Sampoerna

1.8K 179 7
                                    

"Kamu ini suka banget sih nanyain pertanyaan itu!" Seru Shani setelah Gracia merengek meminta jawaban padanya selama hampir lima belas menit.

"Aku kan cuma tanya 'hei kamu kenapa bisa suka sama aku? Aku kan hina.' jawab pertanyaan itu aja susah banget sih!" Seru Gracia tak mau kalah.

"Aku kan udah sering bilang, emangnya kamu ngga percaya?" Tanya Shani sambil meminum sedikit jus mangga miliknya.

Gracia pun terdiam, "percaya sih."

Shani sedikit tersedak oleh minumannya, "kalau kamu percaya, buat apa kamu nanyain lagi?"

"Ya... Gimana, ya." Ucap Gracia begitu pelan, membuat suasana terasa hening meski mereka tengah berada di sebuah kedai makan yang ramai.

"Ehh, kamu baru beli paket internet, bagi ya ak—"

"Bisa ngga sih kamu jangan pura-pura bego," Gracia menghentikan kalimat Shani begitu saja.

"aku cuma ngerasa berbeda. Kamu ngga sadar ya semua gebetan kamu yang dulu udah kaya deretan model dan kamu malah milih pegawai perpustakaan untuk dijadikan pendamping kamu sambil ngomong, 'hey ini pacarku!'." Jelas Gracia.

Hening, lalu tawa milik Shani meledak.

"Sejak kapan kamu jadi pegawai perpustakaan?" Tanya Shani masih dalam tawa.

"Itu tuh cuma perumpamaan, bocah konyol!" Gracia benar-benar kesal dengan orang yang ada dihadapannya ini.

Lagi, Shani masih sibuk menertawakan ucapan Gracia.

"Tapi beneran deh, yang aku omongin soal merasa hina, aku emang benar-benar merasa hina," ucap Gracia ketika gelak tawa Shani sudah mereda, "mungkin kamu udah bosen dengar ini tapi aku mau minta maaf atas segala 'kehinaan' yang ada padaku."

Shani tidak lagi tertawa, raut wajahnya berubah menjadi lebih serius namun tenang.

Gracia kembali melanjutkan ucapannya, "aku minta maaf kalo tiap kita ketemu cuma ada debat, debat dan debat. Pas beli gorengan pun kita bisa aja berdebat."

Raut wajah Shani masih sama.

Gracia kembali melanjutkan, "aku juga minta maaf pas waktu sekolah aku pernah bahkan sering sengaja ngelupain kamu, karena waktu yang aku punya udah tersita oleh program OSIS yang ngga ada abisnya."

Shani masih dalam posisi yang sama, memangku dagunya sambil menatap Gracia.

Gracia meneruskan kalimatnya lagi, "aku minta maaf juga waktu kamu tiba-tiba sakit di sekolah aku benar-benar jadi cerewet. Ya, aku tahu kamu suka olahraga tapi saat itu aku cuma ngga mau kamu sakit."

Shani masih dengan ekspresi yang sama, belum memberi tanggapan, Gracia tetap melanjutkan kalimatnya,

"aku minta maaf kalo selama kita pergi kencan, aku selalu makasain buat nonton film bergenre thriller atau bahkan menyeret kamu ke toko buku. Padahal kamu ngga pernah suka film bergenre thriller ataupun membaca buku sampai mata kamu merah." Ujar Gracia lirih.

Seulas senyum tercetak dari bibir Shani, senyum yang amat manis.

Gracia ingin menyelesaikan kalimatnya, "aku minta maaf kalo aku cuma bisa jadi pacar yang nyebelin sekaligus ngebosenin buat kamu. Dan yang paling hina di antara semua itu adalah aku ngga pernah bisa jadi cantik kaya para mantan ataupun gebetan kamu di jaman baheula."

Shani terkekeh, sungguh kali ini Gracia ingin sekali menjitak kepala Shani.

"Tapi beneran deh, kamu mau 'kan maafin aku?" Ucap Gracia setengah memohon.

Shani tersenyum, "terimakasih."

Gracia kebingungan, raut wajahnya berubah.

"Kamu heran ya kenapa aku ngomong makasih, kali ini biarin aku yang ngomong, ya." Ucap Shani tenang.

Gracia diam, menanti apa yang ingin diucapkan oleh Shani

"Aku mau berterimakasih untuk segala debat yang selalu terjadi antara kamu sama aku. Aku suka mengenal semua tentang kamu lewat debat yang sering kamu mulai," ucap Shani sambil menggenggam tangan Gracia, "terimakasih, kamu selalu membuat hari-hariku jadi lebih menarik."

Gracia hanya terdiam.

Shani melanjutkan kalimatnya, "aku berterimakasih saat kamu ngenjabat jadi anggota inti di OSIS. Mungkin ngga berpengaruh besar buat aku, tapi saat ngeliat kamu membimbing murid baru untuk MPLS, aku dengan bangga ngomong sama teman-temanku 'lihat! Pacar gue sibuk banget jadi anggota OSIS!'."

Mata Gracia mulai berkaca-kaca.

"aku juga berterimakasih, saat aku sakit kamu selalu ngasih tau aku obat apa aja yang bisa aku minum buat mereda rasa sakitnya. Aku seneng ternyata aku bukan cuma punya pacar, tapi juga punya dokter pribadi yang cantik." Shani menatap Gracia.

Gracia sedikit tertawa ucapan itu, namun ia kembali mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut Shani.

"aku berterimakasih kamu selalu ngajakin aku nonton film thriller dan kamu bisa menjadi pemandu wisata di toko buku selama kita pergi kencan. Asal kamu tahu, hal itu jadi sesuatu yang baru buat aku. Aku ngga pernah mikir kalo dengerin kamu meresensi buku ternyata lebih nyenengin di banding dengan aku bacain daftar menu di cafe-cafe elite lalu cari harga yang paling murah." Shani meminum jus miliknya.

"aku berterimakasih kamu selalu berusaha tampil cantik cuma untuk aku. Gimanapun penampilan kamu, aku sama sekali ngga masalah. Aku tetap bangga sama kamu. Aku mencintai kamu, apa adanya." Shani mengelus pipi Gracia, lalu tersenyum tulus.

Tangis Gracia pecah, tak pernah menyangka jika Shani bisa mengucapkan kata-kata manis itu, "kamu bisa ngga sih, sehari aja ngga usah nyebelin!" Keluh Gracia.

Kemudian, mereka larut dalam tawa. Shani mengusap rambut Gracia dan Gracia berusaha memukul lengan Shani.

"Ayo, kita pulang. Udah jam sembilan." Ucap Shani yang masih menggenggam tangan Gracia.

"Ayo!" Ajak Gracia sambil meraih tas kecilnya.

'Shani, terima kasih juga padamu, terima kasih telah mencintaiku apa adanya.' Batin Gracia.

Fin.

Ehe, ada yang kangen?

Story GrshnWhere stories live. Discover now