32: Kebimbangan yang Melingkupi

328 55 11
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Jatuh cinta itu membingungkan. Ia indah, tetapi secara bersamaan juga rumit. Sukar untuk dimengerti. Perasaan itu yang membuat pikiran Gerhan selalu kacau belakangan ini.

Ketika membandingkan perasaannya sekarang dengan dulu saat dia bersama Jojo, Gerhan bisa menarik kesimpulan. Bahwa perasaannya dulu terhadap Jojo adalah sebatas kekaguman dan obsesi. Namun, pada Bunga, ini jelas berbeda.

Dia benar-benar menyukai Bunga saat ini.

Belakangan ini, Gerhan selalu dibuat terpikat oleh perempuan itu. Cara bicara Bunga yang selalu sewot ketika Gerhan menyuruhnya ini-itu, aroma minyak kayu putih bercampur bedak bayi, pipi tembam Bunga yang ketika tersenyum akan terlihat seperti balon yang hampir meletus, mata bulat perempuan itu yang besar, ekspresi, dan semuanya. Gerhan bahkan tidak bisa berpikir jernih sekarang.

Semua hal tentang Bunga telah mengaktifkan reseptor opoid di dalam otaknya. Memberikan reaksi perasaan tidak senang saat dia melihat Bunga terlihat begitu akrab dengan Arka. Terduduk tidak jauh di belakangnya—di meja kantin. Dadanya terasa sesak, seperti ada dinding yang menghimpitnya di kedua sisi, Gerhan merasa begitu terjepit, udara di sekitarnya pengap, dan dia sulit bernapas.

“Wih, Arka mainnya gercep juga, ya?” Farrel menyenggol bahunya, membuat kesadarannya kembali.

Gerhan hanya berdeham. Kemudian membagi fokusnya untuk mengunyah batagor dan memaksanya untuk tertelan. Sekarang, tenggorokannya terasa tercekat.

“Lo nggak mau juga gitu, Han?”

“Nggak mau apa?” tanya Gerhan dengan dahi berkerut.

Farrel berdecak. “Cari doi, lah! Tuh, temennya Bunga leh ugha, nggak kalah sama mantan lo yang kemaren.”

Ah, Gerhan malas sekali dengan bahasan yang seperti ini. Dia lebih memilih menikmati batagor—meski terpaksa—daripada harus meladeni ocehan Farrel.

Karena Gerhan hanya diam, membuat Farrel menarik kesimpulan sendiri. Mata laki-laki itu melotot. “Gilak, lo belum move on dari Jojo, ya?!” tuduhnya.

Gerhan tersedak. Segera dia raih gelas berisi es teh dan segera menandaskannya. Dia mendesis. “Anjing!” umpatnya, kemudian melirik Malik yang terlihat anteng dan masa bodoh.

“Hehehe,” cengir Farrel dengan wajah tanpa dosa. “Eh tapi serius dah. Bunga sekarang keliatan cantikan, ya? Kek mukanya keliatan berseri-seri, bersinar gitu,” ungkap Farrel mengenyahkan kecanggungan di antara mereka yang sempat singgah.

“Cewek emang gitu.”

Kontan Gerhan dan Farrel langsung menoleh pada Malik yang baru saja bersuara.

“Gitu kayak gimana?” tanya Gerhan penasaran.

“Kalo udah rasa percaya dirinya muncul, katanya, cewek jadi keliatan jauh lebih cantik.”

Farrel melongo. Selama tiga tahun dia berteman dengan Malik, ini adalah kalimat terpanjang yang laki-laki itu ucapkan. Malik itu jarang bicara, tetapi sekali bicara, perkataannya selalu tepat.

Malik berdiri setelah menghabiskan makanannya. Sebelum benar-benar beranjak, ia remas pelan bahu kanan Gerhan. “Jadi lo harus hati-hati sekarang, Han,” peringat Malik dengan suara rendah. “Kalo-kalo aja lo jadi suka sama Bunga, cewek yang selama ini lo benci mati-matian.”

Gerhan tersenyum masam. Peringatan dari Malik itu sedikit terlambat untuk dikatakan. Karena sekarang, Gerhan sudah dibuat jatuh dalam pesona Bunga. Perempuan buruk rupa yang dulunya sangat dia benci.

Gerhan terlambat. Dan mungkin saja, kesempatan untuknya tidak akan pernah ada.

彡✿❦彡✿❦彡✿❦彡✿❦

“Kenapa Kak Arka selalu ngasih aku minuman jus, tapi Kakak sendiri lebih suka minum susu cokelat?”

Arka mengerutkan kedua alisnya seraya merunduk menatap Bunga. “Kenapa?”

Bunga memutar bola mata, kesal. “Aku nanya dijawab, Kak. Bukan malah nanya balik,” ketusnya sembari menghabiskan jus kotak rasa apel yang tadi Arka berikan padanya.

Jam istirahat masih tersisa sepuluh menit. Setelah dari kantin, Arka mengajaknya ke perpustakaan sebentar. Laki-laki itu mau ngadem.

Arka tertawa renyah. Satu tangannya mendarat di atas kepala Bunga dan menepuk-nepuknya pelan. “Galak banget,” ucapnya. “Gue nggak suka sayur atau buah yang di jus kayak gitu. Gue sukanya susu cokelat,” sambung Arka. Laki-laki itu berhenti sebentar untuk membuang sampah kotak susu sebelum memasuki perpus.

“Katanya mau jadi dokter, tapi nggak suka sayur sama buah. Gimana, sih?”

“Bukan nggak suka sayur dan buah. Cuman nggak suka kalo diolah jadi jus, Bunga,” tegasnya seraya menyentil pelan dahi Bunga.

Awalnya, Bunga selalu terkejut dan menghindar setiap kali Arka melakukan kontak fisik seperti ini atau mencubit pipinya ketika laki-laki itu sedang gemas. Namun, seiring berjalannya waktu dan Bunga semakin mengenal Arka, dia tidak lagi menghindarinya.

Bunga menyukainya. Sensasi menggelitik di perutnya ketika Arka melakukan hal itu. Menepuk-nepuk pelan puncak kepalanya. Dia menganggap Arka seperti kakak laki-laki yang selalu Bunga impikan. Namun, kenapa semakin lama dia mengenali Arka, semakin nyaman pula Bunga berada di sekitar laki-laki itu. Bersama Arka, Bunga merasa dihargai. Arka tidak pernah memperlakukannya berbeda, seperti kebanyakan laki-laki yang pernah Bunga temui. Arka tidak pernah mengungkit-ungkit tentang kekurangan fisiknya. Arka itu laki-laki baik yang pernah Bunga temui. Terlalu baik malah.

Hingga, perlahan ketakutan-ketakutan itu menguar ke permukaan. Rasa insecure itu masih ada, tidak sepenuhnya hilang dan tidak semudah itu untuk dihilangkan. Sampai saat ini, Bunga bahkan masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan ketika pertama kali dia kenal pada Arka. Kenapa Arka sangat baik padanya?

“Kenapa masih di luar?”

Pertanyaan Arka memecah lamunannya. Bunga menatap Arka yang sudah memasuki perpus sementara dirinya masih berdiri di depan pintu.

“Bunga? Lepas sepatunya, ayo masuk.”

Alih-alih membuka sepatu, Bunga masih terdiam kaku di depan pintu perpus. “Kak Arka,” lirihnya.

“Iya?”

“Jangan terlalu baik sama aku. Jangan buat aku bingung.”

Memang benar, semua sikap baik laki-laki itu membuat Bunga kebingungan. Atas dasar apa Arka melakukan ini semua padanya?

Bunga hanya tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Menyukai seseorang yang salah dan kembali tersakiti.

⚫ ⚫ ⚫

..••°°°°••..

Bersambung

°°••....••°°

Sampai jumpa di bagian cerita selanjutnya🙆

Terima kasih untuk yang sudah mampir💙

300921

Find Yourself!Where stories live. Discover now