BIF. 2

46K 5.6K 516
                                    

"Ah tampannya keponakanku. Kau merawat mereka dengan sangat baik, Al," ujar Shelin selaku kakakku. Aku tidak berharap dia Kakak perempuanku, hanya saja takdir menjadikannya kakakku.

Wanita yang empat tahun lebih tua dariku itu belum menikah, dengan alasan takut dengan monster kecil seperti anakku. Dia juga takut menikah karena takut mati saat melahirkan anaknya, dia juga takut dengan pria yang hanya akan menyakitinya nantinya.

Aish wanita itu benar-benar tidak tau apa-apa soal cinta.

Dengan gemas Shelin mencubit pipi Nio, untung saja Nio yang di cubit, jika Zio atau Vio — sudah pasti tangannya akan digigit.

"Jadi bagaimana? Apa kau sudah memikirkan semua perkataan mama?" tanya Shelin membuatku kembali melamun.

Seperti di hantam batu besar, kepala dan hatiku tidak sinkron. Jika mengingat ucapan Mama kemarin, rasanya ingin bunuh diri saja. Aku lihat ketiga putraku yang tengah bermain, membuat ulu hatiku terasa perih, seperti terkena maag.

Atau memang ini maag? Entahlah.

Tidak munafik, jika anakku membutuhkan sosok Ibu, tapi kenapa trauma masih mengganggu hidupku. Benar memang jika aku harus menikah lagi, apa pun alasanya. Namun, saat ini aku lebih fokus memperjuangkan ketiga putraku. Tapi ucapan Mama benar, aku harus menikah.

"Apa mereka butuh sosok Ibu?" tanyaku pada Shelin yang ikut menatap ketiga putraku itu.

"Tentu!" jawab Shelin tegas.

Jujur saja aku tidak berniat menikah lagi, bagaimana kalau nanti aku menikah lalu istriku melahirkan anak kembar lagi? Lalu meninggalkanku lagi? Akan ada enam anak kembar di rumahku. Lalu Mama akan menyuruhku menikah lagi, lalu melahirkan anak kembar lagi, lalu meninggal lagi karena melahirkan, akan ada sembilan anak kembar yang harus aku rawat dan seterusnya seperti dejavu. Tiga saja membuatku frustasi bagaimana jika sampai sembilan dan seterusnya, mungkin aku bisa membuat negara sendiri dengan penduduk anak kembarku.

Ini gila.

"TIDAAAAKK!" teriakku kelepasan.

"Hei! Kau ini kenapa? Sudah tidak waras, ya! Apanya yang tidak?" tanya Shelin mengguncang tubuhku.

Aku menghirup napas lega, tadi itu hanya pikiran liarku yang sedang berhayal, tapi bagaimana kalau terjadi? Aku akan jadi Duda yang memiliki segudang anak kembar yang kurawat sendiri. Ok STOP, ini keterlaluan.

"Aku akan mencoba bertemu dengan gadis yang mama ceritakan, tapi aku akan mengajak semua anak- Aw!" Belum selesai bicara, kepalaku sudah dapat jitakan keras dari wanita di hadapanku.

"Ini sakit tau!" ucapku kesal sambil memegangi kepala.

Shelin berkacak pinggang sambil bergeleng. Bisa aku pastikan dia akan menyemburku dengan ceramah panjangnya.

"Dasar bodoh! Kau mau bertemu seorang gadis, bagaimana mungkin kau mau mengajak putramu, huh? Bukannya kencan, kau malah hanya akan mengganti popok putramu dalam satu jam, BODOH!" ucap Shelin mendorong jidatku dengan satu jarinya.

"Mau bagaimana lagi? Masa aku tinggalkan mereka di rumah? Sedangkan aku berkencan dengan seorang gadis," ucapku tak mau kalah.

"Tentu saja aku akan menjaganya, Alden. Kau anggap aku ini apa? Tidak berguna?" Shelin menjambak rambutnya sendiri saking frustasinya menghadapiku. Aku tau itu.

"Memangnya kapan kau bejus menjaga putraku? Yang ada kau melarikan diri seperti kemarin," gumamku sepertinya di dengar olehnya.

"Hei, aku mendengar itu! Aku tidak akan melarikan diri jika monster kecilmu itu tidak mengerikan. Anak kecil lebih mengerikan dari monster," jelasnya bergidik, mungkin dia ingat saat kemarin ketiga putraku bergelantungan di sekujur tubuhnya, hingga membuatnya merasa seperti pohon.

Because I'm Father (END)Where stories live. Discover now