26: Terabaikan

333 61 5
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚫ ⚫ ⚫

Gerhan merasa bosan. Setelah bermain game dan menyelesaikan tontonan film horor, laki-laki itu memilih untuk keluar kamar. Ia membawa langkah menuju kolam yang terletak di halaman belakang rumah, mencari-cari keberadaan Bunga di sana, tapi hasilnya nihil. Gerhan kesepian, ia butuh Bunga untuk bersenang-senang.

Padahal ini hari Sabtu, setiap weekend pasti perempuan gempal itu akan ke rumahnya lebih pagi dari hari biasanya karena libur sekolah. Namun, seharian ini tidak sekalipun ia lihat penampakan perempuan itu di rumahnya.

Gerhan melihat pak Roni—tukang kebun di rumahnya—yang sedang memotongi rumput, segera mendekat. “Pak, liat Bunga nggak?”

Pak Roni yang ditanya mendongakkan kepala. “Bunga? Dari tadi nggak keliatan, Den.”

Jawaban dari pak Roni membuatnya mendesah kecewa. Gerhan kembali membawa langkah memasuki rumah. Menduduki sofa seraya mengecek chat yang beberapa jam lalu ia kirimkan pada Bunga, tetapi tidak dibaca, juga, ia telah menelepon beberapa kali. Namun, tidak sekalipun panggilannya terjawab.

Laki-laki itu menggeram, berteriak memanggil bibi Ratna. “Bi!”

Tak lama kemudian wanita paruh baya itu datang dengan tergesa. “Ada apa, Den? Mau dibuatkan sesuatu?”

“Enggak,” jawab Gerhan lesu. “Bunga mana, Bi?”

“Oh, nggak ke sini, Den.”

“Kenapa?”

Bibi Ratna sempat menatap Gerhan heran sebelum menjawab, “Katanya ada teman yang mau main ke rumah.”

Kening Gerhan mengernyit. “Siapa?” gumamnya penasaran. Laki-laki itu melirik jam dinding, pukul enam sore. Ia ingat malam ini ada pasar malam di dekat rumah Bunga. Jadi, ia berdiri dan menyambar kunci motor di atas meja, Gerhan akan pergi ke sana.

Siapa tahu ia bisa bertemu dengan Bunga di sana, ‘kan?

彡✿❦彡✿❦彡✿❦彡✿❦

“Abang!” Keysa berseru riang ketika suara motor Arka terdengar dari luar rumah. Gadis kecil itu berlari mendatangi Arka yang baru saja melepas helm.

Bunga menyusul di belakang Keysa. “Maaf, Kak,” katanya dengan wajah tidak enak.

Arka mengibaskan satu tangannya. “Selow.”

“Bang Arka, kita jalan sekarang?”

Laki-laki jangkung itu menunduk, menatap Keysa yang memiliki tinggi hanya sebatas pinggangnya. Gadis kecil berumur enam tahun itu menggenggam tangan kanan Arka seraya mengayunkannya. “Kuy, lah! Gas ngeng!”

Find Yourself!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang