33. The Old Prophecy

650 142 141
                                    

..........
»»——⍟——««

"Yang Mulia, kau baik-baik saja?"

Namun Rai, napasnya kian memburu. Matanya sudah terendam. Ia pun terduduk bersimpuh di depan Adonis, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan mulai menangis tak terkendali.

Sontak keadaan di luar istana menjadi kacau. Hujan turun dengan derasnya, petir pun datang menyambar-nyambar.

Adonis mendekat. "Yang Mulia? Mengapa kau menangis? Ada apa?" tanyanya panik.

Rai tak dapat menjawab, ia sibuk terisak. Menutup wajah, tersedu-sedu tak dapat mereda.

"Hei, Keparat! Apa yang kau lakukan pada anakku?!" Ini Heras, yang tiba-tiba muncul di tempat yang sama.

Adonis mendongak menatap Heras. "Aku tidak–"

"Apa lagi yang kau lakukan padanya? Belum puas kau membuatnya menderita selama ini, hah?! Apa yang kau lakukan padanya?!" Heras membentak sambil menarik kerah jubah Adonis.

"Ayah, Ayah," ujar Rai tergesa sambil menyentuh kaki Ayahnya.

Heras menatap ke samping bawahnya, ikut duduk di lantai, dan menggenggam kedua lengan anaknya.

"Ayah, Rai tidak akan melakukannya, Ayah. Sungguh, Rai tidak akan melakukannya, Rai tidak seperti itu." Rai menggeleng-gelengkan kepala, tatapannya begitu panik dan tegang, masih menangis dengan napas yang tersengal.

"Apa itu? Apa yang tidak akan kau lakukan?" Heras pun ikut panik.

Rai hanya menatap Heras dengan sorot panik dan ketakutan. Masih menangis dengan napas yang terengah-engah. Ia menggenggam tangan Ayahnya, sebelum memeluk Ayahnya dengan erat.

"Rai, tenangkan dirimu. Bicara pelan-pelan. Ada apa sebenarnya?" Heras menyapu-nyapu kepala sang anak.

"Ayah, maafkan Rai... Rai tidak akan melakukan itu... Rai tidak akan melakukannya. Sungguh, Ayah..."

Anaknya masih tersedu bermandikan air mata, Heras bingung bukan kepalang. Adonis pun sama. Namun lama-lama, Adonis mulai mengerti mengapa Rai tiba-tiba menangis panik dan berkata seperti itu pada Ayahnya.

"Sepertinya... ini karena Yang Mulia Labhrainn melihat dirinya yang sedang membunuh orangtuanya dengan sangat keji. Aku sangat yakin, pasti karena itu. Tapi lebih baik aku diam, tidak usah mencampuri. Aku tidak ingin membuatnya semakin menangis histeris."

Heras menatap Adonis dengan nyalang. "Pergi kau dari sini! Jangan pernah kau mendekati Rai lagi!" bentaknya.

Adonis menatap wajah murka Heras. Pria itu pun memilih untuk menuruti perintah kasar Heras, tak ada kemauan mendebat atau menjelaskan. Biarlah disalahpahami, Adonis tak ada niat membela diri.

"Aku akan pergi. Aku minta maaf sudah membuat Yang Mulia Labhrainn menangis seperti ini," ucap Adonis mengalah. Heras hanya diam menatap sengit.

Lantas, berdirilah Adonis. Ia berjalan meninggalkan Rai yang masih menangis dalam pelukan Ayahnya. Heras menatap penuh benci sampai Adonis menghilang dari pandangannya.

RAI MEETS LIVY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang