33: Rotasi Kehidupan

337 57 14
                                    

Selamat Membaca

꧁ Selamat Membaca ꧂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚫ ⚫ ⚫

Roda itu berputar, itu yang selalu ibu katakan padanya. Ada kalanya kita berada di bawah dan sesekali kita juga berada di atas. Susah-senang itu tidak akan menetap, mereka hadir secara bergantian dan terkadang juga datang bersamaan.

Sudah sebulan berlalu semenjak kejadian yang membuat Reno hampir memukulnya waktu itu. Kini, Reno tidak pernah lagi mengganggunya. Siapa sangka, pada saat kejadian itu berlangsung ada seseorang yang diam-diam merekamnya. Seminggu kemudian, video itu tersebar dan dalam sekejap mata, seantero sekolah—SMA Adhikari—mengetahui perbuatan buruk Reno padanya. Semua cemoohan dan hinaan itu terus didapatkan laki-laki itu. Memang benar, sanksi sosial itu mengerikan.

Bahkan, semua bullying yang sebelumnya Bunga dapatkan juga turut terbongkar. Semua siswa di kelasnya yang pernah terlibat diberi tindak tegas. Reno, Nayla, Adam, dan Arion, mendapatkan hukuman dari sekolah dan surat teguran beserta surat peringatan. Khusus Reno, diberikan hukuman tambahan berupa skorsing.

Bunga bersyukur. Dan kini dia percaya bahwa Tuhan itu benar-benar Maha Adil. Keadilan itu berhasil Bunga dapatkan.

“Lagi mikirin apa?”

Otomatis, Bunga terjingkat dari duduknya seraya mengelus dada. “Astaga! Kak Arkaaa, ngagetin aja!” Kemunculan Arka tiba-tiba itu hampir saja membuatnya jantungan.

Arka tertawa lepas. “Makanya jangan ngelamun.” Dia terkekeh, “siang bolong loh ini, nanti kemasukan.”

Bunga mencibir setengah jengkel. “Iya, kemasukan, Kak Arka setannya.”

“Hust!” Arka membawa telunjuknya ke depan bibir. “Mulutnya yaa, bagus banget,” sindirnya.

Bunga hanya diam dengan bibir memberenggut.

“Ngapain ngedekem di kelas sendirian? Friska mana?”

Perempuan gempal itu melipat kedua tangan di atas meja, kemudian merebahkan kepalanya. “Ke kantin, Kak,” jawabnya tidak minat.

Arka yang semula berdiri, beralih duduk di bangku Friska. Laki-laki itu meniru Bunga dengan merebahkan kepala di atas lipatan tangannya. Kini, mereka saling berhadapan. “Lo nggak ikut? Kenapa?”

Untuk beberapa saat, ada jeda di antara keduanya. Mereka saling terhanyut dalam jeratan netra masing-masing. Jarak mereka cukup dekat, Bunga bahkan bisa merasakan siku Arka yang menyentuh siku miliknya. Tiba-tiba, udara di sekitarnya panas, Bunga tidak bisa bernapas dengan benar.

Find Yourself!Where stories live. Discover now