BIF 13

15.6K 2.7K 66
                                    

Kembali Muda

Kini, aku yang memakai kemeja putih tengah ditertawakan oleh tiga orang lelaki. Mereka terbahak melihat tampilanku yang begitu formal. Dengan rambut yang klimis dan kemeja yang hanya aku naikkan lengannya sampai siku.

"Apa salahnya memakai kemaja? Lagi pula wajahku masih lebih muda dari kalian," ucapku membela diri.

Apa pernikahan dan menjadi sosok Ayah membuat jiwa lelaki menjadi lebih tua dari umurnya? Yang benar saja.

"Al, kau terlihat sangat tua memakai kemeja itu. Kita ini sedang berada di tempat nongkrong, setidaknya pakailah baju santai," ucap si kulit kapur, Evano menertawakanku.

"Benar Al, kau seperti mau bertemu Presiden saja," kekeh Andra menambahi.

"Hei, tapi i like penampilannya, because dia adalah seorang Papa," ucap Zidan dengan bahasa aliennya, yang jelas dia mengatakan like, berarti dia suka, kemungkinan dia sedang membelaku.

Mungkin, Zidan paling memahamiku saat ini. Meski lelaki itu lebih konyol dari semua yang ada di sini.

"Benar, Alden yang paling muda di antara kita, tapi dia menikah begitu cepat," ucap Evano merangkul bahuku.

Aku harap sih dia sedang membelaku begitu.

"Hei, di mana ketiga monstermu?" tanya  Andra yang heran kenapa aku tak membawa buntut hari ini.

Aku memang sudah terbiasa dengan anak kembarku. Ada aku, ada para monster. Begitulah seharusnya, kami saling menempel setiap saat.

"Hari ini mereka menginap di rumah mama, makanya aku sempatkan berkumpul dengan kalian di sini," jawabku yang entah kenapa sedikit berat.

"Hei, bersenang-senanglah di sini. Semenjak kau menikah, kau jarang ke sini, jadi nikmati hari ini saja, Al," ungkap Zidan yang diangguki Andra.

"Benar, lagi pula kau jadi begitu kurus karena merawat monstermu, 'kan?" tanya Evano yang sedang memakan cemilan.

"Tidak bisakah tidak membahas hidupku? Rasanya aku ingin pulang saja," ucapku yang sudah lelah karena mereka terus meledekku, dan aku merasa sesak.

Hidupku memang lebih menarik dari orang lain. Pantas semua orang suka mengomentari hidupku yang paripurna.

"Baiklah, baiklah. Kita buat teman kita satu ini menikmati hari ini!" seru Zidan berdiri, menuju ke alat untuk menyalakan musik.

"Ayo, Al, bersemangatlah," ucap Andra memekul bahuku.

"Baiklah. NYALAKAN MUSIK!" teriakku dan Zidan langsung menyalakan musiknya begitu keras.

Kami semua berada di tempat Andra, tempat di mana kami berkumpul dan mengobrol. Seperti hari ini, aku juga seperti dejavu—mengulang masa di mana aku sering berada di tempat ini bersama mereka, bernyanyi dan menari bebas tanpa beban.

Zidan sudah menyalakan musik, sedangkan Evano sudah mulai menari abstrak. Aku hendak ikut menari, tetapi entah kenapa tiba-tiba aku merasa ini memalukan untukku.

"Kau tidak mau menari juga, Al?" teriak Evano di tengah musik yang keras.

"A-aku sepertinya, aku--"

"Sudahlah, pikir belakangan!" ucap Zidan langsung menarik tanganku berdiri.

Kami langsung menari, menirukan musik meski tarian kami begitu payah dan kacau. Tidak ada gaya yang bagus, hanya seperti membanting-banting kepala itu sudah terlihat keren di sini, padahal itu terlihat seperti ayam mengantuk.

"Wah, lama tidak begini! Ini menyenangkan!" teriak Zidan berjoget menggoyangkan tubuhnya, sedangkan aku, ah entahlah gerakan apa ini—seperti gerakan Avangers.

Because I'm Father (END)Where stories live. Discover now