40: Amarah

326 37 5
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

⚫ ⚫ ⚫

"Ren, lo udah tugas Fisika belum?" Adam-laki-laki dengan rambut ikal itu bertanya sembari menyengir. Satu tangannya menggaruk tengkuk dan tatapan memohon dia tujukan pada Renata.

"Belum," jawab Renata kalem.

Adam mendesah kecewa. "Yah ...." Namun, sedetik kemudian ekspresinya berubah sumringah kembali. "Yaudah deh. Tapi kok, Ren, lo akhir-akhir ini sering nggak ngerjain tugas, kenapa?"

"A-aku ..." Renata gelagapan. Kedua netra gadis jelita itu berlarian ke kiri dan ke kanan. Tidak bisa diam untuk memikirkan alasan yang tepat. "Eng, aku lagi sibuk aja, nggak sempat buat ngerjain PR jadinya," alibinya seraya tersenyum canggung.

Adam manggut-manggut paham. "Iya, sih, orang kayak lo pasti sibuk banget. Lo banyak ikut les-les privat gitu, ya?"

Renata mengangguk singkat. "Hm."

"Yaudah deh." Adam yang semula duduk di atas meja, segera berdiri. "Gue nyontek sama yang lain aja. Ntar kalo udah, gue bagi jawabannya ke elo," ujar laki-laki itu sembari memainkan alisnya-bermaksud menggoda.

Senyum simpul Renata berikan sebagai respon. Kedua mata gadis jelita itu mengedar, memonitor keadaan kelas dan fokusnya jatuh pada tempat duduk Bunga. Di meja gadis itu ada beberapa siswi yang berkerubun di sana karena Bunga sedang mengajari cara mengerjakan soal Fisika sebagai tugas yang diberikan Pak Syam. Tanpa sadar Renata berdecih, di matanya mereka hanyalah sekumpulan gadis-gadis kolot.

"Ren, gue mau ngomong sama lo."

Suara itu membuat atensi Renata teralihkan. Dia menatap sang pemilik suara yang ternyata adalah Nayla, sudah berdiri di depan mejanya dengan wajah yang terlihat ... kacau, mungkin?

Iya, kacau. Terlihat dari bawah mata gadis itu yang menggelap dengan kantung mata cukup besar. Bibir Nayla pucat, tidak seperti biasanya yang selalu dipoles lipstick dengan warna yang menurut Renata itu norak. Dan sudah berapa hari Nayla tidak menggunakan skincare hingga wajah gadis itu menjadi kusam? Benar-benar tidak terawat seperti biasanya. Mungkin, karena harus menanggung malu akibat perbuatannya pada Bunga, Nayla menjadi kacau. Itu yang Renata pikirkan.

Renata tidak menyahut, tetapi gadis jelita itu menaikkan sebelah alisnya.

"Gue mau ngomong cuma berdua sama lo, bukan di sini," tekan Nayla dengan suara seraknya.

"Ngomong di sini aja," jawab Renata acuh tak acuh.

"Nggak bisa," elak Nayla. "Ini ... tentang Bunga."

Renata masih tetap kukuh, tidak ingin mengalah sama sekali. Gadis itu malah melipat kedua tangannya di atas meja dengan tatapan lurus pada Nayla. "Ya ngomong di sini aja."

"KENAPA SIH?!" Nayla meledak. Seluruh emosi yang sudah dia tahan-tahan itu tidak lagi mampu tertampung. Dia hanya ingin waktu sebentar saja untuk membicarakan masalah mereka, tentang semua yang Bunga katakan padanya waktu itu, bahwa Renata hanya menjadikannya tameng. Nayla hanya ingin Renata mengonfirmasi kebenaran semua itu. Namun, kenapa Renata sama sekali tidak ingin berkompromi?

Find Yourself!Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora