6: Gerhana dan Kesempurnaannya

449 83 8
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Bagi Gerhana Adhitama Putra, kelahirannya di dunia adalah sebuah keutamaan. Seperti arti namanya, Adhitama—tampan, indah, dan memiliki keutamaan.

Dia tampan, memiliki tubuh jangkung yang ideal serta kulit kuning langsat khas Indonesia. Lahir dari keluarga yang serba berkecukupan dengan wajah rupawan membuatnya sedikit terlena akan kelebihan pada dirinya. Hingga, dia lupa, bagaimana caranya menghargai perbedaan.

Menurutnya, fisik yang sempurna itu sangat penting. Kesempurnaan yang ada pada dirinya membuat Gerhan buta hati. Maka ketika dia melihat seseorang yang jauh dari kata rupawan, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mencela. Salah satunya adalah Bunga Ayunindhya—anak pembantu yang bekerja di rumahnya.

Jiwa kenakalan laki-laki itu muncul saat melihat sosok itu tidak jauh dari tempatnya duduk di tengah-tengah kantin, membawa semangkuk bakso dengan uap mengepul di atasnya. Gerhan tersenyum miring, menjadikan Bunga sebagai mainannya adalah suatu hiburan gratis yang tidak boleh dia lewatkan.

Senyum miring itu berubah menjadi senyuman yang sedikit lebih lebar kala Bunga mengambil jalan di sisinya. Gerhan selalu percaya keberuntungan akan terus berada di pihaknya, seperti saat ini.

Diam-diam, dia menjulurkan kaki panjangnya seraya menghitung mundur dalam hati. Mampus lo kesandung, batinnya.

Dan tepat dihitungan terakhir, Bunga jatuh tersandung kakinya. Sebagian kuah bakso panas itu menumpahi bagian depan tubuh gadis gempal itu serta lengan kanannya.

Gerhan tertawa puas seraya bertepuk tangan tanpa tahu seberapa panas kuah bakso itu menumpahi kulit Bunga. Satu-satunya teman perempuan itu menjerit hingga mengundang beberapa perhatian penghuni kantin.

Lalu, tanpa dia duga Arka—temannya bergerak cepat menolong gadis buruk rupa itu seraya melayangkan tatapan tajam pada Gerhan. Hei, maksudnya apa?

“Lo keterlaluan,” ucap Arka sengit. Kemudian membawa Bunga keluar dari kantin.

Gerhan terdiam sejenak, kemudian tertawa lagi. “Lucu banget nggak sih tadi, Gentong jatoh kek gempa tsunami gitu,” ujarnya disela-sela tawa.

“Gerhan,” tegur Jojo.

Malik berdiri, menyentak kursinya keras. “Lo ketawa?” tanyanya sarkas. “Lo pikir itu lucu, hah?”

Lalu pergi meninggalkan Gerhan yang terbungkam, juga Jojo dan Farrel yang tidak berani bersuara.

Tidak heran bagi mereka yang mengenal Malik, laki-laki itu sedikit bicara namun sekalinya bersuara kalimat-kalimat sarkasme dan sindiran yang keluar. Yang menjadi pertanyaan Gerhan adalah; kenapa Malik marah? Memang ada urusan apa dia dengan perempuan gentong itu hingga dia harus mengeluarkan pertanyaan sarkas itu?

Gerhan mengerutkan alis, bingung. Ada apa dengan Arka dan Malik?

彡✿❦彡✿❦彡✿❦彡✿❦

“Aduh, baju lo jadi kotor gini nih. Mana nggak bawa baju ganti juga ‘kan?” Friska mengamati Bunga dari atas kepala hingga ujung kaki setelah gadis itu keluar dari toilet. Meski sudah dibersihkan, noda kuah bakso yang bercampur kecap dan saus itu masih tercetak jelas di kemeja batiknya.

Bunga menggeleng. “Udahlah nggak papa, tinggal jam pelajaran terakhir juga, bentar lagi pulang,” jawabnya terlalu santai dan tak acuh.

Friska menggeram gemas dengan sikap tenang temannya ini. Sebenarnya Bunga itu manusia atau malaikat yang tidak punya emosi sama sekali? “Eh, tangan lo juga itu beneran nggak papa? Perlu dikasih salep atau apa gitu kek?!”

“Nggak perlu.” Bunga menepuk pelan bahu Friska, menenangkan. Menurutnya, Friska terlalu banyak kekhawatiran untuk hal-hal kecil—menurutnya—seperti ini.

“Lo ya ....” Friska menjitak pelan dahi Bunga, gemas. “Sekali-kali tuh butuh pembelaan buat lindungin diri sendiri, jangan apa-apa diem. Dibuat jatuh sampe ketumpahan kuah panas gini pun lo cuma diem doang?! Walaupun dia anak majikan lo, kalau dia ganggu lo kayak tadi lo harus tegas. Heran dah, lo itu manusia apa bukan, heh?”

Friska menghela napasnya sejenak. “Lo harus sayangin diri lo. Tubuh, pikiran, mental ... apapun itu yang ada di diri lo, lo harus lindungin itu karena itu adalah milik lo sendiri. Nggak boleh ada satu orang pun yang boleh nyakitin diri lo. Love yourself, okey?”

Bunga tersenyum, tipis. “Iya, iya,” pasrahnya. “Kamu kok cerewet banget kalo masalah ginian, emak-emak aja kalah keknya. Udah ah, ke kelas aja yuk, bentar lagi bunyi bel.” Bunga mendorong punggung Friska agar berjalan ke kelas.

Love yourself. Cintai diri sendiri? Coba katakan padanya, bagian dari dirinya yang manakah yang pantas untuk ia cintai?

Jawabannya tidak ada.

Dan seharusnya tidak akan ada, karena apapun yang ada pada dirinya hanyalah sebuah kekurangan, Bunga adalah kutukan. Dia tidak perlu pembelaan atas dirinya. Jadi, dengan suka rela dia akan menerima semua perlakuan buruk yang datang padanya—hanya untuknya. Karena Bunga tidak tahu bagaimana cara menerima diri, bagaimana caranya mencintai diri sendiri.

Lagipula, tidak ada yang perlu ia cintai, termasuk dirinya sendiri, bukan?

Bunga, tidak perlu itu.

“Hah, dasar,” cibir Friska bersungut-sungut. Dari awal MOS dia mengenal seorang Bunga Ayunindhya hingga sekarang di awal semester dua kelas sepuluh, Bunga adalah seorang yang tidak memiliki kepercayaan diri, selalu diam ketika ditindas dan yang paling menjengkelkan adalah Bunga itu sulit dinasehati. Seperti tadi contohnya.

“Eh, ini jaket punya siapa?” tanya Bunga bingung saat mendapati sebuah jaket berwarna biru navy terlipat rapi di atas mejanya.

Bunga ingat dengan jelas, sebelum dia pergi ke kantin hingga insiden ketumpahan kuah bakso tadi, tidak ada satu barangpun di atas meja kecuali alat tulis.

“Loh, iya, punya siapa ya?” Friska mengambil jaket itu seraya memperhatikannya. “Jaket cowok sih ini,” gumamnya.

Ketika Friska membuka lipatan jaket itu, sebuah sticky note berwarna biru terjatuh. Bunga meraihnya.

Gue tebak, lo nggak bawa baju ganti atau jaket. Jadi, pakai jaket gue buat nutupin seragam lo yang kotor.

Arka dari kelas XII MIPA 2

Bunga mengusap wajahnya lelah. Kali ini cobaan atau kutukan macam apa lagi yang datang padanya, ya Tuhan.

⚫ ⚫ ⚫

..••°°°°••..

Bersambung

°°••....••°°

010321

Find Yourself!Where stories live. Discover now