Bab 29. Jatuh Cinta

712 102 63
                                    

Vito bilang, dia lelah dan ingin menyerah. Ingin mengistirahatkan seluruh isi kepala dari segala kekarutmarutan hubungannya dengan perempuan berpadanan kata sempurna bernama Yessica Tamara, yang selalu hadir di pagi hingga malamnya sebagai wanita penuh kepura-puraan yang ia puja. Vito bilang, dia lelah dan ingin sekalu mengatakan sudah kepada sang Puan pemilik bibir ranum semerah buah plum itu agar tak ada lagi jiwa-jiwa yang merasa tesakiti ataupun menyakiti. Vito ingat, dia pernah berharap suatu waktu nanti Chika mengatakan segala hal yang bersembunyi di balik Mariana dadanya tentang ketidaksanggupan perempuan itu menyekati masa lalu dan juga ceritanya yang sekarang agar ia tak perlu bersusah payah mencari alasan untuk melepas perempuan itu dari rengkuhannya yang semula dia kira telah cukup membuat perempuan itu nyaman, tetapi ternyata justru menyengsarakan. Vito juga ingat, jika suatu waktu pada beberapa hari lalu ia menengadahkan tangan dan berharap jika Tuhan segera mengabulkan doa-doanya—tentang melepas Chika yang semula diduganya tak akan semenyakitkan ini, tak akan menyisakan lara sedalam ini.

Ah, tidak! Vito bukannya menyesali doa-doanya, tidak semenyesal itu. Sebab dalam kepalanya yang tak pernah sepi karena berisik yang bersemayam di dalam sana, ada harapan-harapan tentang bahagia Chika yang akan lebih mudah terijabah jika mereka tak lagi bersama, kendati Vito harus merasakan perihnya ditikam pengkhianatan itu seorang diri. Namun, sungguh, Vito benar-benar menikmati itu semua, Menikmati betapa cemburu yangmembakar dada itu dinyalakan oleh Chika pada sisi-sisi jiwanya, menikmati segala kesakitan yang perempuannya rengkuhkan kepadanya, sangat menikmatinya.

Vito hanya merasa jika semuanya terlalu terburu-buru Tuhan timpakan, terlalu terburu-buru Tuhan kabulkan. Di saat ia belum juga sanggup menyembuhkan segala sakitnya akibat kepergian Anin dan Boby, di saat ia masih benar-benar butuh telinga untuk mendengarkan segala sakitnya akibat perpisahan yang Tuhan tuliskan.

Hah—Vito lelah. Vito lelah dengan segala bentuk tulisan takdir yang Tuhan sematkan pada setiap langkahnya yang amat akrab dengan aroma kehilangan yang luar biasa menyakitkannya. Terlalu lelah mentertawakan kesedihan akibat hunjaman kesakitan yang Tuhan hadirkan dari segala sisi tubuhnya, baik raga maupun jiwa. Mulai dari kehilangan kakak dan kakak iparnya yang telah ia anggap seperti orang tuanya sendiri, perselingkuhan Chika yang pada akhirnya meledak juga di depan mata, serta kondisinya yang juga tak dapat dikatakan baik-baik saja. Ah, kenapa melampaui seperempat abad kehidupannya, kehilangan itu juga tak mau ingkah dari hidupnya? Kenapa Tuhan sebegini pahitnya menuliskan cerita bagi dirinya?

Dia bahkan belum sempat menarik napas saat kakaknya meninggal, kemudian disusul pengakuan perselingkuhan yang dilakukan oleh istri dan adik iparnya, lalu secara tiba-tiba pula, Nabil datang membawa kabar jika Boby telah tiada—menyusul istrinya yang baru saja dikebumikan paginya.

Sungguh, siapa yang bisa berpura-pura kuat jika telah seperti itu?

Tidak ada lagi alasannya untuk tidak meledakkan tangis, tidak ada lagi alasannya untuk berpura-pura kuat untuk segala hal yang terjadi di beberapa hari belakang. Sesuatu di dalam dirinya telah melakukan persetujuan jika ia boleh meledakkan tangis setelah segala hal yang menimpa hidupnya tanpa jeda, tanpa tenggang waktu seperti yang ia pinta.

Ia menundukkan kepala. Menggenggam lembut selembar foto hitam putih yang berhasil dicurinya atas bantuan dua manusia yang masih Tuhan sisakan untuknya, menyunggingkan tipis senyumnya, mengiringi hangat perasaan yang menelusup di balik relung dadanya.

Dia terkadang ingin mencaci, ingin menghakimi diri sendiri. Saat ketidakberanian dan segala bentuk kepengecutan itu muncul di dalam dirinya, menenggelamkan segenap rencana dan perasaannya yang paling nyata. Membuatnya hanya mampu terpekur di balik dinding-dinding kefanaan dan kemunafikan yang barangkali juga menyakiti hati sang Puan tanpa disadarinya.

Dia tahu jika anak ini adalah miliknya. Kesayangannya yang pada akhirnya dipercayakan lagi oleh Tuhan untuk dirinya jaga setelah dua tahun lalu Ia ambil dengan tiba-tiba—di saat dirinya dan Chika masih senang-senangnya belajar bersama menjadi sepasang orang tua, di saat dirinya dan Chika masih gemar-gemarnya belajar menumbuhkan cinta.

PRESTIGE [Completed]Where stories live. Discover now