan?"

Puas sekali sepertinya mereka. Gerhan bahkan sampai memukul-mukul dinding, saking terpingkalnya laki-laki itu tertawa.

Bunga mendesis. Ingin marah, tapi ingin menangis juga. Tidak tahu harus berbuat apa lagi. Satu-satunya yang tidak tertawa adalah Arka. Bunga penasaran, jadi ia beranikan diri untuk melirik 'Manusia Aneh' itu. Dan itu hanya menambah kadar kekesalannya saja. Memang benar Arka tidak terbahak seperti Gerhan dan Farrel, tapi ia sedang berusaha keras menahan tawa.

Menyebalkan!

Mumpung Gerhan masih puas tertawa, ia ingin mengangkat kaki dari sini. Namun, baru beberapa langkah Gerhan menahannya dengan menarik bagian leher sweetshirtnya.

"Eits, tidak semudah itu, Markonah. Main kabur aja!"

Bunga menepuk-nepuk lengan Gerhan di belakang lehernya. Ia merasa tercekik. "Sa-sakit, lepas," pintanya.

Bukannya melepaskan, Gerhan justru menariknya hingga tubuh mereka hampir bertubrukan.

"Coba mana tangan lo!" perintah Gerhan.

Bunga menghela napas. Sudah basah kehujanan ini namanya, alias kemalangan selalu datang padanya bertubi-tubi. Tidak ada gunanya lagi menutupi, jadi dengan pasrah ia menjulurkan tangan.

Gerhan menggulung lengan bajunya. "Beneran kuning semuaan lo?" Dia tertawa lagi setelah memeriksanya. "Buka kaos kaki lo!"

Lagi, Bunga menghela napas. Ia turuti saja apa mau laki-laki manja ini agar ia segera terbebas.

Find Yourself!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora