BIF 3

32.7K 4.9K 252
                                    

Ompol

Kubuka mata yang masih sempit ini, sesungguhnya aku yang bernama Alden Alisano ini belum mau bangun jika aku tidak merasakan basah di tubuhku. Aku merasa sesuatu yang becek tepat di perutku, hidungku juga tak jauh dari penciuman bau yang amat pesing.

Aku melek sempurna, kulihat ketiga putraku tidur dengan berantakan, seperti barang yang berceceran. Nio yang tidur di samping kiriku, Vio yang berada di atas kepalaku, dan Zio yang tidur di perutku. Baik sudah bisa di pastikan ini ompol siapa? Selamat anda benar, ini ompol Zio si tampan biang kerok itu.

"Ya Tuhan, boleh aku tidur sebentar lagi?" gumamku terkantuk.

Dengan berat mata, aku singkirkan tubuh Zio. Kulihat kaus putihku sudah basah kuyup. Aku lupa semalam tidak memakaikan popok pada ketiga putraku, sehingga aku jadi korban ompol seperti sekarang.

Kucium kausku, sudah pasti bau pesing, entah minuman apa yang Zio minum hingga ompolnya lebih bau dari ompol kambing. Astagfirullah. Karena gemas, aku peras kausku seperti memeras cucian, hingga kaus putihku sampai lecek, tetapi kering. ASTAGA, aku lupa perasan ompolnya jadi mendarat di kasur, bodohnya aku.

"Papa!" Nio memanggilku. Kutepuk-tepuk punggungnya pelan agar dia kembali tertidur. Apa aku sudah seperti Ayah yang baik? Ayah idaman bukan?.

Hari ini, aku harus memandikan si kembar, mencuci seprai, selimut, menyapu, mengepel seperti biasanya. Namun, hari ini aku berniat mengajak si kembar ke super market, membeli susu, popok, sayur, buah, kentang, kue, seafood, apa sekarang sudah ada di super market? Kenapa aku sebut semuanya. aish.

~~~~

Kini aku sudah berada di super market dengan menggendong Vio di belakang dengan Baby carrier dan Zio di depan dengan tangan kananku. Sedangkan Nio, si sulung selalu dalam genggaman hangatku. Nio memang tidak pernah iri jika kedua adiknya aku gendong, dia mengerti bahwa aku tidak bisa menggedongnya juga—sehingga dia hanya memintaku agar menggenggam tangannya agar tak hilang.

Kenapa aku mendadak terharu. hiks

Aku melangkah ke super market dengan tatapan para wanita yang sedang berbelanja juga. Memang rata-rata di sini adalah wanita, tentu mereka heran melihat pria dengan tiga anaknya berbelanja. Mungkin mereka melihatku keren, taukah anda bahwa aku begitu berat menahan beban yang belum di tambah dengan belanjaanku ini?

"Waahh kau sangat tampan. Ketiga putramu juga," ucap seorang gadis dengan malu-malu.

"Kau jelek!" ejek Vio pada gadis itu, hingga membuatku terbelalak. Vio menyembulkan kepalanya ke depan.

Hei siapa yang mengajari monster Vio begitu?

Gadis itu tersenyum kecut, seperti menahan amarah. "Ah, kau sangat lucu," ucapnya memuji Zio yang aku gendong di depan.

"Jangan dekati Papa! Dia miliku!" seru Vio melongok ke depan lagi.

"Hei kembali ke asalmu! Nanti kau jatuh," ucapku lalu Vio kembali pada posisinya, menyender di punggung lebarku.

"Terima kasih, aku harus belanja," ucapku berpamitan.

"Sampai jumpa," ucap Nio membungkuk sopan.

"Sampai jumpa, muah!l" ucap Zio genit dengan kiss bye andalannya.

Aish, siapa yang mengajari Zio? Aku tidak segenit itu, anak nakal ini benar-benar!

Kulanjutkan langkah, tidak berbeda—masih dengan tatapan dan pujian para wanita membuatku semakin tidak betah saja di sini. Setelah aku selesaikan belanjaa, aku langsung melangkah pergi dengan banyak belanjaan.

Because I'm Father (END)Where stories live. Discover now