Part 25

103 10 0
                                    

Happy Reading!

Hari demi hari pun berganti telah dilalu Fisha. Sekarang sudah 2 tahun setelah dia dan Fatih lamaran yang artinya Fatih di Mesir sudah 2 tahun pula. Hari-hari Fisha tentunya bahagia karena Ali dan Zara selalu memanjakan nya. Dan sudah 2 tahun pula mereka mencari donor mata untuk Fisha tapi hasilnya nihil.

Fisha pun tidak banyak berharap jika memang ini adalah takdir nya lalu apa yang harus ia lakukan selain ikhlas dan sabar? Setiap minggu kedua sahabatnya pun mengunjungi sekedar bercanda, bertukar cerita, ataupun belajar dari Fisha.

Hari ini Nayla datang sendiri kerumah Fisha tanpa bersama Lathifa.

"Assalamualaikum sahabatku" salam Nayla ketika menemui Fisha.

"Wa'alaikumussalam"

"Uuhh kangen akutuh" ucap Nayla sambil memeluk Fisha.

"Fisha juga kangen Nayla, eh tapi Lathifa mana? Ngak kesini?" tanya Fisha pada Nayla karena dia sama sekali tidak mendengar suara Lathifa.

"Ngak sha, tadi katanya ada urusan bentar" jawab Nayla.

"Oohh okey"

*****

Sedangkan di tempat lain, Lathifa kembali dihadapkan dengan kemoterapi yang dijalani selama 2 tahun ini. Sakit? Sudah pasti ia rasakan. Dan selama 2 tahun ini ia juga merahasiakan penyakitnya dari keluarga termasuk para sahabatnya.

Selama berjam-jam Lathifa menjalani kemoterapi, sekarang keadaan nya pun sudah memprihatinkan. Badan nya semakin kurus, rambutnya lama kelamaan semakin rontok. Tidak ada yang mengetahui rambutnya, karena ia selalu memakai hijab ketika dirumah. Jika ditanya oleh abi dan umi nya ia beralasan kalau ia nyaman kalau selalu memakai hijab.

"Bagaimana keadaan saya dok? Apa ada kemajuan?" tanya Lathifa kepada Dokter yang memeriksa nya.

"Keadaan kamu semakin menurun, kemoterapi yang kita lakukan tidak kunjung menampakkan hasil. Dek, kanker kamu sudah memasuki akhir. Akan sangat sulit jika diobati. Apa kamu masih tidak mau mengatakan penyakit mu pada orang tua mu?" tanya Dokter itu, Lathifa memang menceritakan kalau ia tidak memberi tahu siapa-siapa tentang penyakitnya termasuk orang tua nya ketika dokter bertanya kenapa dia hanya datang sendirian jika akan kemoterapi.

" Entahlah dok, saya tidak sanggup jika mengatakan ini pada orang tua saya"

"Dek, saya tahu apa yang kamu rasakan. Tapi di kondisi kamu seperti ini, semangat dari orang terdekat sangat berpengaruh pada kesehatan kamu" nasehat dokter itu.

"Baik dok, kalau begitu saya permisi. Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"

Lathifa sekarang berada di rumahnya. Setelah pamit tadi pagi untuk pergi keluar pada umi nya. Dan sekarang hari sudah malam. Itu artinya ia setengah hari ini menjalani kemoterapi.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam"

"Yaa Allah nak, kok pulangnya malam? Umi khawatir sayang." ucap Umi Lathifa sambil memeluk anaknya.

Lathifa memutuskan untuk memberitahukan perihal penyakit yang diderita nya pada umi dan abi.

"Nanti Thifa ceritain ya Mi, sekarang kita duduk dulu. Mi, bisa tolong panggilin Abi dan Ilham? Thifa mau bilang sesuatu" tanya Lathifa.

Ia meminta bantuan pada uminya untuk memanggil abi karena ia sungguh tidak kuat untuk menopang tubuhnya lagi. Efek kemoterapi membuat nya lemas ditambah lagi kanker yang menggerogoti tubuhnya sudah memasuki stadium akhir.

"Iya Nak, sebentar ya umi panggilin abi dulu" jawab umi dan beranjak dari duduknya untuk memanggil suami beserta putranya. Ia heran kenapa putrinya itu menyuruh agar semuanya berkumpul. Apa ada masalah? Batin nya.

"Kok baru pulang Fa?" tanya abi pada Lathifa setelah mendudukkan dirinya.

"Iya Bi, maaf"

"Ngak papa abi khawatir takut kamu kenapa-napa dijalan"

Lathifa menundukkan kepalanya sambil memainkan jari tangannya. Ia takut abi dan uminya sedih. Tapi apa boleh buat umur tidak ada yang tahu dan sebaik-baik apapun dia merahasiakan penyakit nya pasti nanti umi dan abi nya akan mengetahui cepat atau lambat.

Lathifa menarik nafas dan menghembuskan nya. Ia menatap Abi, Umi dan adiknya ia tak kuasa menahan air matanya. Apa keluarganya sanggup jika kehilangan nya? Hatinya sakit, pikirannya juga sakit ditambah lagi tubuhnya seakan mati rasa. Karena rasa sakit itu semakin menjadi - jadi. Akhir-akhir ini ia tak bisa tidur, badan nya pun lemas, mimisan nya pun semakin parah tapi itu semua ia sembunyikan dari keluarga nya.

"Abi, Umi, Ilham Kakak minta maaf karena menyembunyikan hal ini dari kalian. Kakak mohon jangan marah sama kakak." ucap Thifa memulai bercerita.

"Emangnya apa yang kakak lakuin?" tanya Abi, sangat jarang anaknya ini meminta maaf padanya. Dan ia heran suara anaknya ini sekarang sangat lirih, lesu, seperti menahan sakit. Tapi dia tidak tahu apa yang terjadi pada putrinya ini.

"Bi, Mi, Ham.. 2 tahun yang lalu kakak kerumah sakit sendiri karena setiap hari selalu mimisan dan susah berhenti. Kakak beraniin buat ke ruang sakit karena kakak tahu kalau ini bukan mimisan biasa. Setelah diperiksa dokter menyarankan untuk cek darah. Hasil dari laboratorium menunjukkan bahwa kakak mengidap leukimia stadium 3. Setiap minggu kakak pamit pergi keluar itu bukan untuk main, melainkan pergi kerumah sakit buat kemoterapi. Kakak gunain uang tabungan kakak buat kemoterapi. Maaf Abi, Umi kakak merahasiakan ini semua supaya kalian tidak kepikiran hiks hiks" pecah sudah tangis semua orang disana kala mendengar penjelasan dari putrinya.

"Ya Allah Ya Rabb hiks kakak... Kenapa kakak baru cerita ke umi? Ya Allah" tangis umi pecah.

"Maaf Umi, kakak takut kalian kepikiran" jawab Lathifa sambil menangis.

Umi langsung memeluk erat Lathifa, ia tahu leukimia bukanlah penyakit yang bisa dianggap remeh, banyak kemungkinan yang bisa terjadi pada putrinya ini.

Setelah melepaskan pelukan umi nya, Lathifa melihat ke arah abi nya, abi menatap Lathifa dengan sangat dalam. Kenapa putri nya harus mempunyai penyakit ini.

"Abi, maafin kakak Bi hiks hiks" ucap Lathifa, ia sangat takut abi nya marah.

"Ngak sayang abi ngak marah, sini deket abi, abi ingin peluk putri abi ini" Lathifa langsung berhambur ke dalam pelukan abi nya. Cinta pertamanya.

"Maafin kakak Bi, maafin kakak" gumam Lathifa dalam pelukan abi.

"Jangan minta maaf terus sayang, fokus aja sama pengobatan kamu ya, abi akan berusaha supaya putri abi sembuh" Ali tak kuasa menahan air matanya. Semua yang berada disana menangis dalam diam.

"Tapi Bi, leukimia kakak udah stadium akhir. Tubuh kakak ngak kuat lagi Bi. Kemoterapi sangat menyakitkan Bi. Kakak ikhlas Allah memberi kakak penyakit ini karena kakak tahu Allah sedang menggugurkan dosa kakak" ucap Lathifa masih dalam dekapan sang abi.

"Ya Allah Nak kakak selama ini rasain semua rasa sakit ini sendirian. Maafin abi karena abi kurang merhatiin kakak" ucap Abi dengan lirih.

"Ngak Bi, jangan minta maaf. Abi ngak salah"

Ilham memeluk umi nya yang menangis, dia menatap kakak nya itu. Walau sering bertengkar tapi ia sangat sayang pada kakaknya. Dia sudah susah payah menahan air mata supaya tidak jatuh tapi seberapa kuat ia menahan namun air mata itu akhirnya jatuh.

Ia masih menatap kakaknya, kenapa ia tak sadar kalau kakaknya akhir-akhir ini sering menyendiri. Ditambah lagi wajah kakaknya yang pucat, ia semakin merasa bersalah karena tidak mengetahui keadaan kakaknya.

Ini lah yang ditakuti Lathifa kalau ia menceritakan penyakit nya maka semua orang akan sedih. Ia tak mau itu terjadi tapi bagaimana pun ia tidak bisa terus berbohong karena kondisi tubuhnya yang semakin lemah. Lathifa hanya berdoa kalaupun akhirnya ia akan pergi selama-lamanya ia harap semua orang yang dia sayangi tetap bahagia.
.
.
.
.
.
Tbc

Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
12 Juli 2021

Luka Dalam Tawa (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang