Bab 13. Adaptasi

629 103 52
                                    

"Yessica, saya minta maaf"

"Iya."

"Sekarang—boleh saya masuk?"

"Sebentar," Chika menjeda langkah Vito, "If we not have a good start, how about we end it all with a perfect story? Kaya kata kamu malam itu, satu pihak aja enggak akan pernah bisa buat melakukan apa-apa 'kan?"

Bertepatan dengan usainya pertanyaan Chika, perempuan itu sudah muncul di bibir pintu. Berdiri menatap kuyu Vito yang masih betah menempelkan gawainya di dekat telinga, lalu secara tiba-tiba melempar senyum kepada lelaki itu—untuk pertama kalinya setelah sekian lama larut dalam hubungan yang begitu kaku dan beku.

"Saya udah bilang untuk enggak usah keluar." Vito menurunkan gawainya. Mematikan sambungan telepon tersebut kemudian merengkuh lengan wanita tersebut. "Saya akan masuk kalau kamu udah tidur."

"Aku juga enggak bilang iya 'kan?"

Vito menghela napasnya. Membawa perempuan itu untuk duduk di bangku tunggu. "Masih ada yang sakit? Demamnya masih tinggi?"

Chika hanya menggelengkan kepala. "Enggak. Tadi udah dikasih obat sama dokter."

Vito hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Menyapukan pandangannya ke penjuru koridor rumah sakit selama beberapa lama, membiarkan hening begitu khidmat merengkuh masing-masing dari mereka tanpa permisi. Masih ada kecanggungan-kecanggungan yang sulit Vito pecahkan setiap kali duduk berdua dengan perempuan ini. Di dasar hatinya sana masih bersemayam rasa bersalah yang sampai kapanpun, sepertinya, tak akan bisa Vito lupakan untuk semua kesalahannya yang benar-benar keparat itu—iya, sampai kapan saja.

Di sebelahnya, Chika juga demikian. Ia masih betah menyimpan suaranya di balik lembab bibirnya yang terasa kebas sedari tadi. Kekakuan-kekakuan antara ia dan Vito sepertinya tak akan semudah itu dihilangkan setelah segala hal yang terjadi di antara mereka tiga bulan ini—amarah, kesalahpahaman, serta sudut pandang yang penuh keegoisan. Tidak ada yang sehat dari hubungan mereka selama ini—benar-benar tidak ada.

Namun, apa yang diharapkan dari sepasang ganjil yang digenapkan Tuhan dengan cara yang tidak semestinya? Bukankah—tidak ada?

"Kenapa?"

Vito tiba-tiba menolehkan kepala. Membuat mata mereka saling menitik dan bertautan dengan begitu dalam, memberikan ruang jeda bagi mereka menghancurkan kekakuan-kekakuan yang mendekap mereka sedemikian eratnya.

"Apanya?"

Vito menghela napas. Meraup wajahnya sekilas. "If we not have a good start, how about we end it all with a perfect story. Kenapa tiba-tiba nanya gitu?"

"Salah? Atau kamu enggak suka?"

"Bukan, Yessica. Bukan—begitu" Vito lagi-lagi memijit pelipisnya yang berdentum-dentum. "Saya—cuma enggak yakin kalau kamu serius sama apa yang kamu bilang. Maksud saya—setelah semua hal yang kamu katakan, setelah semua hal juga yang kita jalankan, saya enggak yakin kalau kita bisa membuat akhir cerita seperti yang kamu bilang. Kamu juga punya Amir yang jauh lebih peduli dan paham gimana kamu selama ini"

"Dulu Amir juga cuma orang asing yang enggak tahu aku gimana, sama kaya kamu sekarang." Chika menolehkan kepala, "Lagipula, kalau kita enggak punya cinta buat memulai semuanya, kenapa enggak pakai tanggung jawab aja buat pelan-pelan saling belajar isi kepala masing-masing?"

PRESTIGE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang