27. Loud Cry

648 143 115
                                    

..........
»»——⍟——««

"Apa aku boleh memberinya minum sedikit?" tanya Livy pada Adonis.

"Silahkan, Nona."

Livy pun mengambil segelas air dari atas nakas. Dengan sendok, ia mulai menyuapi Rai sesendok demi sesendok air. Tapi baru menelan 3 sendok, Rai sudah menutup mulutnya tanda tidak mau.

Selesai memberikan Rai obat, Adonis pun kembali berdiri dari posisi berlututnya di depan ranjang.

"Kami akan membawanya pulang ke Razorve," ujar Adonis tanpa basa-basi.

Livy kontan tercengang, tidak terkecuali Josh dan Travis.

"Tidak." Gadis itu menggeleng-geleng banyak. "Kalian tidak boleh membawanya!"

"Tapi Tuan Labhrainn adalah Rex Lucem kami. Dia harus tinggal dengan kami," sahut Thaddea lembut.

Travis maju 3 langkah sambil menatap kesal pada Adonis dan Thaddea. "Heh! Kalian sangat tidak jelas! Dulu kalian membuang Rai, lalu tiba-tiba kalian datang dan mengklaimnya sebagai Rex Rex entah apa itu. Kalian tidak punya malu, ya? Dasar orang-orang aneh!" cibirnya.

"Kau tidak mengerti, tidak usah sok mengerti!" balas Adonis.

"Aku mengerti! Kalian membuang Rai karena Rai menyukai Ratu Razorve, kan? Lalu kau–" Travis menunjuk Thaddea, "–kau terlalu sombong, makanya kau membuang Rai yang masih kecil. Lalu tiba-tiba kalian datang ingin membawanya pulang. Biar saja dia di sini, dia sudah menyukai Bumi, kok!"

Livy hanya bisa menangis dipeluki oleh Josh.

"Tutup mulutmu! Kau tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan kau sama sekali tidak mengerti tentang Razorve dan Ratu Thaddea, jadi diamlah!" Adonis membentak Travis.

"Sudahlah, Adonis. Tidak usah marah seperti itu. Kita memang bersalah," ujar Thaddea. Adonis pun terpaksa diam menahan.

Livy lalu berjalan sedikit mendekati Thaddea. "Aku mohon padamu, jangan bawa Rai... aku tidak mau kehilangannya," ucapnya sambil menggenggam tangan halus Thaddea.

"Tapi kau akan tetap kehilangannya. Tuan Labhrainn akan meninggal jika dibiarkan di sini. Saat punggungnya robek, lukanya harus segera disiram air suci dari Sungai Srilveya," sahut Thaddea sendu.

"Untuk apa itu semua?"

"Supaya dengan sekejap, sakit pada lukanya langsung mereda, berhenti berdarah, lalu mengering dengan sangat cepat. Tidak akan membuatnya tersiksa dengan kesakitan yang lama, tidak akan membuatnya kehilangan banyak darah. Tidak ada yang seperti itu di Bumi, bukan?" Thaddea bertutur lemah lembut.

Livy terkesiap. Ya, tidak ada sesuatu seperti itu di Bumi.

"Orangtua Tuan Labhrainn sangat merindukannya, setiap hari ibunya menangis. Kau tahu Tuan Labhrainn juga merindukan orangtuanya, bukan? Orangtuanya sebenarnya sudah hampir berangkat ke Bumi, tapi sedikit ada kendala lalu peristiwa ini tiba-tiba terjadi..."

Livy semakin tak mengerti.

"Aku minta maaf padamu, gadis cantik. Mungkin aku bukan Ratu yang bijaksana di matamu. Tapi ramalan tentang Tuan Labhrainn dulu begitu tak baik, akhirnya aku memutuskan untuk–"

"Kalian sangat egois..." Livy menatap nanar dengan air mata. Thaddea pun jadi terdiam sebentar.

"Mungkin kau benar," ujar Thaddea kemudian. Ia sedikit tertunduk, seketika air mata penyesalannya ingin kembali keluar.

"Kau boleh memaki dan membenci kami sepuas hatimu, tapi kami punya alasan mengapa kami mengasingkannya ke Bumi. Alasan yang pasti sulit untuk kau mengerti..." sambungnya.

RAI MEETS LIVY ✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя