44. BIF. END

24.7K 1.8K 202
                                    

Gubrak. Begitulah telingaku mendengar sesuatu dari ruang depan. Dengan berlari, kulihat pemandangan di sana, belum lima menit aku berada di dapur, bahkan aku hanya sempat minum air putih. Namun, lihatlah kekacauan apa yang bisa mereka lakukan hanya dengan waktu seperkian menit.

Vio terikat kabel, sedangkan Nio terlentang dengan tertindih kipas angin yang baru saja dibelikan Zidan Minggu lalu. Sedangkan Zio tengah berusaha menolong saudaranya.

Mengapa para Monster kecil suka sekali menjatuhkan dan merusak barang? Masih kuingat, saat salah satu dari mereka memainkan kabel hairdryer milik Shelin dan berakhir terlilit.

"Papa, tolong!" Zio meminta bantuan, akhirnya aku berjalan malas, mengangkat kipas angin itu dan melepas kabel yang mengikat sebagian tubuh Vio.

Setelah menaruh kipas itu di tempat semula, aku menatap ketiga Monster kecil yang tampak takut. Saling bergandengan dengan saudaranya, mereka tampak pasrah dengan kemarahanku kali ini.

"Berdiri di sana, renungkan, dan akui bahwa kalian nakal!" titahku pada ketiga bocah ini.

Ketiganya lantas berdiri dengan bersender di tembok, tidak berani menatapku, hanya bisa menurut atas hukuman mereka kali ini. Jika sudah keterlaluan, aku memang akan membuat mereka mengerti kenakalan yang mereka perbuat, dan harus mengakui dan meminta maaf. Begitulah caraku membuat mereka membedakan mana perilaku buruk dan benar.

Aku menjatuhkan diriku ke lantai, tengkurap dengan menatap ketiga anakku. Vio tampak bosan, anak itu jongkok dengan memainkan jari kakinya.

"Jangan jongkok, Papa akan lebih malah," ujar Nio menasihati adiknya.

"Aku bosan, Kak." Vio tetap jongkok dengan bermain di lantai.

Zio malah ikut jongkok, dan hanya Nio yang berdiri di tengah tetap pada posisi. Mereka tampak sangat lucu, aku bahkan menahan gemas, tetapi mereka tetap harus dihukum.

Kaus putih, celana pendek abu-abu, kulit putih bersih dengan bibir merah seperti ceri, dan jemari yang masih mungil bagiku, pipi yang masih gembul. Aku menatapnya dengan gemas dari lantai. Saat dihukum pun mereka masih sempat mengobrol satu sama lain, hingga Nio tampak meminta kedua adiknya berdiri seperti semula.

"Apa kalian sudah menyadari kesalahan kalian?"

Ketiganya mengangguk saat aku dekati. Ah, aku ingin tertawa melihat wajah polos mereka.

"Siapa yang nakal?" tanyaku dengan jongkok dan menatap mereka.

"Aku." Nio mengacung lebih dulu.

"Meminta maaf dan peluk aku, baru kau boleh main."

"Maaf, Papa, aku sudah nakal," ujar Nio, lalu aku merentangkan tangan dan memeluknya.

Setelahnya, Nio aku lepaskan dan bebas bermain. Kini, tinggal dua tersangka lagi yang tengah menggoyangkan tubuh mereka.

"Apa kau sudah sadar kalau kau nakal?" Zio mengangguk mendapat pertanyaanku, lalu meminta maaf, meniru kakaknya dan memelukku.

Vio yang terakhir, anak bungsu ini menatapku dengan takut. Mungkin takut jika tidak aku maafkan.

"Maafkan aku, Pa. Aku sudah nakal," tuturnya, dan aku merentangkan tangan untuk memeluknya.

Seketika Vio memeluk, mengecup pipiku sekilas dan berlari ke arah saudaranya untuk ikut bermain kembali. Di saat mereka bermain, aku kembali terlentang di lantai, menatap langit-langit dengan suara berisik para Monster kecil yang tengah bermain.

Kadang, hidupku bahkan tampak lebih indah dari orang lain. Kehadiran ketiga Monster mendominasi seluruh hidupku, meski kehadiran ketiganya telah menghilangkan satu orang yang amat aku cintai. Ah, sudahlah, terlalu menyakitkan jika terus menyiram luka dengan garam.

Sekali-kali, siramlah luka dengan kuah soto atau bakso.

Duniaku tidak akan berubah. Aku tetap Alden yang memiliki tiga bayi dalam usia muda. Membesarkan anak-anak sendirian bukan lagi kutukan, melainkan ibadah yang panjang. Aku menikmati hingga fajar berganti senja.

Tiba-tiba aku ingin mengetahui kabar Alisya. Hei, genit sekali aku ini. Biarlah.

ALDEN
Alisya, aku lindu
Windu
Dindu
Maksudku eindu


ALISYA
Apa? 😆

ALDEN
Aku sindu
Hindu
Keyboard-ku rudak
Rusak
Sudahlah tidak jadi


ALISYA
Rindu?

ALDEN
Anakku yang mengetiknya
Maaf


ALISYA
Aku mencium kebohongan

ALDEN
Sumpah.
Anakku yang rindu
Wow, keyboard kembali

ALISYA
Tiga anakmu bahkan belum bisa baca
Mereka masih umur 3 tahun

ALDEN
Aku lupa kau adalah Polisi
Baiklah, aku yang mengetik
Dan anakku yang merindukanmu

ALISYA
Aku juga merindukanmu
Dan tiga anakmu ❤️


Mendadak aku malu sendiri. Padahal tidak ada yang melihat wajahku.

Biarkan semua berjalan seharusnya, dan berakhir semestinya. Biar juga orang terus membicarakanku.

Alden si duda.
Alden si Papa dari tiga Monster.
Alden si Papa muda yang tampan.

"Aku bahagia menjadi Duda dan Papa tiga bayi Monster."

~ ~ • •

END (TAMAT)

Hueeee
Kaget gak? Kagetlah masa enggak

Iya, ini endingnya.
Part akhir yang selalu kalian kejar dan tunggu

Terima kasih atas kesetiannya
Jangan tanya kenapa endingnya begini dan begitu
Semua udah disetting dan ada maksudnya.

Season 2 GAK?

TETAP STAY YA
INFO SELANJUTNYA AKAN DIPOSTING DI SINI

WAWANCARA ALDEN DAN TIGA MONSTER NYUSUL YA

MAU NANYA APA? 👉🏻

Because I'm Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang