1. Meets Livy

1.1K 194 122
                                    

»»——⍟——««

Rai berteriak sejadi-jadinya di dalam gumpalan awan hitam yang membawa dirinya entah ke mana. Ia menangis dengan histeris, ketakutan parah, dan putus asa. Menunggu kapan awan itu akan berhenti setidaknya untuk menghempas tubuhnya ke suatu tempat.

Rai hampir kehilangan suara akibat terus berteriak, menjerit-jerit ketakutan. Tidak sampai 10 menit—ukuran Bumi, tetapi rasanya seperti 10 abad sebab kengerian dan sensasi menyeramkan yang ada.

Awan hitam itu masuk ke sebuah lorong dimensi yang abstrak, kemudian tembus cepat ke sana, melewati portal yang juga abstrak, kemudian...


*BRUK!


Tubuh Rai jatuh ke permukaan tanah yang ditumbuhi rumput-rumput pendek nan kering di atasnya.

"Aw, sakit... huhuhu..." tangisnya setelah mendarat cukup kasar.

Sambil menangis dengan air mata banyak, dengan napas terseguk-seguk sesak, Rai mengedarkan pandangan ke kiri dan ke kanan. Sebuah tempat asing yang tak pernah ia jamah sebelumnya.

"Ibu..." Ia lanjut menangis. Sedih dan takut sekali harus berpisah dengan ibunya dan terlempar ke tempat yang tidak ia ketahui. "Ayah... huhuhu." Tentu saja, ia pun teringat akan ayahnya.

"Hei. Siapa kau?" Suara wanita asing menyapa.

Rai yang sedang menangis dengan gaya setengah tersungkur itu pun menoleh ke arah belakangnya. Dengan mata dan wajah basahnya, ia mendongak, menatap pada seorang gadis yang menegurnya barusan.

Gadis bernama Livy Annamarie itu pun mengernyit. Agak heran dengan penampilan lelaki yang sedang tersungkur di halaman rumahnya tersebut. Model baju aneh, model rambut aneh. Kendati demikian, atensinya lebih kepada mengapa lelaki itu terlihat begitu sedih dan menyedihkan?

"Hei, siapa namamu? Mengapa kau menangis?" Livy bertanya sambil berjongkok di depan Rai.

Rai menyeka air dari mata birunya, lalu ia menatap Livy beberapa saat. Dan ditatap seperti itu, malah membuat Livy semakin heran saja.

"Astaga. Apa dia terbentur begitu parah? Mengapa dia menatap dengan tatapan yang aneh sekali? Atau jangan-jangan dia ini mata-mata? Hih..." Livy bergidik dalam hati.

"Kakak," ujar Rai tiba-tiba, sambil menggenggam tangan Livy dengan erat. "Rai takut... Rai mau pulang, Rai tidak mau di sini... Rai mau Ibu..." Rai kembali menangis dengan sungguh-sungguh.

Livy meringis menatap Rai, lalu ia melepas tangannya dari genggaman Rai dengan perlahan. "Hey, hey. Calm down, Bro. Jangan menangis seperti anak kecil begitu. Aku jadi semakin bingung, tahu!" ujar Livy sambil mengerutkan dahi.

Namun, cowok itu masih tampak bersedih penuh nestapa. Sangat-sangat sedih sampai sesenggukan, kesusahan bernapas.

Livy jadi kasihan melihatnya, meskipun aneh juga kalau boleh jujur. Maksudnya, pemuda itu sudah cukup dewasa untuk tidak menangis seperti ini dalam menghadapi masalah, kan?

"Aku bertanya sekali lagi. Siapa namamu? Namamu Rai? Dan dari mana asalmu?" tanya Livy berusaha tenang.

"La-Labhrainn. Da-dari Razorve Sel-Selatan," jawabnya sambil sesegukan.

RAI MEETS LIVY ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora