BIF 11

19K 3.5K 123
                                    

Spa

Aku hirup udara yang segar ini, seperti berada di surga. Aku merasa berada di Hawai, dengan udara yang kuhirup tanpa gangguan para monster kecil itu.
Kutengok para monster, mereka sedang menikmati pijatannya, sedangkan aku tiduran di lantai tempat sauna ini.

Hari ini Mama mengajakku ke spa. Wanita tua itu benar-benar pengertian, mungkin dia tau kalau aku butuh istirahat.

"Hei, bangunlah," titah Mama menggangguku.

"Makan telur ini, sisakan untuk para monstermu," ucapnya memberiku senampan telur rebus.

"Hei, aku dengar waktu Zio masuk rumah sakit, kau membawa gadis ... apa dia pacarmu?" tanya Mama.

Namun, bukan menjawab-aku memasukan banyak telur rebus ke mulutku untuk menghindari pertanyaan Mama, hingga aku merasa sesak, apakah ini kualat?

"Hei kau bisa mati!" seru Mama memukulku dengan telur.

Aku tak menjawab, lebih tepatnya tidak bisa menjawab karena telur yang aku makan membuatku serat, ini sangat ketat-seperti mencekikku.

Kumohon selamatkan aku!

"Hei, kenapa wajahmu begitu, huh? Apa kau meledekku?" marah wanita tua itu memukul kepalaku. Dia tidak tahu mataku melotot dengan otot leher yang nyaris keluar-rasanya aku mau mati, mungkin ini karma.

Kukunyah dan mulai menelan sedikit, dan menyambar air minum di tangan Mama.

"Anak ini benar-benar!" kesal Mama lagi.

"Huuuh aku hampir mati. Kenapa tidak menyelamatkanku, Ma?" tanyaku yang selamat dari maut.

"Siapa suruh memakan telur sebanyak itu?" ucap Mama membentak.

"Lalu bagaimana soal gadis itu?" tanya wanita itu lagi, yang kali ini tidak bisa aku hindari.

"Dia Polisi, dia yang menemukan Vio kemarin," jelasku sambil memakan telur kembali.

"Aish, kapan kau membuatku bahagia? Setelah kau memberikan aku cucu, apa kau tidak mau memberiku menantu?" tanya Mama benar-benar membuatku tidak mood.

"Mama minta saja pada kak Shelin, jangan aku terus. Hidupku itu keras, jangan membuat ini lebih keras," jawabku langsung dapat bogeman di kepalaku.

"Hei! Bocah tengik. Shelin tidak bisa diandalkan. Aku hanya mengandalkanmu," ucapnya mengelus rambutku.

"Mama ... biarkan aku hidup begini. Biarkan aku merawat mereka bertiga. Lagi pula aku baik-baik saja sampai sekarang, Mama lihat, 'kan? Aku tidak membutuhkan seorang istri, mereka bertiga juga bahagia meski hanya denganku," ucapku mulai serius.

Kulihat wanita tua itu menghela napasnya. "Aku hanya menghawatirkan perkembangan anakmu, Al. Aku hanya ingin melihatmu bahagia," ucap Mama meneteskan air mata, dia terlihat begitu jelek saat menangis.

"Memangnya aku menderita? Aku bahagia, lihat, 'kan?"

"Tapi kau kurus," ucapnya mengelap umbel dengan kausnya.

"Meski kurus aku sehat, yang pentingkan aku tidak mati," ucapku nyengir kuda.

"Dasar anak nakal! Seharusnya kau kuliah saja waktu itu, tidak perlu menikah semuda ini, jadi kau tidak perlu begini," ucapnya tertunduk.

Aku tahu dia sangat menghawatirkanku, itu alasan kenapa dia begitu semangat ingin mencarikanku istri. Hanya saja, dia tidak tahu bahwa aku begitu bahagia memiliki tiga monster di rumah, aku tidak merasa bahwa aku menderita saat bersama mereka.

"Ma, terima kasih. Aku sudah bahagia sekarang, tugasmu sudah selesai untuk membuatku tersenyum " ucapku memeluk Mama.

"Terserah kau saja, aku mencintai anak-anakmu Alden. Meski mendiang istrimu itu meninggalkanmu ... aku tahu kalau kau begitu kuat dan tangguh. Meski kau seperti kampret bagiku," ucapnya menepuk bokongku.

Because I'm Father (END)Where stories live. Discover now