Bab 15. Sayang

675 92 49
                                    

Dalam relung dadanya, ada beberapa ruang yang rasanya begitu asing dan bising. Ada beberapa kotak di dalam kepalanya, yang berkali-kali berusaha dia tutup pun rasanya juga selalu sia-sia. Ada penyesalan, kekecewaan, dan juga patah hati yang begitu sulit untuk dia jabarkan, untuk dia jelaskan. Ada traumatik yang berwujud titik-titik, berbaris pada sepanjang ingatannya yang dia sesali memiliki kapasitas lebih dibanding orang lain. Pada beberapa kesempatan ketika semesta memberinya kesempatan membuka mata, dia selalu menggumamkan permintaan yang sama;bolehkah dia dibawa berlari pada waktu sebelum-sebelumnya untuk memperbaiki semua yang sudah terjadi pada masanya?

Dia, yang juga seorang manusia, memiliki dua sisi yang bilamana dipandang masing-masing juga akan berbeda. Menimbulkan beberapa opsi lain tentang permintaan-permintaan yang semula dia gumamkan atau lebih tepatnya menimbulkan tanya yang jawabnya juga masih terasa abu-abu dan samar.

Tidak, Chika tidak pernah menganggap dia berdiri pada garis takdir yang salah—setidaknya setelah waktu-waktu panjang itu berlalu. Dia tidak juga terlalu mempermasalahkan apa kini terjadi di dalam kehidupannya, mulai belajar menerima apa-apa saja yang Tuhan tetapkan dan memaksakan diri agar segera legawa terhadap segala sesuatu yang Tuhan tuliskan—tepat seperti apa yang Amir katakan di malam terakhir mereka saling bersitatap kala itu.

Bicara soal Amir, sungguh, Chika tidak pernah menyangka jika pada akhirnya ia dan lelaki itu ditakdirkan Tuhan untuk tidak menjadi apa-apa—hanya menjadi sepasang sia-sia yang merayakan patah hati dengan linang air mata di penghujung cerita yang mereka renda. Menjadi serak-serak kenangan yang tak lagi bisa diapa-apakan kecuali diputar sesekali ketika rindu datang bertandang.

Rayap-rayap harap yang dulu pernah ia jadikan ratap tidak bisa ia nistakan begitu saja—sangat tidak bisa. Jika sampai hari ini, ada sudut-sudut di dalam jiwanya yang mengharapkan alur cerita antara dia dan putra bungsu keluarga Madaharsa itu berakhir sempurna—sebagaimana yang dulu pernah mereka bayang-bayangkan.

Iya, Chika pernah dan mungkin akan selalu mengharapkan utuh kembalinya cerita yang ia dan Amir punya—entah sampai kapan itu.

"Bu, permisi"

Chika mengalihkan kepala, tepat ketika suara itu menggema di telinga. Ada Pak Dirman yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Ah, iya, Pak. Ada apa?" Dengan kepayahan Chika mendekatkan diri ke arah lelaki itu. "Mau jemput Mas Vito?"

"Bukan, Bu. Itu—barang-barang selama di rumah sakit mau ditaruh mana, ya?"

"Oh, tolong bawa masuk aja, Pak. Itu juga ada yang kotor juga udah saya pisah yang di platik hitam, itu langsung bawa ke belakang aja. Biar besok saya cuci"

"Baik, Bu."

"Terima kasih, ya, Pak" Chika mengulas senyumnya tipis sebelum akhirnya kembali lagi untuk membereskan beberapa pakaian Vito yang ada di koper untuk kembali ia pindahkan ke lemari. Saat hendak memindahkan pakaian itu, ia melihat pantulan dirinya di cermin—sesuatu hal yang pada akhirnya membuat Chika mematutkan dirinya di sana.

Ada yang mulai berubah dengan tubuhnya dan Chika mulai menyadarinya. Ada beberapa berkas-berkas kesadaran yang menyambangi kepala Chika, menghentaknya pada sebuah kenyataan jika nyawa itu memang bersemyam di dalam dirinya—berbagi kehidupan dengannya.

Dia—memang akan menjadi seorang ibu. Ada makhluk lain yang berusaha hidup di dalam dirinya. Lalu—apakah pantas jika dia masih mengharapkan cerita lain bersama pria yang sudah memutuskan sudah pada hubungan yang memang tak semestinya diteruskan?

Ia menghela napasnya, menundukkan kepala hingga beberapa helai rambutnya jatuh menutupi wajahnya yang masih terlihat pasi. Ada kekecewaan yang sampai kapanpun tak akan pernah bisa Chika redamkan terhadap dirinya. Ada kemelut yang terus saja bergerak riuh di dalam kepalanya terkait proses-proses penerimaan kembali ketetapan-ketetapan Tuhan yang sedikit dipaksakan itu. Ada luka-luka, ada nestapa-nestapa, yang Chika rasa, tak akan bisa secepat itu sembuh dengan sendirinya.

PRESTIGE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang