17: Dimulai dari Hari Ini

315 53 2
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Terima kasih, Bu,” ucap Arka sopan pada ART yang bekerja di rumah Gerhan.

Wanita paruh baya itu menyiapkan berbagai macam cemilan dan minuman di atas meja untuk menemani mereka bermain.

“Iyaa, silakan dinikmati ya, Dek,” kata wanita itu kemudian undur diri.

Arka mulai menikmati cemilan keripik singkongnya sedangkan ketiga temannya masih sibuk bermain game online. Sesekali Gerhan dan Farrel akan mengumpat dan Malik bermain dalam diam.

“Anjing, gue kalah.” Gerhan memukul meja dengan keras, handphone-nya ia banting hingga mendarat di karpet berbulu berwarna coklat.

Farrel terbahak, senang sekali ia melihat Gerhan mengumpat seperti itu. “Lo sih, noob,” ejeknya.

“Lik, lo belum?” Farrel mengintip Malik yang masih asik bermain. “Makan gih, gue suapin aaa ....” Laki-laki itu mencoba menyuapi Malik stik balado.

“Diem!”

Cukup satu kata dari Malik, Farrel tidak akan berani mengganggu lagi.

Selow.

Gerhan tertawa ringan. “Udah, jangan ganggu dia.”

Farrel mendengkus, ia mengambil minuman bersoda dan menenggaknya. “Mana anak pembantu lo? Yang cewek waktu itu, yang badannya, humpt.” Farrel membuat gerakan dengan kedua tangan mengempal terangkat, mulutnya menggembung.

“Babon? Si Gentong itu?” Gerhan tertawa—mengejek kekurangan seseorang adalah keahliannya—bahunya terangkat tak acuh. “Nggak tau dan nggak peduli,” sambungnya.

Arka jadi tertarik, memang sedari tadi matanya terus mengintip ke dalam rumah Gerhan. Mencari-cari keberadaan Bunga, namun hasilnya nihil. Tadi saja yang mengantari mereka cemilan hanya ibu Bunga. “Mulut lo! Dia udah dikasih nama bagus-bagus dari orangtuanya,” tegur Arka dengan nada tidak suka.

Gerhan mengendikkan bahu tak acuh, lebih memilih untuk menikmati cemilan yang tersedia.

“Rumah lo besar banget, anjir!” seru Farrel mengambil atensi ketiganya. “Tuker yuk, Han. Lo jadi gue, gue jadi lo. Sekali-kali gitu gue pengen rasain gimana rasanya jadi anak sultan.”

“Lo udah ke rumah gue berapa kali, anco. Itu terus yang lo omongin," sahut Gerhan ogah-ogahan. Pasalnya, setiap Farrel bermain ke rumah, selalu kalimat itu yang dia ucapkan. Atau jika tidak, laki-laki itu akan mengadu nasib padanya—membandingkan kehidupan Gerhan dengannya.

Find Yourself!Where stories live. Discover now