BIF 21

11K 2.1K 170
                                    

25 Juta Milikku

Pertama, aku memandikan semua monster kecilku. Hari ini mereka akan membantuku menjemput salah seorang teman yang akan menjadi tawanan kali ini demi 25 juta. Rasanya tidak sabar untuk menemui 25 juta-ku.

"Aku tidak mau memakai baju itu! Aku mau yang walna putih!"

Baru saja aku membayangkan 25 juta, Vio sudah merusaknya dengan membuat masalah hanya karena baju yang tidak ingin sama.

"Kalian harus seragam. Bukankah kalian terbiasa dengan baju kembar kalian? Ini akan membuat orang lain gemas," bujukku, masih mampu menahan emosi karena aku sudah sarapan. Jika belum sarapan, kemungkinan besar mereka menjadi sarapanku pagi ini.

"Tidak mau!" tolak Vio.

Aku menarik napas panjang. "Kita pakai yang putih sesuai mau Adik kalian, oke?" tanyaku pada Nio dan Zio, agar mereka mau mengalah.

"Aku tidak mau, aku tidak suka. Bajunya balu kemalin kita pakai," tolak Nio dengan lembut, meski guratan penolakan cukup kental. Susu kental manis saja kalah.

"Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus menangis? Berteriak? Apa aku harus pergi ke kantor Polisi untuk melaporkan ini?" Aku begitu geram.

Sebentar lagi aku akan diare jika seperti ini terus. Beruntung Zio tidak ikut menolak seperti Kakak dan adiknya.

"Papa, sepeltinya baju kodok lebih baik."

Baru saja aku puji, Zio sudah ikut protes. Harga diriku menghilang sampai akhirat. Seharusnya aku tidak memujinya tadi.

"Aku akan meledak sebentar lagi," gumamku bersender pada sofa. Sedangkan ketiga monster itu sibuk memilih baju kesukaan mereka.

Beginilah jika memiliki anak kembar. Mereka terbiasa memakai baju yang sama dengan pilihanku, lalu mereka mulai memberontak saat telah mampu memilih seleranya.

"Talik napas, tahan, jangan dibuang sayang. Sebental lagi, Papa. Beltahanlah," ujar Nio memberiku interuksi.

Aku bukan ibu yang mau melahirkan. Dasar onde-onde.

"Bagaimana jika aku lompat dari gedung, apa itu ide bagus?"

"Sepeltinya akan selu. Cobalah, Papa, kau akan melasa jadi Iron Man," sahut Vio.

Sepertinya dia senang jika aku tiada.

"Siapa yang mau es krim?"

"Aku!" Ketiganya lantas berdiri dengan telunjuk menunjuk langit.

"Kalau begitu, pakai seragam kalian. Atau aku benar-benar akan mati di apartemen ini sebagai Duda. Huh?"

••••

Kini, aku telah sampai di rumah mamaku. Lengkap bersama tawanan hari ini. Siapa lagi kalau bukan Andra, sahabat bagai saudara. Aku tidak mengatakan apa pun pada Andra, hanya ketiga monster yang membujuknya untuk ikut makan siang hari ini.

Ketiga monster itu sudah berlari masuk ke dalam lebih dulu. Sedangkan aku, berdua dengan Andra.

"Perasaanku tidak enak. Apa ini pertemuan bisnis?" tanyanya curiga.

Because I'm Father (END)Where stories live. Discover now