26. The Most Precious Breath

659 147 136
                                    

..........

»»——⍟——««

"Sayap Rai sangat besar, hampir setinggi tubuhnya. Dan sekarang, baru berbentuk gundukan. Aku yakin sayap yang bersembunyi di balik punggungnya baru seperempat. Tapi kondisinya–"

"Sudah, Kakek... jangan dilanjutkan..." Livy menangis lirih. Josh pun diam dan menyapu-nyapu kepala Livy.

Sujujurnya, Livy muak mendengar apa yang Josh katakan. Hatinya seperti ditusuk-tusuk rasanya. Tapi di saat yang sama, Livy mulai pasrah.

Ia melepas pelukannya dengan Josh. Berjalan menghampiri Rai yang tengkurap dengan lemah, lantas bersimpuh di atas lantai.

"Sweetheart..." lirihnya.

Manik kosong Rai bergerak pelan, menuju wajah Livy yang tengah diguyur nestapa.

"Aku sangat mencintaimu, kau tahu itu, kan?" Livy bertanya lembut.

Rai mengangguk sangat lemah.

"Kau juga mencintaiku, kan? Hanya aku saja?"

Rai mengangguk lagi. Livy tersenyum bersama tangis yang mengalir. Tangannya menyapu dahi dan kepala Rai, mengelus pipi yang sudah kurus bertulang.

"Kau akan baik-baik saja, Sayang. Kau akan bahagia... kau banyak menangis, tapi kau tidak akan menangis lagi." Livy tersenyum dengan tetesan air mata.

Rai hanya menatap lemah. Punggung dan tubuhnya senantiasa sakit. Tidak menjerit, bukan berarti tidak sakit, tapi karena sudah tak punya tenaga lagi tuk sekadar merintih.

"Li-vy..." Suaranya begitu lambat dan pelan, hampir tak terdengar.

"Yes, Dear?" Livy berujar lembut, menggenggam sebelah tangan Rai, mengecup jemari lentik Rai yang semakin kurus.

"Aku ... tid-ak ... ku-at ... lag-i."

Livy hancur lebur, namun kembali memasang senyum meski air mata terus mengguyur. "Kau orang paling kuat yang pernah kutemui," ucapnya lembut.

Rai mengangkat tangannya sedikit, ingin mengelus pipi sang kekasih. Livy mengambil tangan kanan Rai, meletakkan telapak tangan panas itu ke wajah basahnya.

"Aku sangat cantik, makanya kau mau menggenggam pipiku, kan?" Livy setia tersenyum, meski air matanya terus jatuh.

Rai mengangguk lambat, mulutnya senantiasa setengah terbuka.

Lalu hening. Hanya sorot mata saja yang terus bertatapan. Yang satunya lemah, yang satunya basah.

"Li-vy ... ke-kas-ih ... Rai."

Livy mengangguk banyak, seiring dengan air bening yang ikut berluruhan. "Iya. Dan Rai kekasih Livy," balasnya lalu tersenyum cantik.

Kalau memang waktu Rai tak lama lagi, Livy ingin Rai meninggal dengan keadaan bahagia bukan sedih. Itu mengapa, Livy tersenyum tiada henti. Supaya kenangan terakhir mereka indah untuk dikenangi.

"Ja-ngan ... men-ang-is ... Sa-yang."

»»——⍟——««

Di saat yang sama di Istana Razorve...

Di saat yang sama di Istana Razorve

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RAI MEETS LIVY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang