22: Pertengkaran

338 54 22
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Lo nggak bareng Jojo?”

Spontan, fokus Gerhan menatap layar ponsel berganti menatap Farrel. Mereka berdua baru saja keluar kelas dan baru akan menuju parkiran. Gerhan menatap nanar chat terakhir yang ia kirim pada Jojo semalam, tidak kunjung mendapat balasan. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak.

Gerhan menghela napas. “Kok gue ngerasa akhir-akhir ini Jojo ngehindarin gue ya. Gue ada salah apa kira-kira?” Laki-laki itu memulai curhatnya.

Farrel tampak berpikir sejenak, namun kemudian mengendikkan bahu. “Entah,” jawabnya. “Sebelumnya lo nggak ada berantem, ‘kan sama Jojo?”

“Enggak,” tukas Gerhan putus asa.

Farrel berdecak. Gerhan ini ..., apa benar-benar cinta buta ya sama Jojo? Wajah laki-laki itu sampai lesu tidak bertenaga hanya dengan memikirkan Jojo. “Hey, Boy!” Ia merangkul bahu Gerhan. “Jangan galau-galau gitu ah, cupu lo gara-gara cewek doang! Masih banyak cewek yang lebih cantik daripada Jojo kalo lo mau tau.”

Gerhan menggeram, menyingkirkan tangan Farrel dari bahunya. Tidak ada gunanya memang bicara pada Farrel. Bukannya memberikan solusi malah memberikan masalah. “Btw, Arka mane?” tanya Gerhan mengalihkan pembicaraan sekaligus sebagai peralihan pikirannya yang terus memikirkan Jojo.

Yang ditanya hanya mengendikkan bahu tak acuh. “Gue perhatiin akhir-akhir ini dia lagi deketin anak pembantu lo. Apa dia naksir beneran ya?” Laki-laki itu mengusap-usap dagu seolah berpikir.

“Ck, selera Arka rendahan banget,” hina Gerhan. Memang apa istimewanya dari perempuan buruk rupa itu hingga Arka sampai terjerat pesonanya? Tidak habis pikir memang.

“Eh, itu bukannya ....” Telunjuk Farrel yang semula menunjuk sesuatu di belakangnya terurung. Laki-laki itu malah menahan bahunya agar tidak melihat sesuatu yang coba Farrel sembunyikan.

“Apa, sih, ah. Ada apaan?” tanya Gerhan penasaran. Kepala Gerhan sudah hampir tertoleh ketika tiba-tiba Farrel menangkup wajahnya.

“Gerhan gue sayang sama lo. Lo percaya, ‘kan sama gue?” Farrel menatap Gerhan lurus seraya memainkan pipi laki-laki itu yang ia tangkup di tangannya.

Gerhan memberontak dengan wajah merah padam karena menahan amarah bercampur rasa jijik. “Apaan, sih, anying. Lepas nggak!”

“Gerhan, Gerhan. Lo harus percaya kalo gue sayang sama lo. Liat mata gue, Han!” Farrel masih saja berusaha sekuat tenaga.

“Lepas anj—”

Belum selesai Gerhan mengucapkan kalimat, tangan Farrel sudah terlepas dari wajahnya. Dan bersamaan dengan itu, ia melihat sesuatu yang membuat hatinya patah berkeping-keping.

Find Yourself!Where stories live. Discover now