44. Eternal Love

808 128 163
                                    

»»——⍟——««

1 bulan kemudian...

Livy dan Travis semakin terbiasa. Meski di Razorve tidak dipenuhi teknologi canggih serupa Bumi, mereka tetap dapat menikmati Razorve yang alamnya berseri bagai kayangan.

Makanan dan minuman di Razorve tidak ada yang tidak enak. Udara di sana tidak ada yang tidak segar. Obat-obat di sana tidak ada yang tidak manjur. Orang-orangnya pun tidak ada yang tidak rupawan.

Begitulah semesta. Tak ada bagiannya yang seratus persen sempurna. Namun keindahan dan kebagusan akan selalu ada, jika rasa syukur bisa tertanam di dalam jiwa, jika pikiran positif bisa tertancap di dalam benak.

Melihat sesuatu jangan hanya dari satu aspek. Sudut pandang bertebaran di mana-mana. Jangan mengkultuskan sesuatu terlalu berlebihan. Jangan juga meremehkan sesuatu terlalu seenaknya.

"Naiklah duluan, aku akan memegangimu," kata Rai pada Livy

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Naiklah duluan, aku akan memegangimu," kata Rai pada Livy.

Gadis itu pun tersenyum, sebelum naik dengan hati-hati ke atas perahu penuh bunga yang bersandar di tepi Sungai Srilveya.

Setelah Livy sudah menyamankan diri di atas perahu, Rai pun ikut naik sebelum melepaskan tali penahan milik si perahu. Livy hanya tersenyum. Tentu. Ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain tersenyum.

Mereka berdua duduk berhadapan. Yang lelaki pun mulai mendayung. Menyusuri Sungai Srilveya yang airnya bukan putih bening melainkan biru bening.

"Rai."

"Ya?"

"Kau ingat Blue Pepsi?"

Rai terkekeh. "Iya. Airnya mirip dengan Blue Pepsi," timpalnya sambil mengingat-ingat rasa dari minuman tersebut. Juga, teringat akan perjuangannya yang ditemani si air biru ajaib di bawah perahunya tersebut.

"Oh ya, saat sayapku mau keluar waktu itu, Kakek Balint membelah punggungku untuk mengeluarkannya, supaya robekan punggungku tidak parah. Dan untuk menghentikan darah dan menyembuhkan lukaku dengan cepat, para tabib menyiramku dengan air sungai ini." Rai menjelaskan dengan suara halus lembutnya, dengan senyuman tulus manisnya.

Livy kehilangan kata, menatap sedikit nanar. Ia baru mendengar. Mengapa Rai baru menceritakannya? Entah apa yang dirasa Livy dalam hatinya. Seperti... rasa sayang dan cinta yang tak beraturan tiba-tiba bercokol brutal dalam hatinya sampai tak ada satu diksi indah pun yang tersisa di otak dan lidahnya.

"Punggungmu... dibelah?" tanya Livy pelan.

Rai mengangguk.

"Sakit?"

"Iya, sakit. Aku sampai pingsan saking sakitnya." Rai tersenyum ringan sambil mendayung tenang. Namun Livy, seketika tidak tega membayangkannya.

Kemudian sunyi. Hanya ada Livy yang terus memandangi Rai yang sibuk mendayung.

RAI MEETS LIVY ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora