Liebe

938 118 8
                                    

Pagi-pagi sekali Shani sudah sibuk, aroma bolu tercium harum. Senyum tak pernah luntur dari wajah ayu miliknya, diiringi senandung kecil.

"Ini udah, apalagi yang kurang? Hmm," Shani tampak berpikir sebentar, "oh, topping!" Lantas dia segera membuka kulkas mencari ceres dan keju yang telah disiapkan, tak lupa juga parutan kecil. Mulailah Shani menghiasi bolu nan wangi tersebut, mencoba agar toppingnya tampak indah.

Di kamar, Gracia masih tertidur lelap. Di gulung selimut tebal, masih tenggelam dalam mimpi indah.  Tak peduli pada wangi-wangian yang ada di dapur, hidungnya seolah tak berfungsi dengan baik.

Kembali pada Shani, kini semua telah selesai. Lantas Shani segera melepas celemek yang dia gunakan sepanjang membuat bolu. Lalu Shani segera bergegas pergi ke kamar, hendak membangunkan si tukang tidur. Sebelah tangannya sibuk membawa piring berisi bolu, satu tangan lagi berpegangan pada sisi tangga. Merepotkan memang, karena kamar mereka berdua ada di lantai 2.

Dengan perlahan, Shani membuka pintu kamar sambil menarik napas dalam. Tangan yang tak memegangi piring, digunakan untuk mencari korek api yang ada di saku daster orange selutut yang dia pakai. Segera dia menyalakan lilin, lalu berjalan mendekati tepian kasur.

"Gracia, bangun." Shani mengguncang pelan bahu milik Gracia. Tak ada reaksi, Shani tentu tidak melupakan fakta jika Gracia adalah orang yang sulit untuk dibangunkan.

Lantas Shani menaruh piring diatas nakas tepat di samping kepala ranjang, lalu mencoba membangunkan Gracia. Jika dengan mengguncang bahu tidak berhasil, masih ada satu cara lagi untuk Shani coba.

Shani mendekatkan wajahnya pada telinga Gracia, berbisik pelan, "Gracia, bangun," sambil menjepitkan kedua jari tangan kanannya pada hidung Gracia, lalu mencoba menghitung sampai sepuluh dalam hatinya.

Pada hitungan ke enam, tubuh Gracia menggeliat. Lalu dia segera sadar karena membutuhkan asupan oksigen.

"Aduh, kamu ngapain? Mau bikin aku mati?!" Gracia segera duduk, sementara Shani menatapnya tajam.

"Lagian susah banget dibangunin," Shani memberi jarak agar Gracia leluasa menghirup oksigen.

Indera penciuman Gracia perlahan menangkap aroma harum didalam kamar milik mereka, menoleh pada Shani yang tersenyum manis.

"Wangi apa nih?" Ucap Gracia, "kamu masak? Ini masih pagi tau, Shan, belum siap perutku buat sarapan."

"Happy anniversary, Gracia," Shani mengangkat piring bolu itu tepat di depan wajah Gracia, "make a wish dulu, dong."

Gracia diam, tak percaya jika ini adalah tanggal pernikahan mereka.

"Ayo make a wish, terus tiup lilinnya. Tanganku udah pegal, Gracia." Shani merengek.

Cepat-cepat Gracia menutup mata sambil mengamit kedua tangan didepan dada, mengucap sepatah-duapatah do'a dalam hatinya. Tak lupa mengamini, semoga saja terkabul. Gracia membuka matanya, lalu meniup lilin itu.

"Yeayyy, makasih ya, Shani. Kamu udah repot-repot bangun pagi banget cuma buat bikin ginian," Gracia mengambil piring itu lalu meletakkannya keatas nakas, kemudian segera menarik tubuh Shani untuk dia peluk.

"Hehehe, seneng? Itu bolu yang kamu pesan lusa kemarin, maaf ya baru aku bikinin hari ini," Shani membalas peluk Gracia. "Ayo sekarang di makan dulu, katanya ngidam kemarin."

Gracia mengangguk semangat, melepas peluknya lalu bergegas mengambil sendok yang sudah Shani siapkan. Dipotongnya bolu itu, untuk kemudian dia cicipi.

"Manis banget, kaya yang bikin," puji Gracia, "pasti kamu bikinnya pake cinta" puji Gracia.

Shani tersipu, meski sudah menikah dengan Gracia selama lima tahun, tetap saja gombalan Gracia masih sangat manis untuk Shani dengar.

"Gombal banget, padahal itu pake resep yang biasanya," Shani memukul lengan Gracia pelan, "yaudah, kamu mandi dulu baru lanjutin lagi makannya."

"Nanti aja, aku mau peluk-peluk kamu dulu, Shan. Udah lama rasanya," Gracia merentangkan kedua tangannya, "ayo sini, come to mama!" Lanjutnya.

Shani menyambut baik ajakan Gracia, lalu duduk disampingnya. Mereka berpelukan, penuh cinta.

"Sekali lagi, happy anniversary, ya. Semoga kita tetap bertemu tanggal yang sama sampai kita kehabisan waktu," Shani melepas peluk lalu menatap wajah Gracia, "terimakasih untuk selalu ada, dan tetap ada. Terimakasih untuk kerja keras kamu untuk keluarga kita."

Gracia tersenyum jahil, "terimakasih ngga cukup tahu! Mana morning kiss buat aku?"

Bukannya memberikan keinginan Gracia, Shani justru menampar pelan bibir milik pasangannya itu. "Morning kiss apaan, kamu belum sikat gigi."

"Ih, Shan, dikit aja. Itung-itung isi energi, aku lemas tau gara-gara semalam," Gracia merengut, "kamu mah enak, aku yang cape."

"Lagian salah siapa yang mau? Kan kamu. Ngga usah ngada-ngada kamu, buruan mandi sana. Aku mau pergi ke makam Mama hari ini." Shani sudah memberikan titah, artinya Gracia harus menurut.

"Pelit banget! Awas aja ka---" belum sempat Gracia melayangkan protes, suara melengking terdengar.

"MAMAAAAAAA! AKU PIPIS DI CELANA." Gadis kecil berlari dari arah luar kamar, sambil membawa boneka beruang kecil. Selang beberapa detik, suara tangis bayi juga terdengar dari dalam kamar itu.

Shani mengembuskan napas pasrah, menoleh pada Gracia yang bangkit dari tempat tidur.

"Giliran kamu, semalam aku udah jalanin jadwal harianku," Gracia berjalan kearah Christy--anak yang tadi merengek karena pipis-- mencium keningnya, "morning princess, sama mama Shani dulu ya, bunda mau mandi."

"GRACIA IH TOLONGIN." Shani memeluk tubuh Azizi--bayi yang baru berusia lima bulan- sambil menenangkan Christy disebelahnya.

Gracia menoleh, tersenyum hangat, "hehehe, happy anniversary juga, Shan. Di urus ya anak-anaknya bu Shani, bapak mau mandi." Setelah mengucapkan itu, Gracia segera berlari ke kamar mandi yang ada di lantai bawah.

Fin.

Hehe.

Happy anniversary both of you.

Story GrshnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang